• 8 •

41.1K 5.8K 679
                                    

Ia terbaring pasrah. Lelah. Bekas air mata masih terlihat di pipi. Kedua matanya menatap kosong. Manik sebiru langit itu. Dia mulai mati. Jiwanya mulai hancur.

"Mulai sekarang, kau juga akan bekerja. Mengerti?"

Tidak ada lagi sautan, atau gelengan.

Sudah terlambat.

Tidak ada lagi kata kembali.

•••••

Dia pingsan.

Ditengah rasa sakit dan ngilu yang menderanya, El pingsan. Sudah tidak peduli pada tubuhnya yang entah akan diapakan lagi oleh Cakra.

Ah, dari dulu dia memang sudah tidak peduli pada tubuhnya. Karena itu, dia tidak pernah tidur dengan cukup. Sengaja memperpanjang shift kerja hingga tengah malam. Karena itu juga, dia makan apapun semaunya. Mie instant yang paling sering. Atau bahkan terkadang, dia sampai lupa makan beberapa hari.

Poppy jauh lebih sehat dibandingkan dia. Jadwal makan dan aktivitas kucing itu, jauh lebih teratur dari pada pemiliknya sendiri.

Yah, peduli setan dengan tubuhnya.

Jika pun dia sekarat, lalu mati, memang itu kan yang dia mau?

Jika saja, Cakra mau langsung membunuhnya, El akan sangat berterima kasih akan hal itu.

Sangat.

Pusing kembali mendera. Kedua matanya membuka setengah. Samar, ia bisa melihat cahaya oranye menerobos.

El berusaha bangun, tapi pengelihatannya berputar. Pusing semakin menjadi. Tubuhnya oleng, namun langsung ia tahan dengan tangan. Dengan bergegar, kakinya mencoba untuk menopang tubuh.

Ia harus segera pergi dari sini.

Tubuh kecil itu jatuh lagi. Pengelihatannya masih memburam. Rasa pusing benar-benar tak tertahankan. Kepalanya seperti habis diguncang hebat. Mual langsung mendera. Perutnya terasa tak nyaman.

El berusaha merangkak keluar. Karena mual yang semakin menjadi, ia muntah. Hanya cairan yang keluar karena dia lupa sarapan tadi pagi. Dan sepertinya, ini sudah sore. Tapi, tunggu. Kenapa ada merah-merah di muntahannya?

Dengan lemas, tubuhnya kembali terbaring. Ia menatap langit-langit dengan dahi berkerut.

Hanya perasaannya, atau memang tubuhnya seperti terombang-ambing? Mengambang seperti sedang berada di kapal.

Lalu, tiba-tiba warna hitam menutup sebagian pengelihatan buramnya dari langit-langit. Tangan El terulur, berusaha untuk mengenyahkan warna hitam itu. Tapi, bukannya menyingkir, tangannya malah digenggam oleh seseorang.

Lalu, ia mendengar suara. Tidak jelas. Seperti dengungan. Dan tubuhnya melayang.

Bukan melayang sungguh-sungguh. Orang itu mengangkatnya. El merasa seperti terbang. Lalu...

"Gue bakal bales dia. Lo tenang aja."

...hanya itu yang bisa benar-benar ia dengar, sebelum kesadarannya kembali hilang.

*****

Untuk yang kesekian kali, kelopak mata itu membuka. Dahinya mengerut samar saat indra penciumannya terusik karena bau obat-obatan.

"Ah, bangun juga akhirnya!"

Manik biru langit itu melirik ke samping. Seorang pemuda dengan rambut mohawk pendek duduk di sebelah ranjangnya. Bibir pemuda itu mengulas sebuah senyum tipis.

Happiness [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now