• 21 •

34.9K 4.6K 433
                                    

Dia tidak ingin dihukum lagi. Daniel kapok. Oleh karena itu, dia mati-matian berusaha agar masakannya enak. Berusaha agar bisa membersihkan rumah dengan baik. Berusaha untuk terus menjadi anak penurut.

Tapi, mau enak ataupun tidak masakannya, bersih ataupun kotor rumah mereka, dia tetap akan dihukum.

Nara selalu mengetahui kesalahannya, dan terus menenggelamkannya, di lumpur hitam bernama dosa. Menjerumuskannya ke jurang paling dalam.

Dalam seminggu, Daniel bisa dua sampai tiga kali dibawa ke bangunan itu. Selama berbulan-bulan, ia diperlakukan seperti itu.

Nara semakin merajalela untuk menjajakannya. Besar uang yang diterima, membuatnya buta.

Daniel hanya bisa terbaring pasrah. Lelah. Bekas air mata masih terlihat di pipi. Kedua matanya menatap kosong. Manik sebiru langit itu. Dia mulai mati. Jiwanya mulai hancur.

"Mulai sekarang, kau juga akan bekerja. Mengerti?"

Tidak ada lagi sautan, atau gelengan.

Sudah terlambat.

Tidak ada lagi kata kembali.

Daniel sudah masuk terlalu jauh.

Ia semakin pendiam. Pekerjaan rumah, ia lakukan dalam sunyi. Melirik Nara yang sedang asik menghitung uang yang ia dapat. Pemandangan yang membuatnya semakin hancur.

Rambutnya juga semakin memanjang. Terkadang, ia didandani oleh Nara menjadi seorang perempuan. Seperti saat ini.

Daniel memainkan jemarinya dengan canggung. Rambutnya disisir oleh Nara. Bibir bawahnya, ia gigit pelan, "Ma," panggilnya.

"Hm," Nara hanya menyaut singkat.

Niel mengambil napas, "Mama cinta sama Niel ngga?" tanyanya pelan.

Gerakan menyisir Nara terhenti. Kedua mata Daniel terpejam erat. Takut jika pertanyaannya tadi membuat Nara marah.

"Cinta?" Dengusan pelan terdengar, "kau bermimpi? Sampai kapan pun, tidak akan ada yang mau mencintaimu."

Daniel menunduk. Merasakan sesak di dadanya, karena ucapan itu. Nara menariknya berdiri. Niel menurut. Membiarkan wanita itu, memakaikannya baju terusan yang cantik. Rambut sepunggungnya diikat dua dengan pita berwarna pink yang imut. Lalu, kedua pipinya ditangkup.

"Matamu adalah sumber daya tarik yang kau miliki. Gunakan itu baik-baik dalam menggoda pelanggan. Dan ingat, jangan pernah sekali-sekali, kau merengek pada mereka. Mengerti?!"

Ia menunduk. Menatap lantai dengan sendu. Lalu, rambutnya ditarik kuat oleh wanita tersebut hingga membuatnya mendongak. Sakit sekali rasanya.

"Mengerti tidak?!"

"Me-mengerti!"

"Tsk!" Rambutnya dilepas dari cengkraman itu, "merepotkan sekali!"

Dan dua kunciran rambutnya, kembali diperbaiki.

Terima kasih.

Daniel jadi membenci matanya.

Pintu rumah mereka diketuk beberapa kali. Nara segera beranjak untuk melihat siapa yang bertamu.

Niel menatap kosong cermin yang memantulkan bayangannya. Dia sungguh terlihat seperti seorang gadis kecil. Tangannya menyentuh pelan rambut cokelat yang diikat dua itu. Suatu saat nanti, rambut ini akan ia potong. Lihat saja.

"Niel! Kemari!"

Dengan enggan, ia melangkahkan kakinya menuju ruang tamu.

Pria menyeramkan itu datang lagi. Tapi, kali ini, ia tidak sendirian. Ada seseorang lagi di sampingnya.

Happiness [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now