Special : Poppy

39.6K 3.8K 581
                                    

Aku hanyalah seekor kucing kecil yang tidak berdaya.

Beberapa hari yang lalu, aku dibuang oleh pemilikku. Ia meletakkan tubuh kecilku di dalam kardus dan meletakkan kardus tersebut di depan sebuah bangunan bertingkat tinggi.

Aku terlalu takut untuk keluar dari kardus. Banyak manusia asing yang menyeramkan di luar sana. Mereka berlalu-lalang dengan tubuh yang menjulang tinggi. Membuatku merasa terintimidasi. Begitu pula suara-suara memekakan telinga yang berasal dari benda yang mereka gunakan untuk berpergian. Menyeramkan sekali.

Aku hanya duduk diam di dalam kardus dan sesekali meringkuk menahan lapar.

Aku rasa, aku akan segera mati.

Tidak mungkin ada manusia baik hati yang mau memungut kucing kotor sepertiku. Apalagi aku bukanlah dari ras yang terpandang. Buluku tidak panjang dan cantik. Tidak pula memiliki keunikan tertentu. Aku hanya kucing kampung berwarna hitam yang terkadang dianggap membawa sial oleh sebagian orang.

Menyedihkan sekali ya.

Ah?

'Sniff' 'sniff'

Aku rasa hujan akan segera turun. Tubuhku pun kembali meringkuk untuk menahan hawa dingin yang mulai terasa. Ku harap, kardus ini tidak akan basah terkena air.

Ah, laparnya...

Kenapa dingin selalu bisa memperburuk rasa lapar?

Ku jilat kaki depanku yang kotor, lalu mengusapkannya ke belakang telinga yang terasa sedikit gatal, dan kuulangi beberapa kali.

Perlahan-lahan, warna awan mulai berubah. Yang semula putih, menjadi keabuan dan semakin menggelap.

Tubuhku semakin meringkuk ke pojok kardus. Apalagi saat aku melihat, setetes demi setetes air mulai berjatuhan dari atas sana.

Ah, bagaimana ini?

Aku memutuskan untuk mengeong. Tapi, meonganku terlalu pelan karena kelaparan. Pasti tidak akan ada yang mendengarnya. Kalau begini, siapa yang mau menolongku? Tapi, aku tetap berusaha mengeong. Memanggil siapapun itu yang mau berbaik hati mengambilku. Ah, tidak. Hanya sekadar menepikan kardus ini ke tempat teduh pun sudah lebih dari cukup untukku.

Manusia-manusia di sana, mulai berlarian. Mencari tempat berteduh. Tidak ada satu pun yang mendengar suaraku. Membuatku putus asa.

Aku pasti mati hari ini.

Kedinginan.

Kelaparan.

Basah.

"Hei.."

Aku mendongak. Seorang manusia. Terlihat masih muda. Tapi, dia tidak baik-baik saja. Wajahnya babak belur. Berdarah dan memar disana-sini.

Tangannya yang juga penuh luka terulur, mengambil tubuh kurusku. Jemarinya mengelus rahang bawahku sejenak, lalu tersenyum kecil. Manis sekali.

Petir menyambar. Membuatku kaget dan hampir melompat dari tangannya. Cakarku refleks keluar dan tertancap di seragam sekolahnya.

"Ah, harus pulang," gumam manusia ini. Ia memelukku, dan berlari. Tangannya sebisa mungkin menghalang air hujan yang akan mengenai tubuhku. Dia bahkan tidak peduli jika dirinya sendiri basah.

Tak lama kemudian, kami sampai di sebuah bangunan yang besar sekali. Tapi, tampak tak terawat. Apa ini rumahnya? Dia orang kaya?

Begitu kami masuk, bisa kulihat, banyak pintu yang berjejer di dalam sana. Banyak sekali kamarnya!

Ia menaiki tangga. Aku tidak tau kami naik ke lantai berapa, yang jelas langkahnya berhenti di depan salah satu pintu, dan membuka pintu tersebut.

Hujan benar-benar turun dengan deras sekali di luar sana.

Happiness [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now