• 16 •

39.2K 5.3K 1.7K
                                    

El mundur selangkah. Tapi, punggungnya langsung menyentuh seseorang. Ia menoleh dan mendapati anak buah Cakra berdiri tegak di belakangnya.

"Ah, karena si brengsek Ambara itu, gue jadi ngga bisa ketemu sama lo," ujar Cakra sambil berjalan mendekatinya.

El menelan ludah. Bahunya dirangkul oleh pemuda berandal itu.

"Gimana hari-hari lo tanpa gue? Menyenangkan?" tanyanya.

El tak menjawab. Cakra memaksanya untuk berjalan. Mereka melangkah menuju suatu ruangan, yang sepertinya sudah dinamai dengan 'Ruangan Penyiksaan Daniel', karena di tempat itulah, Cakra selalu 'menghabisinya'.

Langkah Cakra terhenti, ia menoleh ke arah anak-anak buahnya yang sedari tadi mengikuti.

"Lo," tunjuknya ke salah satu dari mereka, "jaga di luar. Kalo si Ambara brengsek itu tiba-tiba dateng, segera kasi tau gue," ujar Cakra.

Yang ditunjuk segera mengangguk mematuhi.

Mereka masuk. El di dorongnya ke tengah ruangan kosong itu. Cakra bersedekap dada, dan tersenyum meremehkan.

El berusaha untuk tenang. Biarpun dia merasa sedikit aneh, karena biasanya Cakra hanya membawa dua atau tiga anak buahnya saja, bahkan terkadang dia sendirian. Tapi, saat ini, dia membawa 5 orang.

Pemuda berandal itu mendekatinya, "gimana kalo kita pake metode baru?" tawarnya.

"Metode... baru?" tanya El pelan.

Cakra menyeringai dan mengangguk, lalu memberi isyarat kepada anak-anak buahnya. Mereka langsung mengelilingi El. Seolah tak membiarkan pemuda itu lari.

"Pegang dia," perintah Cakra.

Ransel El di lempar. Lalu, ia dipaksa berlutut, dan kedua lengannya di pegang.

Cakra berjongkok, "lagian, muka lo lumayan manis," ujarnya sambil memegang dagu El dan memaksanya untuk mendongak.

Tubuh El menegang. Apalagi saat Cakra mengelus pelan lehernya. Si berandal itu menghitung jumlah anak buahnya.

"Lima tambah gue, enam. Gue rasa, lo bisa ngelayanin enam orang, kan?"

El langsung mencoba untuk menarik kedua tangannya, "Cakra, gue mohon, jangan."

"Hah? Apa? Lo sanggup?"

El menggeleng cepat, dan terus memberontak. Ia menendang kaki milik salah satu dari anak buah Cakra. Lalu, menarik lengannya paksa dan akan segera lari, kalau saja Cakra tidak menarik rambutnya dan membanting tubuhnya ke lantai.

Dagu El berdarah. Posisinya yang menelungkup, membuat Cakra bisa mendudukkan diri di punggungnya.

"Hoi, lo bawa barangnya kan?" tanya Cakra ke salah satu dari lima orang tadi.

El mencoba untuk menoleh, "gue mohon. Gue akan lakuin apapun, tapi enggak dengan yang ini."

Matanya langsung melebar saat melihat anak buah Cakra, mendekat dengan sebuah suntikan di tangannya.

Napas El memburu. Jantungnya berdegup cepat. Kilasan balik dari masa lalunya langsung menyerbu. El menggeleng cepat. Dia memberontak lagi.

Cakra berdecih. Mengambil paksa suntikan yang berada di tangan anak buahnya itu. Membuka penutupnya, lalu menancapkannya ke punggung El.

El terkesiap. Cairan bening keluar dari kedua matanya. Dia takut. Sungguh. Kenapa Bara tidak datang?! Ke mana perginya pemuda itu?! Alvano.. Alvano tidak mungkin bisa menolongnya.

El mohon, siapapun. Tolong dia.

Keringatnya mulai mengalir. Jantungnya semakin berdegup tak normal.

Happiness [SELESAI] ✔Место, где живут истории. Откройте их для себя