• 39 •

56.5K 4.6K 1.3K
                                    

Vano menatap wajah tidur El dalam diam. Pemuda kecil itu terlihat sangat nyenyak sekali. Sesekali, bibirnya bergerak, dahinya berkerut, atau ia mengeluarkan gumaman-gumaman yang tidak jelas. Membuat Vano terkekeh pelan melihatnya. Ia mengecup dahi El pelan, lalu menyisir rambut cokelat itu. Entah sudah berapa kali Vano jatuh cinta pada si kecil ini, dan dia tidak merasa bosan sama sekali. Vano malah semakin merasa tidak ingin melepaskannya.

Dia jadi ingat saat pertama kali melihat El dua tahun lalu. Saat itu sedang mendung. Sepulang sekolah, ia memutuskan untuk berhenti di sebuah tempat makan karena lapar. Penampilan El yang berantakan serta babak belur, membuatnya terlihat mencolok saat berjalan di pinggir jalan. Saat pertama kali melihatnya, Vano mendengus pelan. Apalagi ketika sadar El berasal dari sekolah mana saat melihat seragam yang ia pakai. Bina Mulia. Berandalan. Vano terus memperhatikannya. El berhenti di depan sebuah bangunan. Sebelah alis Vano terangkat. Pemuda berambut cokelat itu menunduk. Menatap sebuah kotak yang tergeletak di depan bangunan itu. Lalu, tangannya terulur. Mengambil sesuatu dari dalam kotak tersebut yang ternyata adalah seekor kucing.

Vano menyipitkan kedua matanya. Mewanti-wanti jika saja pemuda itu akan melukai kucing kecil tersebut. Tapi, tidak. Dengan tangannya yang terluka, El mengelus kucing itu dengan lembut. Bibirnya melengkung mengulas sebuah senyuman. Vano tertegun. Sorot lembut yang El arahkan ke kucing tersebut, serta tindakannya yang berhati-hati agar ia tidak melukai kucing itu. Tampak begitu... manis.

Petir menyambar. Hujan menderas. Dengan tangannya yang kecil, ia mencoba untuk melindungi kucing itu dari basahnya hujan, dan segera berlari dari sana. Saat itu, Vano hanya bisa menatap punggung kecil yang perlahan mulai menjauh hingga menghilang. Yang ada dipikirannya, ternyata anak Bina Mulia masih ada yang memiliki hati nurani.

Sejak saat itu, tanpa sadar, ia akan pulang melewati jalanan tersebut. Kedua matannya akan langsung mengedar untuk mencari pemuda kecil bertampang manis yang sebenarnya tidak ada tampang khas berandalan. Tapi, kita tidak bisa menilai seseorang berdasarkan luarnya saja. Dan setelah setengah tahun menjadi stalker-pengagum rahasia menurut Vano-akhirnya ia tau, mengapa si kecil itu hampir selalu pulang dalam keadaan yang memprihatinkan.

Dia dibully.

Kenyataan yang membuat kepala Vano panas karena emosi.

"..ngh.. Vano.."

Kedua mata itu membuka pelan. Alvano tersenyum. Ia mengeratkan pelukannya. Memberi El kehangatan lebih.

"Di luar hujan. Lo ngga bisa lari pagi hari ini," ujarnya. Sesuatu yang sangat bagus bagi Alvano.

El mencoba untuk melepaskan rengkuhan itu. Lalu, mendudukkan dirinya dan menatap jendela kamar yang mempertontonkan butiran-butiran air yang sedang menghujam bumi.

Vano ikut mendudukkan dirinya. Tangannya terulur untuk membenarkan rambut cokelat El yang mencuat ke sana kemari. Yang mana, membuat El kembali mendekatkan dirinya dan menyandar di bahu Alvano.

Pemuda tinggi itu tersenyum tipis. Tangannya mengusap lengan kiri itu dengan lembut, "El.."

Tak ada jawaban. Tapi, Vano tau si kecil ini mendengarkan.

"Apa lo mau tinggal sama gue?"

Dahi El mengerut. Ia mendongakkan kepalanya untuk menatap Vano, "Bukannya kita memang udah tinggal sama-sama?"

Vano mengusap tengkuknya, "Gini, erm.. lo tau kan kalo gue keterima kuliah di kota sebelah. Ya sebenernya ngga ada masalah sih kalo gue tetap di sini. Cuma perjalanan dari sini ke sana, bisa dibilang lumayan. Apalagi kalo udah macet. Dan kuliah itu ngga kayak sekolah yang pasti masuk pagi pulang sore tiap hari. Bisa aja gue kena kelas pagi sama sore, dan siangnya kosong. Ya.. banyak kemungkinan lah. Kalo misalnya gue tinggal di sini, gue ngga mungkin pulang di waktu kosong itu. Boros bensin, terus juga buang-buang waktu di jalan. Dan gue ngga mau seharian penuh di kampus terus setiap hari. Jadi, gue mutusin untuk beli apartemen di sekitaran sana. Ayah sama Ibu juga udah setuju sih. Jadi, apa lo mau nemenin gue tinggal di sana?"

Happiness [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now