• 13 •

38.6K 5.7K 732
                                    

Wajahnya damai.

Duduk diam di atas ranjang dan menatap langit biru dengan sendu. Tidak bergerak sama sekali sejak tiga puluh menit lalu.

Seolah bisu, ia tak bicara. Seolah tuli, ia tak merespon.

Tidak ada yang bisa membuka hatinya. Menyentuh pun tak ada yang sanggup.

Dia terlalu tak terjangkau. Wanita itu mendorongnya ke jurang yang terlalu dalam. Tak terselamatkan.

...Ah, kecuali jika ada orang yang memang nekat untuk ikut terjun menyelamatkannya.

•••••

El mengerjap, lalu segera menghampiri kedua orang itu, dan menarik tubuh Bara sekuat tenaganya agar menjauh dari Alvano.

"Apa-apaan sih, Bara?!" seru El. Ia memosisikan tubuhnya, di antara mereka berdua. Was-was jika 'tubrukan' tadi terjadi lagi.

"Ngapain lo di sini?!"

El kembali mengerjap, lalu menoleh menatap Alvano yang tadi bertanya dengan bingung.

"Seharusnya gue yang nanya! Ngapain lo di sini, brengsek!" seru Bara, "nyokap lo nangis di rumah karena lo ngga pulang! Balik ngga lo?!"

Oke. El sangat tidak mengerti di sini.

"Kalian saling kenal?" tanyanya. Menatap kedua orang itu bergantian.

Bara mendengus, "ya iyalah. Alvano. Sepupu gue yang paling gue sayang," ujarnya sarkastis.

Vano berdecih, sementara El mematung. Apa?

"Sepupu?" tanya El pelan.

Ah, kenapa bumi bisa sesempit ini?

Benar juga. Saat dia masuk rumah sakit karena perbuatan Cakra beberapa waktu lalu, Ayahnya Alvano yang merawatnya. Lagi. Itu pasti bukanlah suatu kebetulan. Pasti karena Bara.

"Bokap gue, adiknya Bokap Vano," ujar Bara.

El tersentak, lalu menatap Vano dengan mata yang melebar. Ia tak membalas. Ada sesuatu yang berdenyut sakit di sudut hatinya.

El menelan ludah pelan, lalu masuk ke dalam apartemennya yang memang pintunya sudah dibuka oleh Alvano tadi, tanpa mengucapkan apapun.

"El!" Vano beranjak ingin menghampiri, tapi ditahan Bara dengan segera.

"Urusan kita belum selesai," ujar Bara.

Vano berdecak.

El sungguh tak menyangka. Satu-satunya hal yang benar-benar ingin ia lakukan, adalah melupakan masa lalunya. Melupakan wanita itu dan segala kebejatannya. Melupakan Bara yang sempat mampir di hidupnya. Melupakan Dokter muda yang merupakan Ayahnya Bara.

El hanya ingin lupa akan semua itu. Semua peristiwa yang ia alami sebelum bertemu dengan Orly.

Tapi, kenapa jadi seperti ini? Kenapa orang-orang dari masa lalunya mulai muncul perlahan-lahan? Apa nanti wanita itu juga akan bangkit dari kuburnya dan menghantuinya seumur hidup? Lalu, orang-orang yang pernah 'memakai'nya.

El langsung terduduk saat ia masuk ke kamar.

Jantungnya mulai berdegup tak normal. Napasnya terengah. Keringat dingin mulai mengalir seiring kepalanya terhantam oleh kilas balik masa lalu. Tubuhnya bergetar pelan. Kedua kakinya ia tarik dan ia peluk.

Apa Dokter itu akan muncul di hadapannya sesegera mungkin? Apa Bara sudah memberitahukan keberadaannya ini pada Dokter itu?

El menggeleng. Tidak boleh. Bara tidak boleh melakukan itu.

Happiness [SELESAI] ✔Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora