ff

37.4K 3.4K 789
                                    

Selamat pagi, siang, sore, malam teman teman semuaaaa~~

Chapter ini bukan punya saya. Punya seseorang yang ngga mau disebutin. Tugas saya di sini cuma ngedit aja biar gaya tulisannya mirip sama saya ehehehe.. Semoga kalian semua suka :D

Dan untuk aliceeya  dan Oh_Ars, Bunda dan Papa saya yang gesreknya ngga ketulungan :" tolong dong Bun, Pa, uang jajan dedek :(

_______________

Vano meregangkan tubuhnya sambil berjalan keluar dari kelas bersama Koko, Chikal dan yang lainnya. Ah, dia tidak menyangka pelajaran ditingkat perkuliahan bisa semelelahkan ini. Dia tahu, tingkatannya pasti akan lebih sulit daripada di SMA, tapi yang tak ia duga, tingkat kesulitannya ternyata lebih dari yang ia kira.

Vano pun melirik arloji yang melingkari pergelangan tangannya. Jarum jam telah menunjuk pukul satu siang. Apa El sudah makan? Atau tetap Vano belikan makanan saja?

Ia merogoh saku celananya, dan memutuskan untuk menelepon El.

Hanya bunyi sambungan yang terdengar diawal. Lalu, suara seorang wanita yang berkata, "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau--"

Vano mengerutkan dahinya bingung. Tidak biasanya El tidak mengangkat telepon darinya.

"Van, ini kita jadi kan ke tempat lo?" tanya Bayu.

Oh iya, Vano sampai lupa. Hari ini mereka mau mengerjakan tugas makalah. Berkelompok tentu saja. Untungnya, dia dan Chikal, Koko, serta dua lainnya--yang selalu mengekorinya kemanapun sejak PKKMB--sekelas. Jadi, dia tidak perlu repot-repot untuk mencari anggota kelompok lagi.

"Iya, jadi. Tapi, bentar dulu. Ini gue mau nelpon El ngga bisa-bisa," ucap Vano sambil mencoba untuk menghubungi El lagi.

Mei yang sedari tadi berbincang--baca: bergosip--dengan Chikal, menolehkan kepalanya ke Alvano, "Kenapa? Kenapa? Daniel kenapa?" tanyanya kepo.

Koko pun menoyor kepala Mei yang asal ceplos, "Bacot lu Mei, pergi sana shuh," Mei merengut setelah diomeli Koko dan langsung merajuk memeluk lengan Chikal.

"Dih, jangan peluk-peluk gue, Cabe!" gerutu Chikal.

"Nyebelin ah kalian semua!"

"Ya udah, daripada lo ngga tenang gini, mending kita langsung cabut aja deh ke tempat lo," usul Bayu.

Ya bener juga sih, pikir Vano, "Ya udah, yok cabut."

Sementara itu, di apartemen mereka berdua, El tengah meringkuk kedinginan di bawah selimut. Dalam hati, ia memaki. Demam sialan. Pasalnya, tadi pagi, dia baik-baik saja. Yah, pusing-pusing sedikit sih, tapi tidak separah ini.

El kedinginan, tapi disaat yang sama ia merasa sangat panas. Apa ia salah makan? Kemarin memangnya dia makan apa sampai sakit begini? Es? Mie ayam? Ayam geprek? Atau apa? El mengingat-ingat tapi tidak satu pun terlintas sebagai penyebab penyakitnya.

Ah, tapi, sudah lama juga ia tidak sakit seperti ini. Kapan ya terakhir kali ia demam? Ketika ia baru diasuh oleh Orly? Atau kapan? Terserahlah. El pusing.

Ia melirik jam yang melekat di dinding. Pukul setengah dua siang. Sekarang hari Rabu. Di hari ini, Vano akan pulang pukul satu kalau tidak ada acara lain seperti kerja kelompok. Ia harus bersabar, sebentar lagi Vano akan pulang.

Saat sedang memejamkan mata, perutnya berbunyi. Ugh, El lapar. Dia belum makan apapun dari tadi. Kenapa Vano lama sekali? Apa kekasihnya itu ada jadwal kerja kelompok? Dan lagi, kamar ini kenapa jadi tambah dingin coba?! Padahal El sudah membungkus tubuhnya dengan selimut seperti sostel. AC kamar mereka juga sudah ia matikan, tapi kenapa masih dingin?

Happiness [SELESAI] ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora