Merelakan (2)

2.5K 150 8
                                    

Air matanya mengalir deras, ia banyak - banyak melafalkan istighfar. Ia membasuh wajahnya di wastafel, agar wajahnya tak terlihat sayu.

"Aida... Tok.. Tok"

Aida menghembuskan nafasnya. "Pasti Syifa" pikirnya

Klek

Benar. Syifa tengah berdiri di depan pintu, lalu memeluk sahabatnya itu.

"Aida.. Kamu jangan simpen masalahmu sendiri. "

Aida hanya mengangguk.

"Oh, ya! Kamu di tunggu Bibi Ana dan Uztadz Rasyid"

Di tunggu? Memangnya ada apa?

"Emangnya ada apa Syif? "

Gadis yang di tanya hanya menggeleng.

Akhirnya pun mereka pergi kembali ke ruangan. 

"Aida, maafkan saya. Saya tidak tahu" ucap Rasyid saat Aida sampai di ruangan

"Maaf? Untuk? "

Rasyid melirik Nabila yang sedang terbaring lemah, Aida mengikuti arah tatapanya.

"Kamu ngerti kan maksud saya? " Tanya Rasyid

Aida tersenyum dan mengangguk

Bibi Ana mempersilahkan mereka duduk di sofa. Karna ia ingin membicarakan sesuatu.

"Hmm... Bibi hanya ingin meminta tolong pada kalian,  Terutama pada Nak Rasyid "

"Saya? " Tanya Rasyid

"Iya, Bibi mohon.. Nikahi Nabila"

Deg

Dear Allah.. Kenapa semuanya begini? Apa ini memang jalan taqdirku? Ataukah ujian yang tengah menimpa padaku?

Aida benar - benar merasa sakit dan sesak di hatinya. Sepertinya memang benar, Nabila mencintai Rasyid sejak Rasyid mengajar di pondok pesantren.

Syifa langsung merangkul bahu sahabatnya itu. Karna ia tahu, bagaimana perasaan Aida sekarang. Walaupun tak seburuk nasib percintaanya dengan Ali.

"Saya tidak bisa melakukannya. Saya sudah melamar Aida, dan kami akan segera menikah "

"Bibi mohon Rasyid, Nabila mencintaimu. Bibi ingin di sisa hidupnya dia bahagia dengan mu"

Tangan Aida bergetar, air matanya telah lolos dari pelupuknya. Ia segera menghapus air matanya, berusaha tersenyum ketika Rasyid menatapnya.

"Aida"

"Iya, Bi"

"Tolong ikhlaskan Rasyid ya Nak, kamu muridnya Nabila yang sering dia ceritakan. Gadis yang cantik, pintar, dan memiliki akhlak yang baik"

Kini air matanya benar - benar terjun deras. Bagaimana pun ia tetap menyayangi Ustadzah nya itu, yang telah ia anggap sebagai kakak sendiri.

"Bibi, apakah Bibi semudah itu mengatakannya pada Aida?. Bi, dia punya perasaan. Bukannya Bibi juga seorang wanita? Bibi pasti tahu bagaimana perasaanya sekarang. Apakah Bibi  mau melakukan hal itu jika Bibi akan menikah? " Ucap Rasyid. Ia terlihat sedang menahan amarahnya.

Bibi Ana terdiam, tapi bagaimana pun dia ingin melihat keponakannya itu bahagia.

"Bibi, jangan khawatir. Aida akan mengikhlaskannya"

Syifa tak habis pikir dengan sahabatnya ini.

"Aida! Kamu gila ya? Kamu semudah itu untuk mengikhlaskan Ustadz Rasyid? " Syifa menghujaninya dengan kata - katanya

"Aku nggak gila Syif, aku sehat kok "

"Aida, jangan lakukan hal bodoh itu. Saya tahu bagaimana perasaan mu " Timpal Rasyid

"Kak, Aida baik - baik aja kok. Ustadzah Nabila lebih membutuhkan kak Rasyid dari pada Aida. Aida percaya, Allah nggak akan salah dalam menggariskan taqdir-Nya "

Tes

Air mata Aida  jatuh. Rasyid menatap lekat gadis manisnya itu, apakah dia benar - benar mengikhlaskannya?

"Aida, jangan ambil keputusan dengan sepihak " ucap Syifa. Gadis  itu pun ikut menangis dengan semua yang terjadi pada sahabatnya.

"Kak Rasyid, mau kan? Aida mohon kak"

"Nggak Da, saya tak ingin melepaskanmu. Saya mencintai mu, Aida Anzani Hifza "

Air mata Aida turun dengan deras, ia merasa bersalah  pada Rasyid. Tapi ia juga ingin melihat Ustadzahnya bahagia, lagi pula mereka berdua cocok.

"Kak, Maaf. Tapi, Aida mohon ikhlaskan Aida. Dan nikahilah Ustadzah Nabila " ucapnya. Air matanya menetes

Ada rasa sakit di hati Rasyid ketika ia harus menerima semua ini, apalagi melihat Aidanya itu menangis.

"Saya tidak bisa Aida" Jawab Rasyid dingin

"Kak, Aida mohon. Jika ini taqdir Allah, apa yang bisa kita perbuat? Aida ikhlas kak.. "

Rasyid tertegun, Allah.. Apakah ini memang taqdir-Mu?

"Aida, kamu jangan lakukan ini" Syifa kembali bersuara

"Jika ini taqdir Allah, bagaimana?"

Syifa bungkam.  Ia tahu sekeras apa pun ia memberitahu, Aida tetaplah Aida yang keras kepala.

"Kak?, Aida mohon... Batalkan pernikahan kita dan menikahlah dengan Ustadzah Nabila "

Rasyid diam, ia benar - benar bingung. Ia mencintai Aida, tapi Aida malah menyuruhnya menikahi Nabila. Sebenarnya apa yang ada di pikiran gadis itu?
Allah.. Ataukah ini memang taqdir-Mu?

"Baik, saya akan menikahi Ustadzah Nabila "

Deg

Air mata Aida lolos, hatinya sakit. Entah, padahal dirinya yang meminta Rasyid menikahi Nabila. Aida tersenyum ketika Rasyid menatapnya, walau cairan bening itu masih turun dengan derasnya.
"Ustadz! Ustadz yang bener aja?! " kini Syifa seperti terkobar amarah, bagaimana bisa ustadznya menikahi wanita lain?

"Makasih, kak" ucap Aida

Rasyid hanya tersenyum hambar

Aida, saya tak yakin kamu baik - baik saja. Maaf, telah membuatmu menangis.

"Terima kasih Aida, Rasyid" Ucap Bibi Ana

Syifa memeluk Aida, Aida hanya mengelus bahu sahabatnya itu.

"Kenapa kamu lakukan ini? " Tanya Syifa

"Ini taqdir Allah,  Syif. In syaa Allah, aku ikhlas " Jawab Aida dengan senyum manisnya

                     ❤❤❤

Assalamu'alaikum Readers.
Makasih udh mau baca cerita author, tunggu part berikutnya ya....

Jangan lupa baca Al Qur'an

Wassalamu'alaikum

Subang, 02 -01-2020🌾





Ketika Taqdir Yang MemilihWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu