32. One Step Closer

1.1K 102 16
                                    

Pelaku peracunan itu selalu bertindak selangkah lebih dulu, dan dia selalu tertinggal. Perkataan Kotaro menggema di telinganya. Sisilia merasa tidak berdaya. Dia tak tahu apa lagi yang harus dilakukan. Dia merasa semakin dekat berada di bibir jurang. Tidak berharga dan tidak berguna.

Sisilia melihat kotak kue bercetak nama toko kue yang membuat kue beracun itu. Hitomi Bakery. Dia bergegas ke atas untuk mengambil beberapa barangnya di ruang kerja, lalu turun kembali menemui Kenji yang sedang sibuk mengatur anak buahnya untuk segera mengendalikan situasi.

Dengan membawa kotak kue Hitomi Bakery, Sisilia menarik tangan Kenji. Mereka setengah berlari keluar dari lab. "Secepatnya kita pergi ke toko ini, Kenji, mungkin kita masih bisa mengejar pelakunya sebelum orang itu menghilangkan jejak."

Berpacu dengan waktu, detak jantung mereka lebih cepat daripada detik jam, Sisilia dan Kenji mengendarai mobil menuju Hitomi Bakery, sebuah toko kue kecil di pusat kota. Sisilia mengecek profil toko itu melalui ponselnya, sementara Kenji mengemudi. "Nyonya, saya harus mengabari Tuan Muda mengenai hal ini," ujarnya, disahut dengan anggukan oleh Sisilia.

Melalui alat komunikasi di telinganya, Kenji menelepon Ambrosio. "Tuan, telah terjadi sesuatu di kantor Nyonya, Tuan. Kami sedang menuju toko yang membuat kue beracun."

"Aku akan mengirim lokasi ke ponselnya," imbuh Sisilia. Kenji mengangguk padanya. Sambil mengemudi pria itu menceritakan kronologis kejadian di Azteca Lab.

Ambrosio yang sedang melayat di rumah duka tentu saja segera meninggalkan tempat itu dengan gusar. Hiro dan Ren mengiringinya.

"Wah, dari tukang bunga, berpindah jadi tukang bakeri. Penjahat kita ini multitalenta," celutuk Ren setelah mendengar kejadian itu dalam perjalanan menuju Hitomi Bakery. Ia mengeluarkan notes dari belahan dada yukatanya dan mulai menulis sambil bergumam, "Ini bisa jadi cerita menarik. Pembunuhan dengan Racun, aku akan jadi penulis dan Sisilia-chan bisa jadi narasumberku."

Wajah Ambrosio meringis kesal mendengar cara Ren menyebut nama istrinya, seakan mereka sudah akrab saja. "Jangan bermimpi!" ketus Ambrosio sambil menyikut kaki Ren dengan kakinya. "Jangan coba-coba dekati istriku dengan alasan apa pun!"

Ren membalasnya dengan ringisan menggeram serupa kucing jantan yang siap berkelahi. Jika situasinya tidak genting, Hiro ingin sekali terbahak melihat dua orang itu. Ia menutup mulut dengan telapak tangan untuk mencegahnya tertawa. Senang mengetahui ada yang tidak takut mencari masalah dengan kakaknya.

*
*
*

Sisilia turun dari mobil yang berhenti di depan Hitomi Bakery. Sambil menatap ke dalam toko melalui etalase, dia memegang erat tas kecil yang tersandang di bahunya dan kotak berisi satu kue mungil dari pesta ulang tahun Nana-chan. "Kenji-san!" serunya.

"Hai!" sahut Kenji. Pria itu menumpukan satu lutut ke coran halaman toko dan menapak tangan kanannya ke permukaan coran. Ia merasakan getaran gerakan orang-orang di dalam bangunan itu sekaligus membaca denah ruangan dan indra keenamnya melihat aura orang-orang tersebut. "Ada satu pintu keluar di belakang toko, Nyonya! Satu orang di ruang depan, 3 orang ada di bagian dapur," ujarnya menginfokan.

Sisilia mengangguk dan menyuruh Kenji bersiaga di belakang bangunan sementara dia masuk ke dalam toko. Lonceng berdenting nyaring ketika pintu toko didorong olehnya. "Ohayo!" sapa gadis penjaga toko. "Ohayo!" jawab Sisilia sambil membungkuk kecil. "Aku mencari orang yang membuat kue ini, yang dikirim pagi tadi, kue hydrangea." Si penjaga toko itu melirik isi kotak. "Aa, ini buatan Fujiki-san," ujarnya. Gadis itu melongok ke ruang belakang. "Fujiki-san, ada yang mencarimu," panggilnya. Sisilia turut melongokkan kepalanya untuk melihat pria yang dipanggil Fujiki itu.

Ruang belakang itu cukup luas sebagai dapur dengan meja panjang untuk menata kue, peralatan pengocok kue dan loyang-loyang tersusun rapi. Dua orang pegawai sedang mengadon dan mencetak kue kering. Seorang pemuda bermata sipit dengan wajah seperti pria muda kebanyakan, menyahut ramah, "Hai ...." Ia terdiam sesaat melihat ada wanita menatapnya lekat.

Sisilia melihat Fujiki memegang tas bahu dan tengah memasukkan sesuatu ke dalamnya. Fujiki membungkuk sopan dan bertanya sambil tersenyum riang, "Nyonya, ada apa? Ada yang bisa saya bantu?"

Sisilia mengingat wajah tersangka peracunan dari toko bunga, wajahnya berbeda dengan pria bernama Fujiki ini, tetapi ukuran kepala, bentuk telinga dan perawakan tubuhnya serupa. Sisilia tidak akan melepas kesempatan satu-satunya untuk menangkap pelaku peracunan yang sebenarnya. Dia memberanikan diri menyapa Fujiki. "Orochi ... Masayuki?"

Sontak senyum di wajah Fujiki menghilang, berganti dengan air muka yang dingin dan sorot mata tajam dari mata kecilnya.

Bruakk!

"Kyaaah!" Pegawai toko yang lainnya terpekik ketakutan. Fujiki melempar barang-barang pembuat kue di sekitarnya ke arah Sisilia dan sekelebat berbalik pergi menuju pintu belakang. Sisilia mesti menahan serangan itu dengan lengannya. Mata alat pengocok adonan berbentuk spiral menghantam keningnya. "Ouch!" pekik Sisilia. Dia mengindahkan rasa sakit dan menerobos dapur itu untuk mengejar Fujiki.

Fujiki berhadapan dengan Kenji di gang di belakang Hitomi Bakery. Gang itu buntu, terhalang tembok tinggi toko sebelah. Fujiki menganyunkan kakinya sementara Kenji berkelit. Telapak tangan Kenji menampar dada Fujiki sehingga pemuda itu terdorong ke dinding.

Fujiki masih berusaha kabur. Namun langkah Kenji bisa menghalanginya. Mereka beradu tinju dan tendangan untuk beberapa saat hingga Fujiki terjerembab di tanah. Kenji menghujamkan tinjunya ke arah pemuda itu, akan tetapi Fujiki berguling ke samping dan serangan baliknya menghantam rusuk Kenji. Kenji terdorong ke pinggir dan mengerang kesakitan. Shuriken hitam bersarang di rusuknya.

Merasa tak mungkin meloloskan diri dari Kenji, Fujiki menyerang Sisilia yang sedari tadi hanya bisa mengamati dari pinggir. Melihat Fujiki berjalan cepat ke arahnya, Sisilia mundur beberapa langkah. "Ja-jangan mendekat!" pekik Sisilia gemetaran. Fujiki mendengus berang.

Chak!!

Fujiki terhenti selangkah di depan Sisilia. Sebuah jarum suntik tembak bersarang di perutnya. Cairan dalam suntikan itu terdorong masuk ke dalam tubuhnya. Fujiki menelengkan kepala heran. Ia mencabut jarum suntik itu dan melemparnya ke samping.

Tap, tap! Shuriken Kenji bersarang di punggung Fujiki. Pemuda itu menoleh ke belakang dan kesempatan itu digunakan Sisilia untuk melarikan diri. "Kabuur!" pekik Sisilia sambil berlari keluar gang.

Ambrosio yang baru keluar dari mobil melihat Sisilia berlari keluar dari gang di samping Hitomi Bakery merasa lega sekaligus gusar. Istrinya itu tampak ketakutan, penjahatnya pasti belum tertangkap. Ambrosio merengkuhnya. "Itu ... di sana!" seru Sisilia sambil menunjuk ke gang. Ambrosio memindahkan Sisilia ke tangan Hiro. Ia bergegas ke masuk ke gang itu. Ren mengikutinya.

"Sisilia, kamu tidak apa-apa 'kan?" tanya Hiro cemas sambil merangkul Sisilia dan mengusap bahunya untuk menenangkan ipar kesayangannya itu. "Aku baik-baik saja," jawab Sisilia, "tetapi Kenji ...."

Kenji yang sedang melawan Fujiki, melemah. Racun dari shuriken menyebar dalam tubuhnya. Ia terjatuh tepat ketika Ambrosio muncul dan menendang Fujiki. Pemuda itu terhuyung mundur beberapa langkah. Meskipun dua shuriken bersarang di punggungnya, ia tidak terpengaruh.

Ambrosio bertatapan dengan Fujiki sesaat. Melihat Ekpsresi wajah Fujiki yang kaku, Ambrosio bisa tahu, wajah itu wajah palsu. Kenji memperingatkannya, "Hati-hati, Tuan Muda! Pemuda itu memiliki senjata beracun." Ambrosio menelengkan kepalanya lalu menerjang Fujiki dengan tangan kosong. Meskipun mengelak, cakar Ambrosio berhasil mengenai wajah Fujiki. Kulit wajah pria itu terkelupas.

Fujiki menoleh pada Ambrosio. Mata Ambrosio membulat melihatnya. Pria itu ternyata tidak punya wajah.

*
*
*

Play In Deception 2: Camouflage (END)Where stories live. Discover now