47. Akuryō

1K 110 10
                                    

悪霊 (Akuryō): Roh jahat

Sisilia menepis tangan Ambrosio. Bibirnya merengut kesal dan menutupi bekas merah di lehernya dengan tangan, sebelah tangan mendekap kotak sampelnya. "Ah, Ambrosio, jangan mengejekku! Bisa jadi ini bekas gigitan serangga," kilahnya. Bola mata Ambrosio berputar. "Sisilia, memangnya aku anak kecil?"

"Kadang-kadang."

Ambrosio sontak memepet Sisilia ke sudut lift. "Oh, apa aku kurang dewasa sampai bisa membuat anak denganmu? Kamu masih perlu bukti?"

Semburat merah langsung menghiasi wajah Sisilia. Ucapan Ambrosio membuatnya tersipu bukan kepalang. Dia menyikut Ambrosio. "Isshhh, ini bukan saat yang tepat membuatku berantakan, ada sampel yang harus kuperiksa," kilah Sisilia. Bertepatan dengan lift terbuka, dia bergegas keluar dari kungkungan Ambrosio. Langkahnya dipercepat agar segera sampai ke ruang analisis. 

Ambrosio tidak perlu berlari mengejar Sisilia. Langkah kakinya yang panjang sebenarnya bisa menyusul wanita itu, tetapi ia memilih tetap berada di belakangnya. "Nah, kamu kabur lagi 'kan? Sisilia, kamu belum menjawab pertanyaanku...."

Brak! Sisilia menutup pintu di depan wajahnya. Dari celah kaca di pintu ruang analisis, ia melihat wanita itu menjulurkan lidah seraya menarik sudut sebelah mata mengejeknya. Jika sudah dalam ruang pemeriksaan sampel itu, Sisilia berada dalam zona amannya, Ambrosio tidak bisa sembarangan masuk dan melakukan keinginannya. "Tunggu saja kalau kau keluar nanti," tuding Ambrosio pada Sisilia yang berjalan riang menjauhi pintu.

"Damn it!" desis Ambrosio. Tadinya ia tidak memperhatikan bekas ciuman di leher istrinya itu. Namun melihat gelagat Sisilia yang tidak menyapa serta menghindarinya, membuat ia bertanya-tanya dan tanda merah itu membuatnya curiga setengah mati. Bunyi pesan masuk di ponsel membuat perhatian Ambrosio teralihkan. Ia memeriksa ponselnya lalu ke lantai bawah untuk menemui petugas laboratorium di ruang analisis Toksikologi.

Ambrosio duduk di balik meja kerja sambil membaca laporan dan mendengarkan penjelasan pria di hadapannya.

"Tanaman-tanaman di rumah kaca itu positif mengandung U666 seperti yang diperkirakan sebelumnya, Marco-sama," ujar teknisi lab itu. "Yang terburuk dari semuanya, di bawah permukaan tanah—hampir di setiap jengkal Hutan Shinomori—terdapat sisa-sisa jasad manusia, kondisinya bervariasi, dari 10 tahun, hingga beberapa minggu belakangan. Jasad mereka diletakkan sedemikian rupa oleh seseorang dan jasad-jasad itu tidak membusuk secara alami seperti seharusnya orang mati. Dari jasad yang terbaru bisa terlihat mereka mengalami mumifikasi, mengering seperti buah dikeringkan. Sepertinya dugaan Anda benar, Marco-sama. Jasad-jasad itu mati karena energi kehidupan mereka diserap dan pelakunya menggunakan energi itu untuk menghasilkan U666."

Ambrosio diam saja. Ia menutup berkas di tangannya dan petugas itu pun meninggalkan ruangan. Ambrosio bersandar ke kursi. Keningnya mengernyit dalam. Apa yang disampaikan teknisi lab itu menjelaskan hal penting baginya. Kaiya bukan lagi manusia. Dia sudah berubah menjadi roh jahat dan tidak ada lagi kemungkinan untuk disembuhkan dengan serum radiasi anti-U666. Wanita itu sudah menjadi makhluk terkutuk yang harus dimusnahkan dari muka bumi.

Seorang ajudan datang memberi hormat padanya. "Tuan, Nona Yui Yoshimitsu sudah datang dan menunggu di bawah," ujarnya. Ambrosio bangkit dari kursi dan menemui wanita itu.

Yui Yoshimitsu duduk dengan anggun di ruang tunggu Azteca Lab. Dia mengenakan kimono merah cerah dengan motif bunga berwarna putih. Warna merah membuat wajah pucatnya sedikit bersemu. Dia bergegas berdiri dan membungkuk hormat pada Ambrosio yang menghampirinya. "Ohayo, Yamazaki-san!" sapa Yui. "Aku tidak menduga, tapi aku lega kau memanggilku lagi. Apa yang bisa aku bantu kali ini?"

Ambrosio melirik tajam pada wanita itu. "Jutsu Kaiya telah mencederai salah satu agenku."

"Oh ... jadi, Kaiya, kakakku ... benar pelaku kejahatan selama ini?"

Ambrosio diam saja. Yui terkesiap. "Dugaanku benar," gumamnya pelan sambil tertunduk gelisah.

"Sekarang kau harus menyembuhkan agenku."

"Hai!" Yui mengangguk. Ajudan Ambrosio membimbingnya menuju kamar Yeri dirawat. Ambrosio mengiringi di belakang.

Yui berdiri di sisi Yeri yang terbaring dalam keadaan tertidur lelap. Haeun yang beristirahat di ranjang sebelahnya memperhatikan Yui dengan saksama. "Oh, jadi kamu adik orang yang membuat saudariku menjadi seperti itu?" ketus Haeun. "Kau sebaiknya segera menyembuhkan saudariku atau aku akan menghabisimu dengan tanganku sendiri!"

Yui gemetaran dan lekas membungkuk dalam. "S-s-sumimasen!" ujarnya.

Ren menghampiri Haeun. "Haeun-san, jangan terlalu keras pada Yui, aku yakin dia sendiri tidak menghendaki kejadian ini. Sekarang bukan saatnya saling menyalahkan. Kita harus menyembuhkan Yeri dulu."

Haeun membuang muka, kesal dengan pembelaan Ren. Dengan gugup Yui berucap, "Aku akan berusaha sekuat tenaga menyembuhkan saudarimu." Yui duduk dan memeriksa nadi di pergelangan tangan Yeri. Dia menyalurkan tenaga dalam ke dalam tubuh Yeri. Radiasi tak kasat mata mengalir dari telapak tangannya. Setelah beberapa menit, Tubuh Yeri terlihat lebih berisi dan rona wajahnya lebih sehat, keriput-keriput di kulitnya berkurang sampai akhirnya kembali kencang seperti sedia kala.

Melihat perubahan itu, orang-orang berseru gembira. Yui menghentikan chakra-nya. Tubuhnya terkulai lemas dan segera ditangkap Ren. "Yui-san!" panggilnya panik. Yui tak dapat menjawab. Napasnya lemah dan dia hampir tak punya tenaga bahkan untuk membuka kelopak matanya. Yui dibaringkan di ranjang yang lain. Dokter dan perawat segera mengurus Yui.
"Sumimasen," gumamnya, "tubuhku terlalu lemah, aku kehabisan energi, tetapi aku akan segera pulih. Maaf telah merepotkan kalian."

"Beristirahatlah, Yui," ucap Ren. Ia melihat Ambrosio keluar ruangan dan segera menyusulnya.

"Yamazaki-sama!" panggil Ren tak dihiraukan Ambrosio. Ren tetap berjalan di sisinya. "Masa penobatan ketua klan sekitar dua bulan lagi, tak terasa ya?" ujarnya. "Jika masalah Kaiya ini selesai, kurasa tak akan ada lagi kendala bagi seluruh klan untuk menyatukan suara menjadikanmu ketua. Aah, menyenangkannya, bisa mengomando seluruh klan di Jepang."

Ambrosio tidak menanggapi. Ia melangkah mantap melintasi koridor. "Aku tidak meragukanmu sebagai ketua klan kelak, tetapi ini sedikit mengejutkanku. Kudengar ayahmu mengadakan pengaturan pernikahan untukmu. Ia sudah meminta para tetua mengajukan kandidat untuk calon istrimu."

Ambrosio terdiam menatap Ren dengan mata melotot siap melahap pria itu.

Ren menyukai ekspresi itu. Ia tersenyum tulus. "Sepertinya Klan Yamazaki akan segera mengadakan jamuan besar. Selamat ya!"

*
*
*

Play In Deception 2: Camouflage (END)Onde histórias criam vida. Descubra agora