61. Ashes Of Dreams

1.8K 162 110
                                    

Sesiap apa pun dirinya, menghadapi kenyataan mimpi indah itu luruh perlahan bagaikan abu, rasanya tetap menyakitkan.  Kepalanya seakan dihantam benda keras. Otaknya membatu, sulit mencerna perasaan yang berkecamuk dalam dirinya.

Pertama, yang seharusnya marah suami ingin kawin lagi adalah dirinya, bukan Reina. Melihat Reina datang tiba-tiba dan mengamuk emosional, Sisilia seolah menonton episode acara prank atau raja settingan di televisi. Apakah ada kamera rahasia di suatu tempat? Apakah kejadian ini akan viral? Ataukah Ambrosio menyusun rencana untuk memberinya cincin berlian setelah mendapat shock therapy? Namun hal itu tidak sesuai dengan kepribadian Ambrosio. Ia tidak akan melakukan hal seperti itu. Jadi jelas tidak mungkin ini kejutan berhadiah.

Kedua, pertanda hal ini akan terjadi sepertinya sudah muncul sebelum-sebelumnya, hanya saja dia tidak peka untuk menyadarinya. Ren yang tiba-tiba mendekatinya menawarkan bantuan kapan saja untuknya, lalu Hiro yang menanyakan kesediaannya jika Ambrosio menikah lagi. Dan wanita itu, Yui Yoshimitsu! Mereka bertemu di beberapa kejadian dan dia menolong orang-orang dengan kemampuan ninja medis. Dia punya jutsu sakti, pastinya juga memiliki ilmu bela diri yang mumpuni dan keturunan yakuza sejati. Ambrosio bahkan membawanya ke rumah sakit. Bukan cuma itu, Ambrosio juga mengundangnya ke laboratorium.

Oh, dia sungguh bodoh! Sisilia merutuk dirinya dalam hati. Kenapa dia baru menyadarinya sekarang?  Wangi parfum di baju Ambrosio waktu itu dan boneka Momotaro .... Kegelapan menguasai pikiran Sisilia. Boneka antik Momotaro yang dibawa Ambrosio tempo hari terpajang emblem Yoshimitsu. Boneka itu berasal dari wanita itu. Bangsat! Wanita terkutuk itu mendekati anaknya. Ambrosio rupanya perlahan-lahan membawa wanita itu ke dalam kehidupan mereka.

Sisilia menyulut sekam dalam hatinya yang tersakiti. Kedua tangannya terkepal, gemetaran menahan marah. Dari sekian banyak orang di sekitarnya, tak ada yang memberitahunya soal ini meskipun mereka tahu. Mereka semua pasti menertawakan di belakangnya. Betapa tololnya dia, membiarkan dirinya dipermainkan Ambrosio. Pria itu sangat khawatir melihatnya terluka kecil, tetapi tega melakukan ini padanya, mengkhianatinya. Sungguh munafik dan ini lebih menyakitkan dibanding luka  goresan sebilah pedang. Harga dirinya sebagai wanita luluh lantak.

Namun sekali lagi, Sisilia mengingatkan dirinya untuk jangan bertindak bodoh. Dia sudah cukup dibodohi dan dia tidak akan menambahnya dengan melakukan tindakan memalukan. Lagi pula sudah ada Reina yang bertingkah seperti orang gila. Jika dia mengikuti tindakan Reina, Ambrosio akan semakin angkuh dan meremehkannya. Tidak, dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Ambrosio harus tahu, dia tidak bisa diperlakukan seperti ini.

Mata Sisilia kembali menemukan sorot kehidupannya. Dia memicingkan mata pada sosok Reina yang meronta ditahan 4 orang petugas keamanan. Wanita ketika marah kekuatannya luar biasa. Para pria itu tidak bisa melakukan tindakan kasar padanya karena Eiji Yamaguchi cukup disegani dan mereka tahu Reina juga  mengalami gangguan jiwa, jadi mereka memakluminya.

Adapun Sisilia memandangnya sebagai seorang pasien. Reina membuatnya simpati, tetapi teriakannya merusak pendengaran. "Hentikan!" bentak Sisilia. Begitu dia bersuara, suasana menjadi hening, bahkan Reina pun terdiam. Semua mata memandang padanya. Dia adalah korban utama dalam situasi itu, tetapi bukan berarti orang akan iba padanya. Dia hanya orang luar yang mudah dibodohi dan akan segera dilupakan. Dia melangkah melewati Ambrosio yang berdiri bak patung pualam di jalannya. Tatapan pria itu mengiringinya.

Sisilia berdiri di hadapan Reina dan menarik napas dalam sebelum menepuk pundak wanita itu. Bagaimanapun, dia berterima kasih pada Reina, karena telah membukakan matanya. Para petugas keamanan melepaskan pegangan mereka, membiarkan Reina berdiri tegak lalu terisak pelan. Sisilia menyapu air matanya dengan tisu. Reina malah menangis makin nyaring dengan muka meleber ke sana kemari. Tubuh Reina lebih tinggi darinya, sehingga memeluknya terasa canggung. Sisilia menepuk-nepuk pelan pundaknya. "Sudah, jangan menangis lagi, Reina," bujuk Sisilia. "Kamu harus sabar, ini cobaan." Eeh, kenapa dia yang harus menghibur orang lain?

"Tidak bisa, aku tidak bisa menerima hal ini, ini sangat menyakitkan, ini tidak adil, huk huk huk huuuu!!" rengeknya senyaring-nyaringnya agar semua orang mendengar. "Sejak kecil aku memimpikan menikah dengan Marco-kun, aku harus jadi istrinya bagaimanapun caranya. Aku bahkan menganggapmu sebagai kakakku. Aku juga menguasai beragam ilmu seks dengan tujuan hanya untuk menyenangkan Marco-kun. Aku tidak keberatan menjadi yang kedua. Aku seharusnya mendapat kesempatan untuk membuktikan diri aku bisa jadi pendampingnya, tetapi sekarang ... sekarang ... huaaaaa, aku kehilangan kesempatanku lagi ... huaaaa."

Kepala Reina terbenam di pundak Sisilia. Ya, Tuhan, cobaan apa lagi ini? Sisilia membatin. Kenapa dia malah menjadi sandaran wanita lain yang juga ingin menjadi istri suaminya? Tangis Reina begitu kencang membuat tubuh Sisilia turut bergetar. Sisilia memukul-mukul punggung Reina untuk menenangkannya. "Sabarlah, Reina, jangan sedih, ini bukan akhir dari segalanya," ujar Sisilia. "Jika ada yang kedua, kemungkinan besar akan ada yang ketiga, jadi kamu tidak boleh berputus asa, ya?"

Reina mendadak berhenti menangis dan mengangkat wajahnya untuk menatap Sisilia dengan mata berbinar-binar. "Sisilia-chan, benarkah itu?"

Sisilia mengangguk mantap.

"Tetapi, ketiga ... ummm ...."

"Semakin rendah posisimu, biasanya semakin disayangi," kilah Sisilia.

Mata Reina membulat riang. "Benarkah? Wah, senangnya!" Reina bersenandung, mulai membayangkan dirinya kelak mengenakan gaun pengantin dan bersanding dengan Marco-kun-nya. Harapan semu membuat Reina bangkit kembali dan menjadi wanita yang tegar. Dia melirik genit pada Ambrosio yang segera menoleh ke arah lain, memandang burung-burung  melintas di udara. "Marco-kun, aku tunggu pinanganmu untuk jadi istri ketiga!"

Reina tidak peduli sikap Marco-kun yang acuh tak acuh karena itu kelainan bawaan Marco-kun, dia memakluminya dan justru itu yang membuatnya semakin memesona. Reina merangkul Sisilia dan mengecup ringan pipinya. "Arigatou, Sisilia-chan! matane!"  Dia melempar ciuman jauh untuk Marco-kun lalu melenggang gembira meninggalkan halaman Azteca Lab.

Orang-orang berseru lega sambil membubarkan diri. Sisilia pun tampak menyunggingkan senyuman dan melangkah masuk ke dalam mobil diiringi Ambrosio. Ren yang melihat dari balik dinding kaca Azteca Lab menelengkan kepala keheranan. "Sesuatu terasa janggal," gumam Ren pada Hiro yang berdiri di sampingnya. "Kukira Sisilia-chan tidak akan suka jika suaminya beristri lagi, tetapi sepertinya dia tidak terpengaruh."

Hiro menghela napas dalam. "Sisilia tidak pernah mempersulit diri, kau tahu, dia sangat pandai menangani perpisahan. Sikap Sisilia yang demikian justru membuat Amano-nii sangat ketakutan," ujarnya sambil menyengir lebar sementara Ren semakin keheranan. Hiro berjalan dengan santai sambil meregangkan tangannya ke udara. "Wah, senangnya!" ujarnya riang. Bayangan wajah kakaknya yang pucat pasi membuat suasana hatinya merayakan kemenangan.

Ren masih termangu menatap ke halaman. "Marco-sama takut pada istrinya? Kukira itu cuma rumor," gumam Ren.

Sementara itu, dalam mobil menuju kediaman Keluarga Yamazaki, hanya kebisuan mengiringi deru angin. Ambrosio duduk satu kursi dengan Sisilia, tetapi ada jarak yang sangat jauh di antara mereka. Sisilia bertumpu siku ke jendela mobil yang terbuka dan membiarkan angin menyapu wajahnya.

Ambrosio menelan ludah membasahi tenggorokannya yang mengering. Katanya, diamnya seorang wanita pertanda akhir dunia. Ambrosio tidak ingin itu terjadi. Perlahan, ia membuka mulut. "Sisilia, aku--."

Sisilia menoleh padanya dan tersenyum tipis meskipun sorot matanya redup menahan nyeri. "Ambrosio," ada jeda dalam ucapannya dan itu menjadi detik-detik paling menyiksa bagi Ambrosio, "mari akhiri hubungan kita. Mari sama-sama menempuh hidup baru di jalan yang berbeda. Kau dengan dirinya dan aku dengan hal lain yang membuatku bahagia."

Hal yang tidak akan menyakiti hatiku seperti yang kau lakukan padaku, Berengsek!

*
*
*
*

Yess, drama lagi!
Ah, senangnyaaaaa !

Play In Deception 2: Camouflage (END)Where stories live. Discover now