62. Lovefool

2.2K 144 29
                                    

Hai!
Maaf tadi ada kesalahan pencet jd publish part yg belom siap. Maaf membuat kalian kecele. 🤦🏻‍♂️🤭🙈
*
*
*

"Tidak, Sisilia, jangan berkata seperti itu! Ini tidak seperti yang kau pikirkan!" Ambrosio ingin memegang tangannya. Namun Sisilia sontak menepis. "Jangan sentuh aku!" ujarnya. Dia bersedekap erat dan enggan menoleh. Pemandangan jalanan kota siang itu tidak mampu mengalihkan perhatiannya. Hatinya meradang dan ingin sekali berteriak.

Ambrosio melonggarkan kerah setelannya. Mobil melaju stabil. Penutup kompartemen mobil dinaikkan agar anak buahnya bisa konsentrasi mengemudi, karena mereka pun turut merasakan ketegangan situasi itu. Biasanya bos dan istrinya bemesraan di kursi belakang, sekarang salah satunya dibuat tak berkutik. Ambrosio tidak pernah bertengkar panjang lebar dengan wanita. Biasanya mereka diam karena diancam atau mati, tetapi terhadap Sisilia, ia tidak bisa melakukan itu.

Kestabilan emosi adalah kunci komunikasi yang baik. Sisilia berusaha mengendalikan diri. Mungkin dia salah paham terhadap situasi ini. Dia tidak boleh termakan asumsi sendiri ataupun mendengar dari satu pihak saja. Dia harus mendengar langsung dari mulut Ambrosio. Sisilia mengatur napas menenangkan diri. "Jadi, sudah berapa lama kau merencanakan ini?"

Ambrosio menatap jengah ke jendela di sisinya. "Sekitar sebulan," jawabnya. "Aku tidak merencanakannya. Semua ini keinginan Otou-sama."

Sesuai dugaannya, pria tua itu di belakang semua ini. Sisilia menghela sinis. "Dan wanita itu, kau yang memilihnya?" Perutnya terasa perih sekali menanyakan hal itu.

"Aku tidak memilih siapa pun. Otou-sama yang memilihnya."

"Dan kau menyetujuinya?"

Wajah Ambrosio mengeras dan kelopak matanya menunduk penuh rasa bersalah. Faktanya ia memang menyetujui rencana Otou-sama dan ia tak punya pembelaan atas keputusan itu.

Menyadari Ambrosio tidak membantah, Sisilia geram bukan kepalang. "Bangsat!" makinya seraya menendang kursi di depannya. Bugh!! Ouch, sakiiit! rengek Sisilia dalam hati. Kakinya cenat-cenut meradang, tetapi amarah membuatnya sanggup menahan rasa sakit itu.

Ambrosio bergeming. Siap menerima ledakan amarah Sisilia. Hidung Sisilia kembang kempis kepanasan dan menyunggingkan senyum getir. "Jadi, kapan acaranya?"

"Lima hari lagi," jawab Ambrosio tanpa keraguan.

"Apa?!" Sisilia terperangah. "Dan aku baru tahu sekarang? Ambrosio, kau ... jadi kau berencana tidak memberitahuku soal ini? Kau ingin merahasiakan pernikahan keduamu?"

["Yang ketiga sebenarnya, aku pernah menikah dengan kakakmu, kalau-kalau kau lupa."

"Oh, iya, aku hampir lupa. Jadi ini akan menjadi pernikahan ketigamu. Selamat!"]

"Aku tidak sanggup mengatakannya. Aku sangat mencintaimu, Sisilia dan aku tak mau kehilanganmu!" ujar Ambrosio frustasi.

Mata mereka bertaut untuk sesaat. Sorot penuh harap terpancar dari mata kelam pria itu. Lidah Sisilia kelu dibuatnya. Sukar menerima jawaban Ambrosio meskipun sebelumnya dia sudah menduga Ambrosio akan berkata demikian. Ego sebagai laki-laki yang ingin berpoligami tentu saja tidak akan melepaskan istri yang ada. Ambrosio benar-benar serakah!

"Jadi kau ingin memaksakan kehendakmu padaku? Kau ingin aku menerima wanita lain dalam rumah tangga kita? Kau anggap apa aku, Ambrosio? Kau pikir karena aku tidak pedulian dan lebih mengutamakan pekerjaan lalu aku akan membiarkan kau beristri lagi?"

Play In Deception 2: Camouflage (END)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें