Baby.. Four

2.8K 437 23
                                    

Hehe.. buat lullaby kalian ^^

Hope U will enjoy this story
Happy reading :)

















"Kamu kenapa ngumpet di situ!?" tanya Brian seketika. Sedangkan remaja itu semakin melesak ke dalam, terpojok diantara dinding dan kolong ranjang yang kotor penuh debu.

"Hatchiih.." terdengar suara bersin singkat dari sosok kurus itu. Sudah dapat dipastikan jika dirinya bersin karena debu.

"Ayo keluar, aku gak akan memakanmu, lagipula aku gak suka daging manusia," si dokter bercanda. Ya.. selera humornya memang buruk sekali, karena bukannya tertarik agar mau ke luar dari tempat persembunyiannya, anak itu malah semakin meringkuk takut di ujung.

Ah, bagaimana ini? Anak itu ternyata bukan remaja yang terlihat normal seperti umumnya. Kenapa juga harus bersembunyi di kolong ranjang? Brian jelas pusing dengannya.

"Hei.. ayo, gak perlu takut. Aku tahu kamu juga di sana ngerasa gak nyaman. Dan kamu pasti lapar 'kan?" baiklah, Brian harus sabar dengan hal ini. Karena ternyata anak itu tak muda dibujuknya.

Ngomong-ngomong soal lapar, ia 'kan tadi sudah menyiapkan sarapan untuk anak itu. Mungkin membawakan ke kamar akan membuatnya mau ke luar dari kolong ranjang Brian. Ya! Itu ide yang bagus 'kan?

Ayo, jalankan ide bagus itu!

Brian pun segera beringsut bangun dari posisinya yang semula merunduk di sisi ranjang untuk pergi ke dapur dan mengambilkan apa yang dibuatnya tadi. Pancake dengan siraman madu dan juga segelas susu coklat hangat, jelas terlihat nikmat. Apalagi ditambah beberapa buah strawberry di pinggir piringnya.. hmm.. siapa yang bisa menahan untuk tidak mencicipinya?

Ayo, Brian! Kau pasti bisa membujuknya untuk keluar! Yakinkan Brian pada dirinya sendiri saat membawa nampan berisi sarapan untuk remaja itu, sesaat sebelum ia kembali masuk ke kamarnya.

Agar anak tersebut percaya jika si dokter sudah membuatkan sarapan untuknya, Brian pun meletakan nampan bawaannya di lantai, tepat di sisi ranjang. Setelahnya ia kembali merunduk untuk melihat sosok di ujung itu.

Masih sama.

"Ayo, kamu pasti laper. Aku gak tahu apa kamu suka makanan manis sepertiku atau tidak, tapi aku berusaha membuatkan sarapan ini sebisaku," urai si dokter lagi, masih dengan posisi merunduk di sisi ranjang untuk melihat reaksi dari sosok itu.

Sedikit memberikan respon, karena Brian melihat jika bocah tersebut menunjukan wajahnya separuh yang ditutupi tangannya.

Ah, Brian baru sadar jika ia memiliki wajah yang ternyata lebih dari kata manis. Namun, tertutup dengan raut yang sedih dan ketakutan. Entah kenapa ia berlaku demikian.

Baiklah, jangan memaksanya lagi atau ia akan benar-benar diam di sana sepanjang hari. Jadi Brian menunggunya keluar dengan duduk melantai dan bersandar pada sebelah dinding.

Satu jam ..

Dua jam ..

Tiga jam berlalu, namun tak sedikitpun ada tanda-tanda jika anak itu akan menujukkan rupa aslinya dari kolong ranjang. Sedangkan perut Brian pun kini sudah mulai keroncongan, minta diisi makanan.

Ah, apakah ia akan benar-benar ada di dalam sana sepanjang hari? Apakah Brian harus menunggunya juga sepanjang hari? Ini sungguh membosankan, dan juga melelahkan. Kenapa anak itu tingkahnya aneh sekali!?

Yasudah, daripada diam tidak jelas menunggu kapan sosok itu muncul dari kolong kasur, lebih baik Brian kembali ke dapur dan memakan sarapannya, yang ia yakini sudah dingin sejak tadi.

The Pacifier ✔ [Banginho] Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora