Baby.. Eleven

2.5K 384 121
                                    

Keesokan sorenya, Brian terlihat tengah duduk melantai bersama Achel di ruang tamu. Pada meja di depan mereka sudah ada setumpuk buku bacaan yang mereka beli kemarin setelah pulang dari taman. Dan sore inilah waktu yang tepat untuk memulai mengajarkannya pada Achel, sebab sejak jam delapan pagi tadi hingga pukul empat ia berada di rumah sakit untuk melakukan pekerjaannya.

"Hurif A buat Apel," ucap Brian mengulangi untuk yang kesekiankalinya. Namun anak yang sedang diajarkan oleh si dokter malah asik memutar-mutar rubik.

"Achel, ayo sini liatin bukunya," serunya kemudian.

"Hng?" dan selalu didapatinya jawaban yang sama. Tak pernah berubah selain tatapan wajahnya atau ekspresinya saja yang berganti. Entah itu menoleh atau sekedar memiringkan kepala dengan wajah yang nampak kikuk.

"Bukunya perhatiin dong, Chel," ujar yang dewasa lagi. Tapi yang diajak bicara malah sibuk sendiiri.

"Achel.." suara Brian mulai meninggi, namun tetap tak berubah. Ia diacuhkan. Hingga Brian rasanya mulai kesal lalu mengambil kubus rubik yang Achel mainkan hingga si empunya terlihat memekik sebal.

"Aaaaahhh.." suara yang muda terdengar memberontak, tak mau jika mainannya diambil dengan paksa.

"Belajar dulu! Jangan main terus. Kemarin 'kan Achel udah janji sama Byan kalo mau belajar, tapi sekarang malah sibuk main rubik," lelaki dewasa itu mulai mengomel.

Si manis merunduk sedih, ia tak lagi memberontak dan terlihat pasrah dengan apa yang dikatakan lelaki itu padanya.

"Ini bukunya diperhatiin. Dengerin yang Byan bilang," lagi-lagi, Brian meninggikan suaranya hingga terdengar seperti sebuah bentakan.

"A untuk Apel, B untuk Beruang, C untuk Cacing.." ia kembali mengulangi apa yang tadi diajarkannya dari awal sampai akhir. Sedangkan si manis terlihat menatap dengan raut cemberut.

Selesai menunjukan dari awal huruf A sampai Z, Brian kembali menguji seberapa memerhatikannya Achel terhadap apa yang diajarkannya barusan.

"Ini huruf apa?" sang dokter menunjuk ke salah satu diantara abjad itu.

"Eng.. ku-kucing.." jawab Achel pelan.

"Hurufnya, Chel, bukan gambarnya. Tadi 'kan udah Byan sebutin satu-satu. Masa sekarang lupa lagi!?" Brian mendengus sebal.

Achel merungut, bingung dan juga takut karena lelaki itu terus mengajarkannya dengan nada tinggi dan tidak sabaran. Membuatnya merasa ditekan untuk memahami apa yang ditunjukan padanya.

"Nih, coba yang ini. Ini huruf apa!?" kembali ia menunjuk acak huruf-huruf dalam buku alfabet itu. Namun Achel malah menggeleng pelan.

"Kok malah geleng-geleng!? Kan tadi udah ditunjukin  juga ini huruf apa. Kenapa Achel susah banget sih dikasih taunya!?" suaranya kembali meninggi. Tak hanya itu, Brian pun lupa sampai menggebrak meja karena sudah tak lagi bisa sabar. Sementara Achel semakin merunduk.

"Ini huruf apa!!?" Ia membentak.

"Ti-titus.." yang muda mencicit.

"Kok malah tikus!? Byan kan tadi nanya ini huruf apa, bukannya hewan apa! Kenapa malah jadi tikus!? Ini kan huruf G, Chel!! G buat Gajah, bukannya tikus!! Kamu gimana sih?!" hantam yang dewasa tak henti.

Sore itu langit terlihat begitu cerah di luar rumah. Beberapa anak tetangga pun terdengar asik berlarian pada sekitar depan rumah Brian. Tak luput juga dengan kendaraan yang lalu-lalang pada jalanannya. Namun semua itu tak membuat Brian sedikitpun beralih untuk sekedar menikmati keindahan sore hari saat ini. Ia malah terlihat sibuk meninggikan suaranya hingga dirasa-rasa dapat terdengar hingga ke seluruh pelosok rumahnya sendiri.

The Pacifier ✔ [Banginho] Where stories live. Discover now