Baby.. Eighteen

2.2K 315 67
                                    

Harusnya Brian mendengarkan apa yang Weynie katakan padanya dahulu. Review bagus bukan berarti menjelaskan jika suatu produk berkualitas. Ada kalanya cacat produksi dan gagal dalam penjualan.

Pun hal yang sama dengan yang namanya manusia, ada kalanya yang kita lihat saat ini adalah sebuah tipuan. Bisa saja ternyata di balik senyuman yang diberikan ada seringai licik yang disembunyikan.

Bisa saja 'kan?

Tentu! Karen Jennie adalah salah satu contoh nyatanya.

"Aw.. aww.." ringis si remaja saat tangan kokoh itu berusaha mengobati luka lebam di tangannya dengan kompresan air hangat serta balsem pereda nyeri yang dioleskan secara perlahan.

"Sakit ya?" yang dewasa terlihat tersenyum dengan getir kala mengucapkannya. Dan lawan bicaranya itu mengangguk lemah berikut wajah yang merunduk sedih.

"Kenapa Achel gak bilang sama Byan kalo dipukul Ms. Jennie kemarin?" yang dewasa kembali bertanya. Namun anak lelaki delapan belas tahunan itu malah semakin merunduk, enggan menjawab meski hanya sepatah kata.

"Achel? Byan nanya loh, kok gak dijawab?" lagi, Brian bersuara dengan selembut mungkin.

"Eng-enggak boleh.." dan kali ini ia mendapatkan sebuah jawaban meskipun tak begitu jelas.

"Kenapa gak boleh?"

"Nan-nanti.. Achel di-ku-kukul lagi.. tuk!.. g-gitu," yang muda berusaha menjelaskan alasan dengan tangan sedikit memperagakan bagaimana cara wanita tersebut menyakiti dirinya dengan tega.

"Dipukulnya begitu?" sang dokter mengernyitkan dahinya dengan begitu jelas. Posisinya yang kini berjongkok di depan si manis pun kian memperlihatkan segimana lugunya anak itu berbicara dengan raut yang sungguh polos.

"He-em.. Achel sa-sakit.. telus nangis, Y-Yan.." lanjutnya dengan kepala mengangguk serta bibir yang mengerucut. Nampak begitu lucu, namun juga miris secara bersamaan.

Sungguh, karena Jennie tau jika Achel adalah anak yang penurut, bukan berarti ia bisa bertindak semena-mena kepadanya bukan? Lihat saja, segimana remaja itu dengan polosnya berbicara, menjelaskan apa yang terjadi padanya dengan rangkaian kata yang terputus-putus. Tidakkah ia mengasihani keadaan anak didiknya sendiri? Ini sungguh keterlaluan.

"Maafin Byan, ya.. Achel jadi luka gini gegara Byan," ujar si dokter, tapi saat itu juga anak di hadapannya itu menggeleng lemah.

"A-Achel nakal, Yan.. telus di.. diku-kukul." sahutnya pelan seolah mengakui jika ia sendiri yang salah disini. Yang kembali membuat Brian merasa sedih dan miris menatapnya.

Namun, dibalik itu juga Brian merasa sungguh merasa bersalah. Teringat saat ia berusaha mengajari Achel mengenal huruf dan berakhir dengan suara tangisan serta omelan dari sahabatnya.

Harusnya ia bisa lebih sabar menghadapi itu. Jangan karena Felix dulu bisa dengan cepat menangkap pelajaran bahasa, hingga membuatnya berpikir bahwa Achel pun akan sedemikian sama dengannya. Dan harusnya Brian juga sadar kala itu, jika semua orang di dunia ini tak ada yang memiliki kesamaan, sekalipun terlahir kembar identik.

"Mau makan Krabby Patty lagi?" tukas Brian mendadak, yang juga membuat si manis seketika mengangkat wajahnya dengan manik berbinar luar biasa cerah.

"Maaauuuuu.." serunya kencang.

" serunya kencang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
The Pacifier ✔ [Banginho] Where stories live. Discover now