Baby.. Forty Three

1.7K 257 112
                                    

Tersangka utama kasus ini akhirnya tertangkap dalam waktu seminggu setelah menjadi target pengejaran utama para polisi.

Martin, lelaki itu dibekuk saat berusaha kabur dengan bersembunyi di dalam salah satu kontainer besar yang hendak diangkut kapal barang pada salah satu pelabuhan. Dengan hadiah sebutir timah panas yang menembus pergelangan kaki kanannya dari salah satu anggota polisi karena sempat melawan akhirnya ia berhasil dilumpuhkan. Kini sambil menunggu sidang akan kasus kejahatan yang dikukan, Martin pun mau tak mau harus merasakan dinginnya lantai di balik jeruji besi dalam hotel prodeo seperti yang Brian ancamkan padanya.

Dan Jack, adik lelakinya itu sudah menyerahkan diri sejak ia tersadar pasca operasi luka tusukan di perutnya empat hari yang lalu. Meski hingga kini ia masih ada dan dirawat di rumah sakit untuk menunggu kondisinya benar-benar pulih.

Dan di sinilah Brian berada saat ini, duduk di ruangan VVIP dengan sebuah kruk tersimpan di sisi dinding dekat dengannya dan ditemani lelaki yang tak lain adalah Weynie.

Agak mengejutkan karena saat Brian mengunjungi ruang ICU, tiba-tiba saja perawat di sana bilang jika Achel dipindahkan ke ruang VVIP oleh seseorang. Padahal seingat dia, ia tak meminta siapapun untuk memindahkan Achel.

"Aku sudah tau semuanya," ucap si beruang madu pada Brian. Ia cukup beruntung karena meski tubuhnya dibanting ke meja kaca hingga hancur, namun tak sampai memiliki luka yang berarti. Hingga hanya cukup merasakan rawat inap selama dua hari saja sudah dibolehkan pulang. Berbeda dengan Brian yang hingga saat ini masih harus menetap di sana karena luka operasi pada pahanya yang belum juga membaik.

Ah, tentu saja takan cepat membaik kalau dia saja tak bisa diam di kamarnya untuk beristirahat dan malah keluyuran ke dalam kamar pasien lain seperti saat ini.

"Tentang siapa Achel sebenarnya," tambahnya.

Brian menoleh, menatap wajah Weynie dengan tatapan hampa tanpa berniat menjawab sama sekali. Sedang suara bed side monitor di sisi meja nakas adalah satu-satunya pemecah keheningan di antara mereka.

"Pagi tadi, ada dua orang polisi yang datang ke rumahku. Mereka memintaku dan juga dirimu menjadi saksi nanti di pengadilan untuk sidang kasus Achel. Tapi kubilang kondisimu belum membaik dan belum boleh pulang dari rumah sakit," urainya panjang. Dan Brian hanya diam mendengarkan.

Hening sesaat, tapi kemudian Weynie melanjutkan ucapannya, "Mereka juga menjelaskan siapa Achel sebenarnya padaku."

"Achel?" suara itu akhirnya terdengar kembali.

"Ya," sahut lawannya kemudian.

Baiklah, memang mungkin ini saatnya Brian menyelesaikan puzzle tentang si manis di kepalanya. Mungkin ini memang waktunya semua kemisteriusan tentan si manis terjawabkan. Tentang teka-teki membingungkan yang selalu Brian pertanyakan akhirnya terjawabkan.

"Siapa.." suara itu parau, dan tersendat dengan rasa takut juga cemas akan hal yang akan didengarnya. Tapi kemudian ia melanjutkan, "siapa Achel sebenarnya, Win?"

Weynie menarik napas panjang sesaat, menghembuskannya dengan pelan dan mulai menuturkan kalimat pada sahabatnya dengan suara datar namun penuh kesabaran.

"Nama aslinya Leander Marcelino Haner," ungkapnya.

"Haner?" Brian membeo pelan.

Lelaki yang ditanyanya mengangguk pelan sebelum menjawab, "Ya. Haner, nama keluarga yang pernah kau tanyakan padaku. Keluarga milioner yang memiliki pengaruh besar dalam industri perhotelan dan juga menjalin bisnis dengan keluargamu di bidang elektronik. Kau tak pernah mengetahui itu karena kau tak peduli dengan sepak terjang bisnis Om David."

The Pacifier ✔ [Banginho] Where stories live. Discover now