Baby.. Seventeen

2.1K 324 72
                                    

Nuuttt..

Nuuttt..

Nuuttt..

Ckleek!

"Halo?!" Brian segera mengambil suara lebih dulu saat panggilan itu tersambung. Sudah sejak lima belas menit yang lalu ia berusaha menghubungi wanita tersebut namun sulit sekali rasanya karena tak juga diangkat-angkat.

"Halo, Pak? Maaf, saya sedang mengajar. Apa ada perlu?" suaranya di seberang sana.

"Maaf jika saya mengganggu Anda, tapi saya hanya ingin menanyakan tentang Adik saya," ujar si dokter dengan nada datar.

"Iya? Apa ada sesuatu tentang Achel?" Jennie menyahuti, suaranya masih terkesan santai tak menunjukan reaksi berlebih.

"Anda tahu kenapa tangan kirinya bisa terluka? Maaf, saya tidak bermaksud menuduh Anda, tapi saat saya pulang tadi, saya melihat jika ia sedang murung dan ada lebam membiru di tangan kirinya," ungkap Brian seketika.

Hening untuk sesaat, guru itu tak langsung menjawab ucapannya dan terdengar suara anak kecil di ujung sana yang memang menjelaskan jika ia sedang mengajar. Pun menyadarkan jika Brian seharusnya menahan diri agar tidak mengganggunya disaat-saat seperti ini.

Tapi ia tidak tahan!

"Ah? Maaf, tadi ada sedikit masalah, Pak. Saya akui itu kecerobohan saya karena sempat meninggalkan Achel ke kamar mandi dan menemukannya sudah jatuh dari tangga. Saya menyesal, Pak karena sudah lalai menjaga Adik Anda. Tapi sungguh, ia terluka karena jatuh dari tangga," kelakarnya setelah terdiam beberapa detik.

Jatuh ya?

"Ehm.. jadi begitu ceritanya? Jika memang benar seperti yang Anda katakan, saya memohon maaf. Saya terlalu terburu-buru hingga sudah mengganggu waktu Anda," sambut Brian.

"Baik, Pak. Tidak apa, itu memang sudah semestinya bukan karena Bapak sayang dengan Achel. Saya mohon maaf sekali lagi atas kecerobohan saya hari ini," jawab si wanita.

Ada jeda sesaat sebelum Brian kembali mengatakan sesuatu tentang Achel, lalu sesudahnya, ia pun segera menutup panggilan itu. Dan termenung sendiri di meja dapurnya dengan raut wajah curiga serta alis yang saling tertaut jelas.

"Jatuh dari tangga?" gumamnya pelan. Ia merasa agak janggal dengan alasan itu. Bukan, bukan karena ia tak percaya pada Jennie, tapi rasanya jika seseorang jatuh dari tangga sepertinya yang akan mendapatkan lebam serupa adalah bagian kaki ataupun punggung serta lengannya. Karena.. ya.. bagian itu rasanya lebih masuk logika jika lebih dulu mencium lantai.

Oh, sungguh! Brian merasa aneh sendiri. Ia ingat saat dulu terpeleset dan jatuh dari tangga di rumah orang tuanya dan yang ia dapatkan adalah kakinya yang terkilir. Bukan lebam di telapak tangannya.

Apakah Jennie berbohong?

Brian meragu.

Ah, daripada berdebat dengan otaknya sendiri antara jujur atau tidaknya ucapan Jennie padanya tadi, jadi Brian putuskan saja untuk segera kembali ke kamar si manis lalu mengajaknya untuk turun dan makan bersama. Kebetulan jam sudah menunjukan pukul tiga sore dan perut si dokter sudah mulai tidak karuan. Brian bahkan yakin jika saat ini cacing di dalam ususnya itu mungkin sedang karokean atau mungkin tengah melakukan konser rock metal dadakan. Karena sungguh, bunyinya kencang sekali, ia bahkan jadi malu sendiri.

Drap!

Drap!

Drap!

Tungkai itu berjalan dengan sedikit tergesa saat menaiki anak demi anak tangga yang menuju ke kamar si manis di loteng, lalu setelahnya ia pun segera menghujam pintu dan membukanya tanpa permisi. Bahkan saking keras dorongan itu membuat si empunya kamar yang sedang asik menyusun balok jenga jadi kaget karenanya.

The Pacifier ✔ [Banginho] Where stories live. Discover now