Baby.. Nine

2.6K 378 69
                                    

Dua fakta tentang Achel kembali dikuak oleh Brian hanya dalam satu hari saja.

Satu, Achel adalah anak yang memiliki bakat dibidang seni, ia pandai melukis mural. Kedua, anak ini tak pernah disekolahkan, hingga tak tahu sama sekali tentang alfabet dan hal lainnya. Jangankan untuk membaca, tahu huruf saja tidak. Dan ini adalah sebuah garis keras untuk Brian, sebuah PR untuknya. Yakni, mengajarkan Achel mengenal huruf dan membaca.

Sekiranya begitulah yang ada dalam pikiran si dokter saat ia meninggalkan si manis tadi malam. Namun pada pagi harinya..

"Ugh.." lelaki dua puluh tigaan itu meringis pelan saat merasakan sebelah bahunya terasa pegal bukan main.

Ya.. itu adalah hal pertama yang ia rasakan sebelum mendapati ada sesosok tubuh yang ternyata sudah menjadikan lengannya sebagai bantalan. Entah sejak kapan.

"A-Achel?" sebutnya pelan, disertai alis yang bertautan dengan begitu jelas.

Jam masih menunjukan pukul tiga pagi, dan Brian tidak tahu apa yang membuat anak itu berada dalam pelukannya kini. Ia bahkan tidak tahu kapan anak itu masuk ke dalam kamarnya.

Ya, jangan salahkan Achel jika ia mendadak ada di sisi Brian. Salahkan Brian sendiri yang selalu teledor hingga lupa untuk mengunci pintu kamarnya.

Remaja itu tak menjawab. Tentu saja, karena ia masih terlelap dalam tidurnya yang nyenyak. Mungkin juga sedang bermimpi indah saat ini. Tapi, jika melihat dari raut wajahnya yang seperti orang cemas, Brian tidak yakin bila mimpinya bisa dikatakan demikian.

"Achel?" Brian kembali menyebutkan namanya pelan. Jemarinya menyibak anak-anak rambut yang menutupi kening mulus dari wajah polos nan teduh itu dengan lembut.

Namun, tiba-tiba saja tangan ringkih Achel yang semula terlipat di depan dadanya kini beralih memeluk pinggang Brian, dan melesakkan wajah itu ke dada bidang sang pria. Sebelum sebuah suara terdengar dari mulutnya.

"Hiks.. ngghh.. hiks.." tangan itu meremat piyama orang yang dipeluknya dengan kuat, memberikan kejelasan jika mimpi yang dilaluinya kini bukanlah sesuatu yang indah.

"Achel.." suara Brian kembali terdengar, namun isakan Achel semakin keluar dengan jelas. Tak hanya itu, Brian yang sedikit menyibakkan rambut pada wajah manis tersebut pun bisa melihat ada jejak air mata yang melintas di sana.

"Achel mimpi buruk ya?"

Tanpa diberi jawaban juga Brian tahu jika anak itu tengah bermimpi buruk. Dan karenanya ia pun segera melingkarkan lengannya pada tubuh kurus tersebut dan merengkuhnya erat.

"Ssttt... Achel gak usah takut, Byan ada di sini buat jagain Achel," bisiknya di telinga si manis.

Remaja delapan belas tahunan itu masih menangis meskipun ia juga masih tertidur. Namun, meski tak sekaligus memberikan keamanan karena tentunya dunia mimpi jelas berbeda dengan dunia nyata, nyatanya pelukan Brian berhasil membuat Achel perlahan kembali tenang. Tidurnya yang semula disertai ringisan gelisah pun berganti dengan suara dengkuran halus serta hembusan napas yang lembut.

"Hmm.. jadi, apa kamu pindah kamar karena bermimpi buruk?" Brian menggumam sendiri. Dan malam itupun kembali dilewatinya dengan posisi memeluk tubuh kecil Achel dalam rengkuhannya.

 Dan malam itupun kembali dilewatinya dengan posisi memeluk tubuh kecil Achel dalam rengkuhannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
The Pacifier ✔ [Banginho] Where stories live. Discover now