Baby.. Five

2.9K 412 65
                                    

Brian merasa bahunya sedikit pegal saat bangun pagi. Mungkin karena sepanjang malam Achel tidur dengan menjadikan salah satu lengannya bantalan.

Ah, anak itu tertidur lelap saat Brian memeluknya. Entah kenapa ia menangis saat dokter muda tersebut menyanyikan lagu Little Star semalam. Namun Brian rasa sepertinya ada sesuatu yang mendasari hal tersebut. Mungkin ingatan dari masa lalunya.

Entahlah.

Harusnya hari ini lelaki berkulit pucat itu sudah kembali masuk ke rumah sakit dan menjalankan tugasnya, namun melihat kondisi anak remaja yang ditolongnya itu terlihat belum juga membaik, terpaksa ia harus ijin lagi.

Dipandangnya wajah teduh itu sesaat yang masih terlelap di sebelah tubuhnya. Begitu teduh dan begitu polos. Membuat hati Brian mencelos dan iba karenanya. Dan kembali berpikir apa yang sudah menjadikan anak sepolos Achel bisa menjadi korban penganiayaan? Melihat dari cara ia berlaku, sepertinya Achel bukan tipe autisme yang hyper seperti Felix dan Chiko dulu. Malah terkesan penakut terhadap sekitar.

Oke, mumpung masih pagi, Brian sempatkan untuk bangun lebih dulu. Dengan perlahan menurunkan kepala Achel yang masih menindih sebelah bahunya dan juga salah satu tangan kecil yang masih melingkari pinggulnya, Brian pun turun untuk pergi ke dapur.

Hmm, sepertinya ia harus membuat menu lain untuk sarapan pagi ini. Tapi sayangnya ia tidak sepintar Weynie yang bisa memasak apa saja. Sedangkan persediaan makanan yang ia beli pun tak jauh dari mie instan atau roti dan biskuit gandum.

Ya.. mungkin anak itu akan suka dengan roti panggang dengan selai coklat. Pikirnya. Jadi si dokter berkulit pucat itu kini terlihat sedang memasukan dua pasang roti ke dalam toaster dan juga dua gelas susu untuk sarapan mereka.

Ah, jika dipikir lagi sepertinya Brian harus kembali mempraktekan hal-hal yang sudah ia lupakan bertahun-tahun silam. Merawat Achel sama seperti saat ia merawat Felix dulu.

Perbedaannya hanyalah, Achel terlihat lebih dewasa dibanding mendiang adiknya. Dan coba perkirakan, jika dilihat kira-kira berapa usia anak itu sekarang?

Enam belas?

Tujuh belas?

Ehm.. sepertinya tidak sampai dua puluh sama sekali. Dan bila dibandingkan dengan Brian atau Weynie juga ia terlihat masih sangatlah muda. Mungkin sekitaran delapan belasan tepatnya.

Tak!

Ah, roti dalam toaster itu sudah matang. Buru-buru Brian mengambilnya dan meletakkannya di atas piring sebelum mengolesi dengan selai coklat dan memberi sedikit taburan keju. Setelahnya ia pun bersiap dengan gelas-gelas yang akan diisi susu.

Ah, sudah siap. Brian menyunggingkan seulas senyuman bangga dengan hasil kerjanya itu. Lalu kira-kira apa lagi yang harus dilakukannya setelah ini? Tapi, disaat itu juga Brian mendengar suara decitan pintu yang terbuka.

Oh, lihat. Achel saat ini diam-diam sedang mengintip Brian dari balik celah pintu yang dibukanya sedikit. Manik bulatnya mengerjap-ngerjap beberapa dengan tangan yang berpegangan ke kusen pintu. Menggemaskan sekali tingkahnya itu.

"Achel udah bangun?" tanya sang dokter seketika saat menyadari jika anak itu memerhatikannya. Namun bukannya menjawab atau mendekat, ia malah kembali masuk dan menutupkan pintu.

Klap!

"Yahh.. dia ngumpet lagi," gumam Brian. Segera ia melepas apron yang dipakainya sebelum tungkai kokoh itu beranjak mendekat dan masuk ke dalam kamarnya.

Baiklah, hanya ada tiga kemungkinan besar di mana Achel bersembunyi sekarang ini. Jika ia tidak masuk ke kolong kasur, maka ia akan ada di belakang lemari dan satu tempat lagi yang bisa dipakainya bersembunyi adalah kamar mandi.

The Pacifier ✔ [Banginho] Where stories live. Discover now