Baby.. Thirty Five

1.5K 238 70
                                    

"Ikat dia. Aku tak mau dia kabur lagi. Dan pastikan agar dia tidak lagi bisa menjerit seperti tadi," titah Martin pada adiknya.

"Hah!?" Jack menoleh dengan wajah bingung. Ia baru saja membaringkan Achel di atas kasur dalam salah satu kamar di rumah itu.

"Apa selain dungu, kau juga tuli sekarang ini?!" hujat yang dewasa seketika.

"Aku mendengarmu, tapi apa kau serius untuk mengurungnya seperti dulu lagi!?" balas yang muda. Sejak tadi berusaha menahan amarahnya.

"Apa kau ingin aku melepaskan kepala dengan tubuhmu?" balas Martin sengit.

Jack mendengus kesal lalu melengos mencari sesuatu pada laci nakas di pinggir kasur, sementara Martin pergi begitu saja tanpa ada kalimat lagi dari mulutnya.

Lelaki tiga puluh delapan tahun itu kini terlihat bimbang dengan apa yang akan dilakukannya. Seutas tali sebesar ibu jari orang dewasa serta sebuah selotip hitam juga gunting sudah di tangannya. Tapi entah kenapa melihat wajah teduh Achel yang tertidur itu malah membuatnya enggan melalukan apa yang diperintahkan kakaknya.

"Hhhh.." helaan napas lelah terdengar berembus dari hidungnya yang runcing. Jack menyugar rambutnya frustasi sebelum beralih mencari benda lain dalam nakas yang sama.

Sebuah balsem pereda nyeri lebih jelasnya. Ia membuka penutup obat luar itu dan perlahan mengoleskannya ke atas memar di kening Achel. Dengan sangat lembut dan hati-hati, jika saja ingin tahu lebih jelasnya. Selepas itu ia pun kembali beralih pada benda-benda yang diambilnya tadi.

"Maafkan aku," bisiknya pelan saat meraih dua pergelangan tangan si manis mulai menyatukannya dengan tali.

"Kau tau, Achel? Sejujurnya aku cemas tapi juga senang saat kamu kabur dari rumah dulu. Aku senang karena kau bisa lepas dari kakakku, tapi juga cemas karena aku takut kamu akan hidup terlantar di jalanan," ia berucap pelan seolah sedang mencurahkan isi hatinya.

"Dan aku cukup senang saat kudengar kamu justru tinggal dengan seorang dokter baik hati yang mau menolongmu. Dia benar-benar merawatmu hingga sehat. Aku juga senang saat tahu kamu punya teman bermain yang seusiamu, bukannya dengan lelaki hidung belang yang menjadi pemain atas dirimu. Sungguh, aku berharap agar Martin tak lagi menemukanmu saat itu," suaranya berat namun juga lembut secara bersamaan. Jemari kokoh itu mulai menguatkan simpul pada lilitan tali yang mengikat tangan si manis lalu menyambungkannya pada besi head board ranjang tersebut.

"Tapi dia bukan pria biasa, dan kamu jelas tahu itu. Koneksinya dengan dunia luar sangatlah kuat, aku sendiri bahkan tak tahu sampai ke mana dan bagaimana dia melakukannya hingga akhirnya tempat persembunyianmu itu bisa diketahui olehnya. Dan saat itu aku mulai panik jika ia akan melukaimu lagi, serta membawa si dokter yang tak tahu menahu tentangmu menjadi sasaran untuknya," urainya lagi.

Pandangannya sendu saat kedua manik berwarna hitam gelapnya memandang wajah Achel yang belum juga tersadar dari pingsannya tadi. Sementara tangannya mulai menarik selotip dan memotongnya kecil, lalu menempelkannya pada dua bongkahan kenyal nan ranum itu.

"Dan aku menyesal karena tak bisa mencegahnya melakukan ini padamu. Karena aku juga takut padanya.. maafkan aku, Achel. Aku sudah menganggapmu seperti adikku sendiri, dan aku sangat menyayangimu," lirih Jack sembari tangan mengusap lembut rambut remaja itu dengan tangannya.

"Semoga rencana yang sudah dia buat itu gagal dan kau bisa kembali hidup bebas dengan orang-orang baik yang akan terus melindungimu."

Jika ingin tahu, sebenarnya Achel kabur dari Martin itu karena Jack yang membantunya. Pria tampan dengan tahi lalat kecil di atas alis kirinya tersebut sengaja melepaskan ikatan tangan Achel, dan membuka kunci pintu belakang rumah mereka. Hingga akhirnya Achel berhasil lari dan berakhir dengannya tinggal di rumah Brian.

The Pacifier ✔ [Banginho] Where stories live. Discover now