Baby.. Forty Seven

1.9K 273 133
                                    

Sepuluh tahun, adalah bukan waktu yang sebentar untuk dihabiskan dari balik jeruji besi. Namun setidaknya Jack sedikit bersyukur karena dibanding Martin, ia mendapatkan hukuman yang lebih ringan.

Sidang atas kasus penculikan Achel yang sempat ditutup itu pada akhirnya diselesaikan dengan lancar, meskipun sempat ada kericuhan dari pihak terdakwa utama, Martin yang merasa tak adil karena mendapatkan hukuman penjara dua puluh lima tahun dan berbanding jauh ketimbang dengan yang diberikan pada adiknya. Namun hukum tetaplah harus didirikan dan keadilan haruslah  ditegakkan, pun hakim sudah menentukan hukuman dengan seadil-adilnya berdasarkan undang-undang yang berlaku. Hingga maka pada akhirnya, Martin pun menyerah. Ia kalah meski sebagaimana jua berusaha membela diri.

Terlebih kala Brian serta Weynie yang datang dengan menjadi saksi. Kedua sahabat itu menjelaskan secara rinci kronologi kejadian dari awal mereka bertemu dengan Achel sampai pada titik dimana keduanya nyaris berakhir meregang nyawa di tengah hutan. Semua mereka ceritakan, tak terkecuali tentang tragedi mobil Brian yang tidak sengaja menabrak Achel pada hari pertama mereka bertemu. Semuanya.

Dan esok adalah hari pertama Jack memulai hidup barunya di penjara. Memulai kembali berpijak di jalan baru dengan mencoba menebus dosanya pada bangunan hotel prodeo yang dibangunkan pemerintah untuk orang-orang seperti dirinya.

Namun sebelum itu, ia sempat meminta pada pihak kepolisian agar memberinya ijin datang ke rumah sakit agar bisa menengok si manis, karena sejak pertemuannya dengan Weynie serta Brian di hari itu, Jack belum melihat lagi seperti apa kondisi Achel saat ini. Meski demikian ia sudah tahu jika pemuda manis tersebut telah sadar dari komanya.

Di rumah sakit...

"Ki-Kiti mau.. m-ma-mamam," celoteh Achel saat Agatha bertanya kenapa kucingnya tidur saja.

"Mau mamam?" si ibu membeo lembut pada anaknya, dan Achel mengangguk dengan senyuman di wajahnya.

Ya, sejak Achel ingat kembali dengan semua memori di masa lalunya, kini ia mulai terlihat mencoba mengakrabkan diri kembali dengan Agatha, ibu kandungnya. Tentu saja ini adalah sebuah peningkatan yang bagus, karena mengingat jika Achel itu sulit sekali dekat dengan orang yang dianggapnya asing. Memang, ikatan darah antara ibu dan anak takan pernah bisa dipisahkan meskipun terbatasi oleh ruang dan waktu.

"A-Achel ma-mau.. pulang," ia mulai kembali merengek. Kali ini mata bulat itu terlihat mengedar pandangan ke sekeliling ruangan sepi di mana hanya ada ia dan Agatha saja di sana.

"Iya, nanti kita pulang ya sayang, tunggu kamu sembuh dulu," jawab si ibu pelan disertai usapan lembut pada rambut puteranya.

Ah, iya.. anak itu sudah tak lagi menggunakan oxygen rebreathing mask lagi karena sudah bisa bernapas dengan normal. Namun masih harus diinfus serta melakukan perawatan lainnya terkait luka bekas operasi serta luka-luka lainnya yang belum sembuh total.

Cklek!

Mendadak pintu terbuka dan memunculkan Ludwig serta Brian dari baliknya, keduanya juga nampak sedang bercakap-cakap ringan tentang rumah sakit dan masalah ke dokteran yang menyangkut Brian di dalamnya.

"Gak tau, Pak. Saya masih ragu kalo gitu," jawab yang muda.

"Loh? Kenapa? Bukannya temanmu yang psikolog itu juga sudah membuka praktek sendiri?" Ludwig kembali bertanya.

"Ehm.. dia lebih berpengalaman dibanding saya, dia juga punya wawasan lebih luas. Sementara saya masih harus belajar lagi setelah ini," dokter muda itu memberikan senyuman simpulnya pada ayah dari si manis tersebut.

"Saya yakin kok kamu bisa, lagipula bukannya Dave sudah memberimu ijin untuk membuka  rumah sakit sendiri? Kamu hanya perlu keberanian untuk melakukannya," pria itu memberi tepukan pelan pada bahu lawan bicaranya, pun disertai dengan senyuman teduh yang membuat si dokter hanya bisa mengulum senyum dan mengangguk pelan.

The Pacifier ✔ [Banginho] Where stories live. Discover now