Baby.. Forty

1.6K 255 57
                                    

"BARBAR, GILA!!" teriak Weynie saat mobil itu berhenti dengan keadaan kap depan yang hancur.

Oke, sepertinya Brian akan dimarahi oleh David karena sudah merusakkan mobil tersebut. Pun lagi bukan harga yang murah untuk memperbaikinya.

"Shut up your fuckin' mouth! Cepet turun!" bentak Brian meski tak sekencang suara Weynie.

Sialan vampir gadungan itu! Ia sungguh membuat ingin si beruang madu mati muda hanya karena ikut dalam misi gilanya ini.

"Apa kau gak bisa berenti dengan normal aja dan ngetuk pintu!? Kau mau membunuh orang yang ada di dalam rumah ini!?" gerutu Weynie, tapi Brian tidak menjawab dan justru malah segera berhambur ke luar.

"ACHEL!!" teriaknya dengan lantang seketika. Kaki jenjangnya melompati satu demi satu kayu yang patah dan menyingkirkan beberapa puing bangunan yang menghalangi jalannya.

Keduanya mengedarkan pandangan ke sekeliling. Rumah itu tak begitu besar, namun di dalamnya terdapat beberapa kamar dengan pintu coklat tua dan aroma kayu lapuk yang menyengat. Pada bagian ruang tamu ada satu set sofa butut yang sudah koyak di sana-sini karena termakan usia dengan meja kaca yang kakinya terbuat dari kayu.

Weynie mendapati ada beberapa pintu di sana, dua tertutup dan salah satunya sedikit terbuka yang seketika membuatnya penasaran untuk masuk ke dalam. Harap-harap Achel memang ada di sana.

Brakk!

Weynie nyaris melompat karena kaget sebab Brian mendadak menendang satu pintu yang tertutup, membuat kayu persegi yang sepertinya sudah rapuh itu terbuka dan hancur karenanya.

Astaga, dia benar-benar sudah gila.

"ACHEL!!" teriaknya lantang dengan mata nyalang mengedarkan pandangan pada seluruh ruangan.

Namun di antara puing-puing kayu yang hancur, Weynie tak sengaja menemukan sesuatu di bawah satu kursi kayu pada sudut ruangan. Benda yang begitu familiar dengan dua lampu merah yang masih berkedip-kedip.

"Gelang," ucapnya pelan sebelum merunduk untuk mengambil benda tersebut. Pun saat itu juga mendadak..

"Ah, jadi kalian tahu ya di mana kami tinggal?" sebuah suara membuat Brian dan Weynie melonjak dan segera menoleh ke arahnya.

Martin, pria yang berucap pada keduanya itu tersenyum menyeringai luas sambil bersandar pada salah satu sisi dinding kayu rumah tersebut.

"... dan menghancurkan rumah kami," lanjutnya.

"Dimana Achel!" bentak Brian, hendak mendekat namun tertahan karena Weynie mencekal lengannya lebih dulu.

"Bukan urusan Anda di manapun dia berada. Dia bukan siapa-siapa Anda," jawab Martin datar dengan tangan bersidekap di depan dada.

"Kembalikan Achel padaku atau kau akan berakhir membusuk di penjara, buronan gila!" hujat Brian dengan mengancam.

"Untuk apa!?" sahut Martin, begitu congkak dengan nada bicaranya.

"Kami tau Anda bukan orang tuanya," kali ini Weynie yang menyahuti ucapan sang pria.

"Oh, jadi kalian sudah tau!?" Martin tersenyum lebar seolah kalimat si psikolog adalah sesuatu yang lucu untuknya.

"Di mana, Achel!? Cepat katakan padaku atau aku akan mematahkan seluruh tulang-tulang tuamu itu!" ancam Brian lagi. Ia tentu tidak tahu sedang bicara dengan lelaki macam apa saat ini jelasnya.

"Tch! Mematahkan tulang-tulangku, katamu?" Martin mendecih seketika.

"Kumohon, Tuan. Kami hanya ingin membawa Achel kembali, tidak lebih. Sebagai gantinya kami takan memberitahu polisi jika Anda ada hutan ini," berbeda dengan Brian yang memberikan ancaman agar pria tua itu mau mengatakan di mana si manis berada, Weynie justru menggunakan cara halus seraya membujuk.

The Pacifier ✔ [Banginho] Where stories live. Discover now