36. DO NOT LEAVE ME

58.9K 6.2K 691
                                    

Ehh ketemu lagi! Jangan lupa vote dan comment

Selamat membaca ;)

"APA?!!"

Anna seketika merasa setengah tenaga dalam tubuhnya hilang. Detik itu bagaikan mimpi buruk menimpanya. Setetes bulir bening jatuh dari mata Anna. Belum siap menghadapi kemungkinan buruk didepan sana.

Kenapa hal seperti ini terjadi? Belum juga setengah hari Anna pulang dari rumah sakit. Sekarang malah Reza yang harus dirawat.

"Ak-Aku ingin ke rumah sakit." Ujar Anna dengan terisak, ia bahkan tak berdaya untuk bangkit dari duduknya dan berjalan. Bi Ida dan Jennie dengan sigap segera memapah Anna dan membantunya duduk di kursi roda. Anna dan Jennie menaiki mobil yang sudah disiapkan didepan.

"Minta Taylee menjemput Ezar!" Cicit Anna dengan lemah pada Mikha yang turut mengantarkan Anna di halaman rumah.

"Baik, nyonya."

Mobil kini melaju membelah jalan menuju rumah sakit. Anna datang kesana ditemani Jennie yang saat ini terlihat setia menyeka air matanya.

"Anda harus tenang, nyonya. Ingat pada kandungan anda yang sudah membesar ini." Jennie mengelus pelan perut Anna, berniat menenangka janin kecil disana. Pasti janin itu turut khawatir pada kondisi daddy-nya, karena ikatan batin.

Tak lama mereka tiba disebuah rumah sakit Swasta terdekat dari tempat kejadian. Supir segera turun untuk menurunkan kursi roda dari bagasi mobil. Anna dibantu Jennie yang mendorong kursi roda itu dengan segera mungkin berjalan cepat ke UGD. Hanya ada Simon disana tampak sibuk berkutat dengan laptop dipangkuannya, ia terlihat sibuk dengan dunianya dan begitu fokus.

"Bagaimana kondisi Reza saat ini, Tuan Simon?" Anna menyeka air matanya pelan.

Pria bernama Simon itu tersentak kaget dan segera meletakkan laptopnya keatas kursi. Ia bangkit dan menunduk hormat pada istri tuannya tersebut. "Dokter atau suster dari dalam belum keluar sejak tadi. Jadi saya tidak tahu bagaimana perkembangan kondisi Tuan Reza saat ini, maaf." Cicitnya diakhir kalimat.

Anna semakin cemas.

Mereka akhirnya menunggu bersama dengan diam, larut dalam pikiran masing-masing didepan ruang UGD. Anna terus berdoa yang terbaik untuk kondisi sang suami saat ini.

Pintu ruang UGD tiba-tiba terbuka, Anna langsung mendorong roda kursi itu mendekat pada dokter yang baru saja keluar dari UGD. Raut wajah dokter itu tak bisa dibaca. Entah kabar seperti apa yang akan ia sampaikan pada pihak keluarga pasiennya.

"Keluarga pasien?"

"Saya istrinya, dokter." Dengan sedikit iba sang dokter kini mengangguk kecil menatap wanita hamil dihadapannya. "Ada beberapa hal yang harus dibicarakan, ibu diharapkan ikut dengan saya ke ruangan pribadi saya sebentar."

"Maaf nyonya, bagaimana jika saya saja yang ikut dokter? Saya takut hal ini hanya akan menambah beban pikiran Nyonya Anna." Simon menawarkan diri.

"Terima kasih Simon, tapi tidak apa-apa."

"Kalau begitu, silahkan bu kesebelah sini!"

"Baik, Dokter." Jennie yang mendorong kursi roda Anna mengikuti kemana langkah dokter itu mengarah.

Setiba di ruangan dokter tersebut. Jennie tampak berdiri tegap di sisi pintu, memperhatikan Anna dan dokter itu yang kini mulai berbicara intens.

"Dengan kondisi ibu saat ini, maaf mungkin ini bukan berita yang bagus... Tapi-"

"Tapi apa, Dok?" Sela Anna seraya meneteskan air matanya. "Tapi apa?" Bisik Anna pelan.

"Kondisi pasien, dapat disebut cukup parah. Kecelakaan ini membuat kepalanya membentur keras jalan atau trotoar sehingga pasien kehilangan banyak darah. Buruknya lagi, golongan darah pasien AB min (AB-) yang merupakan darah yang lumayan langka. Bila terus terang, rumah sakit sering kekosongan golongan darah ini. Syukurnya masih ada tersisa dua kantong. Kami saat ini juga kebingungan bagaimana koordinasi untuk menemukan pendonor darah yang tepat dengan waktu yang singkat."

I MISS YOU MOMMYWhere stories live. Discover now