8. Nightmare

15.8K 2.1K 888
                                    

Jennie mulai teringat kembali dengan pertengkarannya bersama Lisa malam itu di mansion orang tuanya. Ditemani sepi, pemikiran Jennie mulai menjelajahi waktu yang sudah berlalu.

Malam itu Lisa bilang, bahwa kehadiran kakak-kakaknya tak membantu Lisa sama sekali. Justru membuat gadis itu repot. Jennie sekarang membenarkannya. Karena ketika ketiga kakak Lisa berkunjung, yang bahagia hanya mereka.

Saat memutuskan berjalan-jalan, ketiganya tertawa riang sedangkan Lisa tidak. Kejadian seperti itu, berlangsung seakan hanya ada mereka bertiga. Lisa tak pernah ikut dalan suasana hangat yang tercipta. Gadis itu akan memilih berjalan paling belakang. Diam seribu bahasa dengan pikiran melayang jauh.

Setiap enam bulan sekali, Jennie dan kedua saudarinya akan mengunjungi Lisa selama lima hari. Waktu yang singkat, ditambah Lisa tak menginginkannya membuat jarak mereka tentu tercipta semakin jauh.

Seandainya saja Jennie tahu Lisa tak menyukai kedatangan kakak-kakaknya untuk berkunjung, mungkin Jennie akan melarang Rosé dan Jisoo. Walau dia menganggap Lisa menyebalkan, tapi Jennie masih akan selalu mengutamakan kenyamanan Lisa.

"Kenapa kau bisa terluka, Jennie-ya?" suara khawatir Jisoo muncul di ruang rawat mewah itu. Jennie tentu menyanbut kedatangan keluarganya dengan senyuman manis. Berusaha membuang pemikirannya tadi.

"Hanya tergores," jawab Jennie menenangkan.

"Tapi Yerin Unnie bilang cukup dalam." Rosé angkat bicara. Sebelumnya dia memang bertemu Yerin di depan kamar rawat kakaknya. Tapi gadis Jung itu pamit pergi kembali menuju kantor.

Jennie meraih tangan adiknya. Dia tahu, Rosé adalah yang paling khawatir di antara anggota keluarga lainnya. Terbukti ketika mata gadis blonde itu kini berkaca-kaca.

"Aku sudah mendapatkan obatku. Sebentar lagi pasti akan sembuh." Jennie tak berbohong. Dia memilih rumah sakit ini adalah untuk mendapatkan obatnya. Karena tak ada rumah sakit mana pun yang menyediakan obat itu.

"Kenapa tidak pergi ke rumah sakit keluarga kita, Nak? Yerin bilang kau tidak akan kehabisan banyak darah jika memilih pergi ke rumah sakit kita."

Jennie membasahi bibirnya. Mulai mengalihkan pandangannya ke arah sang ayah.
"Obatku hanya ada disini."

Orang tua maupun saudara Jennie yang lain tak mengerti. Alhasil mereka tak menanggapi lagi. Memilih menanyakan hal lain yang berkaitan dengan pencopetan siang tadi.

..........

Hujannya amat deras kala itu. Suara yang dihasilkan sungguh memenuhi kepala Lisa. Bagaimana rintik hujan beradu dengan atap rumah dua lantai yang megah itu.

Suasananya tenang, tapi Lisa tak bisa merasakannya. Apalagi ketika tarikan keras membuat tubuh kecilnya terpaksa mengikuti langkah pamannya menuju kamar. Tidak, pamannya membawa gadis kecil itu ke kamar mandi.

"Hey, sekarang di rumah ini hanya ada kita berdua. Bagaimana jika kau membuatku senang sedikit?"

Saat itu Lisa bingung dengan maksud pamannya. Dalam diam, dia memperhatikan pria yang bernama lengkap Joo Kijoon itu mulai menyalakan shower. Disusul dengan melepas seluruh pakaiannya. Membuat Lisa harus memekik tertahan sembari menutup matanya erat-erat.

"P-Paman, apa... Apa yang k-kau lakukan?" suara Lisa bergetar hebat. Dia mulai ketakutan, apalagi tatapan pamannya tadi sungguh mengusik ketenangannya.

"Kau takut? Aku hanya ingin bersenang-senang denganmu sebentar," ujar Kijoon sembari mencengkram rahang Lisa erat.

Gadis itu membuka matanya yang sudah memerah. Napasnya terasa menyakitkan ketika sang paman mulai menyentuh lembut lehernya. Lalu membawa anak berusia empat belas tahun itu berdiri di bawah shower yang menyala.

Lampyridae ✔Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum