33. Revenge

18.8K 2.3K 1.3K
                                    

Gadis berponi itu baru saja keluar dari kamar mandi ketika Rosé dengan tiba-tiba memeluknya sangat erat. Lisa bahkan hampir terjatuh jika saja tidak bisa menjaga keseimbangan dengan baik.

"Lisa-ya," lirih Rosé dengan perasaan menyayatnya.

Anak ketiga Ahn Jaehyun itu adalah yang keluar terlebih dahulu dari acara. Dia bahkan mengemudikan mobilnya dengan kesetanan menuju rumah Lisa.

Sepanjang perjalanan hingga saat ini, tangis gadis blonde itu tak bisa berhenti. Dadanya terasa sungguh sesak, hatinya sangat hancur.

"Unnie, ada apa denganmu?" Lisa berusaha melepaskan dekapan erat itu, tapi Rosé tak mau.

"Kenapa... Kenapa kau tak berterus terang? Kenapa kau membiarkan mereka menghancurkanmu?"

Rosé marah pada banyak hal. Sehingga dia tak tahu harus melapiaskannya pada siapa. Dia marah pada keluarga Bibinya yang telah merenggut kebahagiaan Lisa, dia marah pada dirinya sendiri yang tak pernah peka dengan kesakitan Lisa, dan dia marah pada Lisa yang hanya diam tanpa mau bicara.

"Aku bingung. Katakan dengan jelas, eoh?" Lisa sungguh tidak tahu apa yang terjadi. Dia baru saja pulang dari rumah sakit dan langsung memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri. Tapi ketika keluar, dia justru dikejutkan dengan keadaan sang kakak yang tampak kacau.

Dengan berusaha menyudahi isak tangisnya, Rosé mulai melepaskan dekapan itu. Tapi ketika melihat wajah Lisa, tangisnya kembali timbul. Dia meraba setiap bagian wajah sang adik. Membayangkan, betapa banyak luka yang Lisa terima sebelas tahun lalu.

"Adikku adalah anak yang baik. Kenapa mereka tega menyakitimu?" sesungguhnya, Rosé ingin sekali menjerit. Tapi yang keluar hanyalah lirihan.

Kedua mata hazel Lisa bergetar. Mendadak dia takut kembali bertanya dan mendapat jawaban pasti atas perilaku Rosé sekarang. Karena di dalam kepadanya, sudah ada sebuah jawaban yang sungguh tak ingin dia dengar.

"Maafkan, Unnie. Sekarang, Unnie berjanji. Unnie akan menjagamu selalu. Unnie... Tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu."

Rosé kembali menangis kencang dan memeluk tubuh sang adik. Rasa sakit dihatinya tak bisa enyah. Bahkan Rosé bertaruh, walau sampai Paman dan Bibinya mati pun rasa sakit itu pasti masih ada.

Tak lama, Jisoo dan Jennie muncul di kamar itu. Lisa menatap keduanya yang sama kacau. Hanya saja mereka tak menangis histeris seperti yang kini Rosé lakukan.

"Kami sudah tahu semuanya. Jadi, bisakah kau berterus terang mengenai apa yang terjadi sebelas tahun lalu?" Lisa mengepalkan tangannya erat mendengar penuturan Jisoo.

Tentu saja Lisa bertanya-tanya, bagaimana rahasia besar hidupnya itu akhirnya terbongkar. Karena Sohee maupun Lisa tak akan mungkin membocorkannya sendiri.

"Lisa-ya, Unnie mohon. Walaupun berat untukmu, tapi Unnie ingin tahu segala hal mengenai adik Unnie." Suara Jennie begitu serak. Sepertinya gadis itu terlalu banyak berteriak.

Menguak masa lalu yang buruk sungguh menyakitkan. Tapi Lisa tak bisa menolaknya ketika melihat tatapan memohon itu. Mereka adalah seorang kakak, yang ingin mengetahui rasa sakit adiknya.

..........

Lampunya tidak berfungsi dengan baik. Terkadang mati, juga terkadang hidup. Dan langkah kaki itu, terdengar sangat nyaring di malam yang sepi.

Di tangannya ada sebuah tongkal baseball berwarna merah menyala. Matanya begitu tajam di tengah kesunyian. Ini sudah pukul dua belas malam, dan area tahanan itu sangat sepi.

Lampyridae ✔जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें