16. Quarrel

15.7K 2.2K 805
                                    

Di atas meja itu kini terhidang teobokki, kimbab, kimchi, dan japchae. Lisa memesannya secara online, tentu saja. Dia juga sebelumnya menyuruh Jisoo untuk tak membawa apa pun ke ruangannya.

Mereka makan dengan tenang. Jisoo merasa sulit untuk mengatakan sesuatu karena terlalu senang. Sedangkan Lisa, memang tak suka ketika makan harus berbicara. Pengecualian jika sedang terpaksa.

Dalam keheningan itu, tiba-tiba suara dering ponsel milik Jisoo memenuhi ruangan. Dia hanya melirik siapa yang menelepon, lalu menolak panggilannya. Membuat Lisa mengernyit bingung.

Merasa sudah kenyang, Lisa beranjak dari duduknya. Mengambil dua botol air mineral dari lemari pendingin disana. Membukanya satu lalu meletakkannya di hadapan Jisoo. Hal itu tentu membuat Jisoo tercengang. Tumben sekali adiknya perhatian.

"Kenapa tak mengangkat panggilan dari Eomma?"

Jisoo menoleh pada Lisa. Dia tak tahu Lisa sempat melihat username di ponselnya tadi. Entah alasan apa yang harus dia lontarkan untuk Lisa, dia tak yakin jika Lisa peduli.

"Hanya tak ingin," jawab Jisoo berusaha menampilkan senyum tipisnya.

"Kau ada masalah?" pertanyaan Lisa kali ini membuat Jisoo menegang sempurna.

Dia sungguh merasa ada di dalam mimpi. Karena sejak kapan Lisa pernah peduli dengannya? Semenjak tinggal di Amerika sebelas tahun lalu, adiknya bahkan tak pernah peduli bahwa sosok Jisoo ada.

"Unnie?"

Kedua mata Jisoo mengerjab. Dia tak tahu apa yang baru saja terjadi pada Lisa. Tapi kali ini, bukankah itu adalah panggilan pertamanya sejak sebelas tahun lalu? Sungguh, Jisoo merasa kepalanya sedang diguyur oleh air yang menyegarkan.

"Apakah kau akan mendengarkannya jika aku bercerita?" tanya Jisoo ragu. Dan ajaibnya, langsung diangguki oleh Lisa. Bahkan bungsu Ahn itu kini mulai menyamankan posisi duduknya dengan memandang Jisoo intens. Menunggu kakaknya itu bercerita.

"Kau ingat Jaebum Oppa kan?"

Tubuh Lisa menegang mendengar nama itu. Tentu saja Lisa ingat, dan dia tak akan lupa. Karena Jaebum adalah salah satu orang yang sering sekali menyakitinya dulu.

Lisa berusaha tetap tenang. Mulai mendengarkan cerita Jisoo yang tampaknya akan cukup panjang. Sang kakak menceritakan dimana awal mula Jaebum masuk ke kantornya melalui perintah Sohee. Jisoo juga bilang, jika dia tak menuruti Sohee maka Ibu mereka akan marah.

Semuanya Jisoo ceritakan dengan baik pada adiknya. Tentang bagaimana kinerja Jaebum selama di perusahaan, tentang Jaebum yang ingin naik jabatan. Juga tentang Sohee yang memaksanya tadi.

"Jangan lakukan." Lisa berucap dengan datar. Matanya tidak menatap ke arah Jisoo, namun ke arah lain dengan pandangan kosong.

"Itu milikmu. Jangan biarkan siapa pun merusak yang telah menjadi milikmu."

Jisoo hendak membalas ucapan Lisa, namun ponselnya lagi-lagi berdering. Kali ini bukan dari Ibunya. Melainkan sekretaris Jisoo yang pasti mengabarinya tentang meeting hari ini bersama beberapa client.

"Pergilah," tunjuk Lisa pada ponsel yang tak segera Jisoo raih.

Sulung Ahn itu bimbang. Dia tak mau menyudahi pertemuannya bersama Lisa yang terbilang langka. Tapi dia juga tak bisa mengabaikan pertemuan bersama client untuk kemajuan perusahaannya. Jika dia lalai, Sohee pasti memiliki celah untuk menjatuhkan Jisoo.

"Bisakah... Kita bertemu di lain waktu?" tanya Jisoo penuh harap.

"Hm." Lisa menjawab sembari menggulung lengan kemejanya. Dia juga ingin bersiap untuk melakukan pembedahan beberapa menit lagi.

Lampyridae ✔Where stories live. Discover now