50. Out

15.1K 2.1K 707
                                    

Suasana yang menyelimuti ruang rawat inap itu hening sejak Jennie datang dan menggantikan Rosé untuk menjaga Lisa.

Awalnya memang lagi-lagi Rosé berkeinginan untuk menginap, Tapi Lisa memaksa sang kakak agar beristirahat di rumah. Jennie pun demikian, Lisa tadinya menyuruh gadis berpipi mandu itu pulang bersama Rosé. Namun Jennie bilang akan pulang setelah ibu mereka datang.

Setelahnya, Jennie tak lagi bicara. Lisa pun bingung harus memulai seperti apa. Alhasil dia memilih membaca sebuah buku dengan mengabaikan Jennie.

"Kau... Tidak akan merasa lelah kan Lisa?"

Lisa mengalihkan pandangannya dari buku yang dia baca setelah mendengar suara lirih Jennie. Kakaknya sedang menatap ke luar jendela, tanpa mau menoleh ke arahnya.

"Aku sedang tidak melakukan apa pun. Untuk apa aku merasa lelah?" Lisa menjawab dengan bingung. Jelas sekali jika dia kini sedang beristirahat, bukan melakukan suatu yang melelahkan.

Jennie tampak menggulum bibirnya. Kedua tangan gadis itu bertaut dengan gelisah. Tampak sekali jika ada sesuatu yang mengganggu pikiran Jennie.

"Suzy Unnie bilang, kau akan lumpuh. Suzy Unnie bilang, rasa sakit itu akan menyiksamu seumur hidup. Apa ketika itu, kau akan merasa lelah? Apa kau akan meninggalkanku?" Suara Jennie amat parau. Dia sudah tak bisa menahan air matanya lagi.

"Lalu jika aku lelah, kau pikir apa yang bisa ku lakukan? Melakukan suntik mati? Bunuh diri? Ayolah, pikiranku tidak serendah itu." Lisa menjawab dengan kekehan ringan.

Dia sudah pernah melewati beban hidup yang bahkan lebih berat dari penyakitnya. Saat ini dia menerima dukungan dari banyak orang, namun dulu tak ada seorang pun yang tahu. Nyatanya ketika itu, Lisa dapat bertahan dengan baik. Dia tidak memiliki keinginan untuk mengakhiri hidupnya.

"T-Tapi---"

"Apa kau ingin aku melakukan itu?" pertanyaan Lisa membuat kedua mata Jennie membulat.

"Aniya. Aku hanya merasa takut. Aku tidak bisa kehilanganmu, Lisa-ya." Jennie menyanggah ucapan Lisa dengan kuat.

Semenjak mendengarkan percakapan sang ayah bersama Suzy tadi pagi, perasaan Jennie tak pernah tenang. Dia tak mau Lisa merasa lelah nantinya. Dia tak mau ucapan Suzy terbukti.

"Aku akan pergi jika takdir yang membawaku. Tidak peduli aku akan merasa sakit hingga tua. Asal, kunang-kunangku harus selalu ada." Sembari berkata, Lisa menghapus air mata yang membasahi wajah cantik kakaknya.

"Kau janji? Kita tidak tahu bagaimana perasaanmu kedepannya. Bagaimana jika kau benar-benar putus asa? Bagaimana jika---"

Lisa menghentikan ocehan Jennie dengan mengecup bibir gadis itu singkat. Ini adalah cara yang diajarkan ketiga kakaknya ketika Lisa tak berhenti protes.

"Aku berjanji. Ingatkan aku jika suatu saat, aku melupakan janji ini karena putus asa. Kau mau kan?" Jennie mengangguk cepat menjawab pertanyaan Lisa.

Gadis berpipi mandu itu bangkit dari kursi dan mendekap tubuh Lisa erat. Dia baru saja merasa bahagia karena adik kecilnya kembali. Tapi mengapa ujian yang mereka hadapi harus seberat ini?

..........

Rosé keluar dari rumah sakit untuk beristirahat di rumah. Tapi gadis itu sekarang justru sedang terdampar di kantor agensinya. Menghadap atasan yang tampak marah.

"Aku tahu bahwa ayahmu adalah pemegang saham tertinggi di agensi ini. Tapi tidak bisakah kau bersikap profesional?" CEO itu berkata dengan nada frustasi.

Belakangan ini dia mengalami banyak kerugian karena tiba-tiba Rosé membatalkan semua acaranya secara sepihak. Gadis itu juga tidak pernah datang ke kantor mau pun studio.

Lampyridae ✔Where stories live. Discover now