23. Give In

15.7K 2.1K 675
                                    

Lisa keluar dari ruang operasi dengan wajah lelah. Sejenak dia bersandar pada dinding koridor itu sembari memijat tangan kanannya pelan. Rasa sakit itu masih ada. Tapi Lisa bersyukur karena bisa mengendalikannya hingga melakukan operesi dengan sukses.

Sebenarnya setelah kembali dari ruang rawat inap Rosé tadi, Lisa dimarahi habis-habisan oleh kepala bedah umum rumah sakit itu. Tentu saja karena hari pertama bekerja, Lisa justru memulainya pukul 1 siang.

Kepala bedah umum itu juga mengirim Lisa ke ruang operasi di hari pertama bekerja bukan hanya sebagai sebuah hukuman. Tapi dia ingin menguji seberapa baik kinerja Lisa. Karena umurnya masih sangat muda untuk menjadi setara dengan Dokter subspesialis lain. Terlebih Lisa menjadi Dokter subspesialis sejak empat tahun lalu, ketika umurnya masih 21 tahun.

Pekerjaan yang Lisa geluti saat ini benar-benar melelahkan. Tapi di lain sisi, Lisa begitu menyukainya. Dia merasa begitu senang ketika berhasil menyelamatkan nyawa pasiennya.

Menelan salivanya, Lisa berdiri dengan tegak. Ada satu lagi tugasnya yang belum selesai. Yaitu memberitahukan hasil operasi kepada kerabat pasiennya.

Lisa mulai berjalan menuju pintu keluar ruang operasi. Dan ketika baru saja membukanya, dua pasang manusia paruh baya langsung menghampirinya.

"Bagaimana keadaan putra kami, Dokter?"

"Pendarahannya sudah kami hentikan. Putramu akan baik-baik saja." Setelah menjawab itu, Lisa membungkuk sedikit lalu pergi dari sana.

Jadwal gadis itu masih cukup banyak di rumah sakit. Jika Lisa tidak salah mengira, dia harus melakukan dua operasi lagi. Dan salah satunya adalah operasi transplantasi jantung yang bisa memakan waktu 10 jam. Karena Lisa mendengar, pasien itu pernah menjalani operasi di jantung sebelumnya. Dan ini akan menjadi operasi yang cukup rumit. Padahal Lisa sudah merasa sangat lelah.

Saat hendak membuka pintu ruang kerjanya, panggilan seseorang membuat Lisa tersentak. Wajar saja karena sedari tadi dia kelelahan hingga tak cukup fokus.

"Maaf, Samchon baru mengunjungimu. Pekerjaan Samchon begitu banyak tadi," ucap Ahn Ilwoo yang kini sudah ada di hadapan Lisa sembari tertawa kecil.

"Tidak apa, Samchon." Lisa berusaha menampilkan senyumnya walau hanya sedikit. Ahn Ilwoo adalah pria yang Lisa hormati setelah sang ayah. Saat kecil dulu, dia bahkan dekat dengan Ilwoo karena pria itu sering membelikannya hadiah ketika bertemu.

"Ayahmu bilang, kau tidak ingin diperkenalkan secara resmi? Bukankah itu sangat penting, Nak? Cepat atau lambat kau akan menjadi pemilik rumah sakit ini."

Lisa menggeleng mendengar ucapan pamannya.
"Aniya, Paman. Aku tidak ingin dikenal karena kehebatan ayahku. Aku ingin berdiri dengan kakiku sendiri. Lagipula... Aku tak berniat memiliki rumah sakit ini."

Ilwoo tertegun. Pemikiran Lisa begitu bersih. Walau adiknya selalu mengeluhkan bagaimana sifat dingin Lisa, tapi menurut Ilwoo adiknya itu sangat beruntung karena memiliki putri seperti Lisa.

"Nak---"

"Samchon, aku sangat lelah. Dan aku ingin istirahat sebentar di ruanganku." Lisa menunjuk pintu ruangannya yang masih tertutup. Tak peduli jika sikapnya kini sudah tak sopan kepada Pamannya. Tapi Lisa sungguh tak mau mendengar petuah dari Ilwoo.

"Arraseo. Istirahatlah, eoh? Jika ada yang membuatmu tak nyaman, segera beritahu Paman." Setelah melihat Lisa yang mengangguk, Ilwoo memberikan dekapan serta mengusap kepala keponakannya penuh sayang. Lalu pergi meninggalkan Lisa yang menegang.

Gadis itu berusaha menanamkan di dalam kepalanya jika Ilwoo dan Kijoon berbeda, walau status mereka sama dimatanya. Lisa sulit sekali menerima dirinya disentuh oleh pria lain selain ayahnya sejak sebelas tahun lalu, tapi di satu sisi dia tak bisa menolak Ilwoo. Pria itu sungguh baik hati.

Lampyridae ✔Where stories live. Discover now