43. Difficult Choice

13.9K 2.1K 802
                                    

Sebenarnya dia tidak melakukan apapun disana. Lisa pergi ke rumah sakit hanya untuk menghindar dari Jisoo. Saat ini, Lisa masih dilanda rasa mabuknya.

Kepala gadis itu masih berdenyut, matanya bahkan sesekali terpejam karena rasa kantuk. Juga, dia beberapa kali pergi ke kamar mandi untuk kembali muntah.

Mabuk memang bukan solusi yang baik untuk Lisa. Padahal saat mengkonsumsi alkohol, Lisa merasa begitu ketagihan. Tapi efeknya benar-benar membuat Lisa ingin jera.

"Ugh~" Gadis itu hampir saja jatuh dalam tidurnya, tapi rasa sakit yang menyengat di lengan kanannya membuat Lisa kembali membuka mata.

Dia mulai meraih satu botol obat dari dalam laci meja yang bisa meredakan rasa nyeri itu. Setelah meminumnya satu butir, nyerinya berkurang. Walau hanya sedikit.

Tok~ tok~

Ketukan pintu itu membuat Lisa dengan cepat memasukkan obatnya kembali ke dalam laci. Itu pasti bukan Suzy, karena biasanya sang kakak sepupu tak akan mengetuk pintu melainkan langsung masuk tanpa izin.

"Masuk!"

Lisa membenarkan jubah putihnya sebentar, lalu menatap siapa gerangan yang kini memasuki ruangannya. Lisa kira yang datang adalah salah satu perawat, tapi nyatanya adalah Jisoo.

Kakak pertama Lisa itu meletakkan sebuah paper bag berukuran sedang di atas meja kerja Lisa, lalu memilih duduk di hadapan adiknya.

"Jennie bilang, semalam kau mabuk. Aku membelikanmu haejangguk untuk mengurangi pengarmu."

Lisa bergerak tak nyaman dalam duduknya. Dia mendadak kembali teringat tentang cerita Jennie tadi malam. Bukankah tidak mungkin dia melakukan hal memalukan itu di depan kakaknya?

"Makanlah selagi hangat," suruh Jisoo dengan tangan mulai mengeluarkan sup pengar yang dia beli di salah satu restaurant tadi.

Setelah sup itu terhidangkan di depan Lisa, dia memilih diam tanpa menyentuh makanan yang sudah Jisoo belikan. Bukan karena tak mau, tapi Lisa tak mungkin menggunakan tangan kirinya untuk makan. Kakaknya pasti akan bertanya.

"Gomawo," jawab Lisa singkat.

Jisoo mengangguk saja. Mulai memainkan jemarinya dengan gusar. Kedatangannya kemari, tentu memiliki alasan lain.

"Aku akan tetap menolaknya, Unnie. Aku tidak akan melakukan operasi padamu." Mendengar penuturan Lisa, perasaan Jisoo bergejolak sakit. Kedua matanya bahkan mulai bergetar ingin menangis.

"Kau tak menginginkan kesembuhanku?" tanya Jisoo parau.

"Justru karena menolaknya, aku begitu menginginkan kesembuhanmu." Lisa berkata dengan frustasi.

Air mata Jisoo mulai berjatuhan. Dia tak mengerti, mengapa Lisa menolak untuk menyembuhkannya. Padahal ketika Jennie dan Rosé sakit, Lisa dengan senang hati merawat mereka.

"Kau tidak menyayangiku." Tekan Jisoo mulai bangkit dari duduknya. Dia ingin pergi dari sana, namun Lisa menangkap lengannya.

"Jika yang melakukan operasi padamu adalah dokter lain, kemungkinan keberhasilannya sekitar 99%. Tapi jika aku yang melakukannya, itu bisa menjadi 0,1%."

Lisa tidak mau kakaknya salah paham. Maka dia berusaha dengan keras untuk membuat Jisoo mengerti, bahwa kini dia tak bisa melakukan operasi lagi.

"Wae?" tanya Jisoo dengan tetap membelakangi sang adik.

Lisa menghembuskan napas berat. Dengan hati yang bergemuruh, gadis dengan poni tipisnya itu mulai membalikkan tubuh sang kakak. Menatap wajah Jisoo dengan sendu.

Lampyridae ✔Where stories live. Discover now