54. Song

13.9K 2.1K 473
                                    

Dua botol sampanye yang Rosé bawa ke kamar Lisa sudah hampir habis. Adiknya itu seakan sedang dibebani hal berat. Rosé mewajarkannya karena akhir-akhir ini masalah Lisa memang bertumpuk-tumpuk.

Sedari tadi, yang Rosé lakukan hanya diam dengan pandangan terus memperhatikan Lisa. Adiknya itu juga tidak bicara sepatah kata pun sejak Rosé membawa dua botol sampanye kesana.

"Apakah lebih baik aku mati saja? Aku ingin sekali bunuh diri."

Napas Rosé seketika tercekat. Kalimat yang Lisa lontarkan begitu menusuk perasaannya, padahal Lisa mengatakan itu dengan nada santai.

Dia tahu jika sang adik kini mulai mabuk. Maka dari itu Rosé tak bisa memarahi Lisa karena telah mengatakan hal menyakitkan seperti itu.

"Bukankah nasibku ini lebih buruk dari sebuah kematian?" Lisa kembali berbicara, matanya sungguh memerah. Pertanda dia sebenarnya sudah kehilangan alam sadarnya.

Menggeleng pelan, Rosé bangkit dari duduknya dan ingin menarik lengan Lisa untuk diajak ke ranjang.
"Kau mabuk. Ayo tidur saja."

Tanpa Rosé sangka, sang adik justru menolak. Dia menarik lengannya dan menggeser duduknya untuk menjauh dari Rosé.

"Aku tidak ingin hidup seperti ini. Aku tidak ingin menjadi manusia yang menyedihkan. Wae? Kenapa harus aku?" Lisa mulai menangis dan itu membuat Rosé merasa sesak.

Gadis blonde itu menunduk dalam. Perlahan dirinya ikut menangis. Nyatanya melihat Lisa dalam keadaan mabuk tidak semenyenangkan seperti bayangannya.

Bahkan Rosé bergumam dalam hati, ini adalah terakhir kalinya dia melihat Lisa mabuk. Adiknya yang terlihat tangguh, kini tampak sangat rapuh. Sudah sekuat apa Lisa menyembunyikan kesedihan itu di hadapan mereka?

"Kau tau? Bohong jika aku tidak merasa putus asa. Bohong jika aku akan menerima keadaan ini dengan ikhlas. Geure, aku berbohong. Aku berbohong pada kalian!"

"Terlebih saat kau mengorbankan mimpimu untukku. Rasanya, sungguh sakit. Seakan ada yang menusuk pisau begitu banyak di hatiku." Lisa memukul dadanya berkali-kali.

Rosé mengepalkan tanganya erat. Setelah berusaha menenangkan batinnya, gadis itu mengusap dengan kasar air matanya sendiri.

Dia kembali mendekati Lisa, namun kali ini yang gadis berponi itu lakukan justru memeluknya erat. Membahasi bahunya dengan air mata.

"Apa yang harus aku lakukan, eoh? Aku tidak mau menjalani hidup yang menyedihkan ini. Aku tidak mau menjadi seperti benalu." Rosé menggigit bibirnya mendengar lirihan di telinganya itu.

Menghembuskan napas kasar, Rosé melepaskan dekapan Lisa. Dia menangkupkan wajah basah itu dengan kedua tangannya.

"Aniya. Lisa salah. Hidup Lisa tidak menyedihkan. Kenapa kau harus takut, jika ada tiga kunang-kunang yang akan selalu menemanimu?" dengan mata berkaca-kaca, Rosé mengatakan itu.

"Aigoo. Uri Chipmunk sudah besar."

Kini bukan lagi Rosé yang menanggupkan wajah Lisa, namun sebaliknya. Bungsu Ahn itu memberikan ciuman berkali-kali untuk sang kakak. Bukannya tersenyum, Rosé justru kembali menitihkan air matanya semakin deras.

"Harusnya aku merasa senang. Ini adalah keinginanku. Tapi mengapa, rasanya sungguh menyakitkan. Kau seakan sedang mencekikku, Lisa-ya." Rosé bergumam dalam hati. Membiarkan adiknya itu kembali berceloteh.

..........

Pagi hari Lisa kali ini disambut oleh denyutan kepala yang sangat menyiksa. Inilah yang selalu dia rasakan setelah meminum alkohol terlalu banyak.

Lampyridae ✔Where stories live. Discover now