9. Her Photos

15.5K 2.1K 646
                                    

Dalam jarak yang cukup jauh itu, dia bisa melihat sosok yang dirindukannya. Tak peduli jika dia harus berdiri di balik dinding sedari tadi sampai kakinya terasa sakit. Jisoo hanya ingin melihat Lisa, tanpa ingin mengganggu adiknya itu.

Di sana Lisa sendirian. Ditemani oleh secangkir kopi hitam yang masih panas. Wajahnya selalu datar, bahkan tatapannya sungguh kosong.

Perlahan, tangan putih itu terangkat. Jisoo bergerak, seakan ingin menyentuh sosok Lisa dari jauh. Senyumnya mulai muncul, dan air matanya mengalir kembali. Ketika dirinya tak bisa lagi menyentuh Lisa sesukanya.

"Lisa-ya, bahkan jarak kita seakan melebihi laut dan langit." Jisoo melirih dengan suara bergetar. Ingin sekali gadis berambut cokelat itu berlari kepada Lisa dan memeluk adiknya erat.

Apakah ini penantiannya selama 11 tahun? Apakah ini yang Lisa cita-citakan dulu? Berjarak dengan keluarganya sendiri. Hidup menjadi manusia keras kepala dan seolah tak membutuhkan orang lain.

Sosok itu bukan adiknya. Dulu, setiap saat Lisa bahkan selalu merengek padanya. Tapi setelah Lisa pergi untuk tinggal di Amerika sebelas tahun lalu, mengapa adiknya berubah?

Menghapus air matanya kasar, Jisoo meraih ponselnya dari dalam saku mantel ketika terpikirkan oleh sesuatu. Setelah ponsel silver itu ada di tangannya, Jisoo segera mengarahkan kamera ponsel puluhan juta miliknya pada sosok Lisa.

Beberapa potret diam-diam berhasil dia abadikan. Hal sederhana seperti ini, mengapa bisa membuat Jisoo sangat bahagia? Biarlah Lisa tak menyayanginya lagi. Tapi sampai kapan pun, Jisoo akan selalu menganggap Lisa adalah adik kecilnya yang berharga melebihi apa pun.

"Foto ini, Unnie akan menyimpannya dengan baik." Jisoo bergumam. Memandang senang pada foto Lisa yang kini tak memiliki senyum sedikit pun.

Selama sebelas tahun ini, Jisoo sama sekali tak memiliki foto adiknya. Ketika Jisoo atau adiknya yang lain hendak berfoto bersama Lisa, bungsu Ahn itu menolak dengan mentah-mentah. Ingin mengambil dari sosial media, tapi Lisa tak memilikinya.

Sekarang, Jisoo baru saja terpikirkan akan ide untuk memotret adiknya diam-diam. Kini, dia sudah memiliki foto terbaru adiknya. Dengan jas putih kebanggaan bungsu Ahn itu.

...........

Sejak memasuki ruang rawat kakaknya, Rosé berusaha dengan keras untuk menahan tangisnya. Dia tak ingin kembali mengeluarkan air mata, saat mengingat Lisa bilang jika dia cengeng dan manja.

Rosé sadar, selama ini dia begitu manja. Lisa memang benar. Rosé tidak sekuat adiknya itu. Dan kini, Rosé harus berusaha untuk merubah pandangan adiknya.

Tapi usahanya percuma. Semakin Rosé memikirkannya, semakin dia merasa tersakiti. Akhirnya, isakan itu runtuh. Memenuhi ruang rawat Jennie yang sunyi karena tak ada siapa pun selain dirinya dan sang kakak.

"Sayang, kau menangis?" tanya Jennie serak. Dia sudah sempat tertidur. Namun ketika suara tangis Rosé terdengar, dia kembali terbangun dengan khawatir. Adiknya itu pasti sedang memiliki beban yang amat berat.

"Hey, kemarilah."

Rosé menggigit bibir bawahnya melihat tangan Jennie yang menyuruhnya untuk menghampiri gadis berpipi mandu itu. Rosé ragu, tapi akhirnya tetap melangkah mendekat. Sampai tangan kakaknya menggenggam tangan Rosé dengan lembut.

"Unnie, bagaimana... Caranya agar kuat? Bagaimana caranya agar tidak menjadi lemah?" Rosé mulai menutup wajahnya dengan sebelah tangan. Isak tangisnya semakin menjadi sekarang.

"Chaeng-ah, kau adalah adikku yang kuat. Kau sudah melakukannya, Sayang." Rosé menggeleng. Tidak setuju dengan ucapan Jennie.

"Aniya. Aku memang manja. Aku memang cengeng. Aku...." Gadis blonde itu tak sanggup lagi berkata. Suara Lisa beberapa jam lalu kembali mengusik pikirannya. Bagaimana dengan wajah datar, sang adik mengatakan hal-hal menyakitkan itu.

Lampyridae ✔Where stories live. Discover now