48. Smile

15.3K 2.2K 587
                                    

Lampu ruangan itu masih menyala dengan terang. Tapi suasana yang ditangkap oleh telinganya amat sunyi. Kemudian, ketika kedua matanya terbuka. Rasa sakit dikepalanya sangat mengganggu.

Lisa menelan salivanya susah payah. Mengedarkan pandangan ke seluruh sudut kamar rawat inap itu. Disana ada kedua kakak serta orang tuanya yang tertidur di sofa.

Matanya mulai menatap jam dinding. Masih pukul delapan malam. Lisa munduga keluarganya amat kelelahan hari ini hingga tertidur lebih awal.

Gadis berponi itu mengingat apa yang terjadi beberapa jam lalu. Dia pingsan setelah menyelesaikan operasi kakaknya. Tapi yang ada di pikiran Lisa sekarang, apakah kondisi kakaknya stabil? Mengingat sulung Ahn tadi sempat mengalami pendarahan hebat.

Tangan kurus itu melepas nasal canula yang bertengger di hidung mancungnya. Ketika bangun, Lisa baru sadar bahwa banyak sekali kabel dan peralatan medis yang melekat di tubuhnya.

Lisa melepaskannya satu persatu. Dia bahkan mencabut jarum infusnya sendiri hingga punggung tangan itu berdarah.

Dia merasa baik-baik saja, dan menurutnya semua peralatan itu terlalu berlebihan. Yang Lisa ingingkan saat ini hanya memastikan kondisi Jisoo secara langsung. Karena selain berstatus sebagai adiknya, Lisa juga adalah dokter yang bertanggung jawab atas Jisoo.

Kakinya mulai berpijak ke lantai nan dingin. Dia mengenakan sandal yang sebelumnya digunakan ketika memasuki ruang operasi. Pakaian gadis itu juga ternyata belum diganti.

Ketika sampai di dalam lorong ICU, tanpa ragu Lisa berjalan menuju ruangan dimana Jisoo berada. Sebelum masuk, dia harus membersihkan tangannya dengan hand sanitizer dan menggunakan masker.

Mendapati sosok Lisa yang berdiri tegap, Dokter Oh mengerjabkan matanya berkali-kali. Dia tak menyangka bahwa sosok Lisa ada disini.

"Bagaimana kondisinya? Dia belum sadar?" tanya Lisa sembari memantau kondisi Jisoo melalui laptop yang tersedia di dekat ranjang.

"Dia sudah sadar dua jam lalu. Tapi dia kembali tidur."

Lisa mengangguk mengerti. Gadis itu mulai berjalan mendekati Jisoo. Mengusap kepala kakaknya penuh sayang.

Melihat kondisi Jisoo sekarang, hati Lisa cukup teriris. Dimana tubuh sang kakak kini harus dipenuhi oleh selang dan kabel.

"Dia belum bisa bernapas sendiri. Mungkin besok aku akan melepas selang ventilatornya." Dokter Oh kembali menjelaskan perihal kondisi Jisoo kepada Lisa.

Memilih mengabaikan Dokter Oh, Lisa tak menyahuti ucapan lelaki itu. Matanya hanya terus terfokus pada wajah pucat Jisoo.

Sebenarnya, ada hal yang sangat Lisa syukuri. Kakaknya mendapat penanganan dengan cepat, hingga tak akan menerima rasa sakit yang terlalu lama.

Jika Lisa terlambat sedikit saja untuk mengetahui kondisi Jisoo, entah apa yang terjadi pada kakaknya itu.

"Unnie, aku sudah menepati janjiku. Kau... Senang kan?" Lisa berbisik di telinga Jisoo.

Senyum tipis itu muncul di balik masker birunya tatkala mendapat respon kecil dari Jisoo berupa mata yang hendak terbuka.

Perlahan, Lisa membuka maskernya. Memberikan kecupan yang cukup lama di sudut bibir kakaknya. Untuk pertama kali, biarlah dia memperlihatkan rasa sayangnya. Ini adalah salah satu janji Lisa di dalam ruang operasi tadi. Dia tak akan menjadi Lisa yang dingin lagi.

"Istirahatlah, Unnie. Aku akan kembali nanti."

Lisa kembali menutup sebagian wajahnya dengan masker, lalu berdiri dengan tegak. Saat itulah matanya bertemu tatap dengan Dokter Oh.

Lampyridae ✔Место, где живут истории. Откройте их для себя