46. Sunflower

12.5K 2.1K 782
                                    

Pertarungannya akan berlangsung beberapa jam lagi. Tapi sedari tadi, sang ibu tak pernah melepaskannya dari dekapan. Hyesun tampak takut, dengan pandangan sendunya.

Wanita itu seakan sedang mengirim anaknya sendiri pada jurang maut. Bukan karena dia tak percaya bahwa Lisa bisa menyelamatkan Jisoo. Tapi kemungkinan besarnya, memang adalah kegagalan.

Jika operasi itu tak dilaksanakan sekarang, mungkin Jisoo bisa hidup lebih lama. Mungkin beberapa bulan lagi? Tapi keputusan keluarga itu sudah bulat.

Menahan Jisoo dengan penyakitnya hanya akan menyiksa sang anak. Maka, mereka memilih jalan yang cukup meragukan ini. Setidaknya, walau gagal mereka sudah berusaha untuk menyembuhkan Jisoo.

Sulung Ahn itu, kalau pun harus berakhir sekarang tak apa. Dari pada dia harus bertahan dengan merasakan sakit terus-menerus.

"Eomma, jika sesuatu yang buruk terjadi. Kau janji tak akan menyalahkan Lisa?" Jisoo memohon pada ibunya.

Dia percaya, bahwa keluarga itu tak akan menyalahkan adiknya. Operasi ini bukanlah keinginan Lisa, melainkan mereka. Jadi tak ada alasan untuk menyalahkan Lisa sedikit pun.

Tapi terkadang manusia tak bisa mengendalikan amarahnya ketika sesuatu yang buruk terjadi. Jisoo hanya tak ingin ada yang menyakiti adik kesayangannya.

"Aniya," jawab Hyesun parau.

Jisoo mendongak, menatap mata sang ibu yang kini sudah berair. Diusapnya wajah itu dengan jemarinya.

"Jangan menangis. Eomma harus memberiku semangat, eoh?"

Senyuman itu, Hyesun sangat sakit melihatnya. Jika bisanya dia akan senang melihat anak-anaknya tersenyum, tapi mengapa dia justru tak senang melihat Jisoo yang tengah tersenyum manis padanya kini?

"Geure. Anak Eomma harus berjuang sekuat tenaga. Saat bangun nanti, Eomma dan Appa berjanji akan menuruti semua keinginan Jisoo." Gadis berambut cokelat itu terkekeh samar mendengar ujaran sang ibu.

Dia bukan anak kecil lagi yang menginginkam banyak hal. Untuk sekarang, entah mengapa dia tak menginginkan apa pun lagi. Jisoo sudah bahagia dengan hidupnya.

"Cukup jangan menangis, itu adalah keinginanku."

Hyesun menggigit bibirnya cukup keras mendengar suara lembut Jisoo. Dia mengangguk cepat dan memberikan kecupan di dahi sang anak.

Pelukan itu kembali berlanjut. Hyesun benar-benar akan mendekap Jisoo sampai waktu operasi anak sulungnya itu tiba. Dia sungguh tak ingin Jisoo hilang dari pandangannya. Perasaan ibu empat anak itu tak nyaman sedari pagi.

Di tengah keheningan itu, Jisoo tiba-tiba teringat dengan kejadian beberapa hari lalu saat ulang tahun sang adik.

Ketika itu Lisa bilang hanya ingin hadiah yang sederhana, tapi Jisoo memberikannya sebuah mobil mahal. Dia meyakini bahwa Lisa benar-benar tak suka dengan pemberiaannya. Terbukti karena selain pada hari itu, Lisa tak pernah menggunakan mobil yang Jisoo hadiahkan.

Jika dipikir lagi, hari itu Lisa sama sekali tak merasa bahagia. Dia tak mendapatkan hadiah yang sesuai dengan keinginannya, karena pemberian keluarganya sama dengan Jisoo. Barang mahal dan jauh dari kata sederhana dan bermakna.

Hari itu juga, Jisoo benar-benar mengacaukan ulang tahun Lisa. Tak seorang pun yang teringat dengan hari kelahiran Lisa setelah mendengar kabar buruk mengenai penyakit Jisoo. Seharusnya saat itu mereka menghabiskan waktu bersama untuk membuat Lisa bahagia.

"Eomma, bisa tolong bantu aku?" Jisoo tiba-tiba melepaskan dekapan itu.

"Tentu saja, Nak. Apa itu?"

Lampyridae ✔Where stories live. Discover now