44. Decision

12.7K 2K 545
                                    

Jennie mengakuinya, jika seiring berjalannya waktu. Ketika dia menjadi semakin dewasa, Jennie sangat jarang memberikan waktunya untuk keluarga.

Terlebih pada Jisoo. Mereka berdua sama sibuknya. Dia jarang sekali bertemu dengan Jisoo untuk memberikan sebuah perhatian.

Sejak hadirnya Lisa kembali, barulah mereka kembali memiliki waktu bersama lebih banyak. Tapi Jennie merasa menjadi adik yang bodoh karena tidak tahu menahu mengenai kondisi sang kakak.

Berbeda dengan Lisa, hanya sekali lihat saja bisa mengetahui apa yang sedang Jisoo alami. Sebenarnya, Jennie yang tidak peka atau Jisoo yang sangat pintar menyembunyikan rasa sakitnya.

Menghapus air mata, Jennie merasa usahanya percuma karena matanya masih saja ingin menangis. Alhasil, dia membiarkan saja air mata itu keluar dengan terus menggenggam tangan Jisoo yang kini dipasangi oleh jarum infus.

Nam Joohyuk sudah menjelaskan pada keluarganya, bahwa kanker yang ada di tubuh Jisoo berkembang amat cepat. Tapi mereka sulit mengambil keputusan karena sifat keras kepala Jisoo.

"Kenapa adik cantikku ini menangis?" suara serak itu membuat Jennie tersentak.

Bibir pucat Jisoo kini sudah menampakkan senyum tipis. Tapi Jennie tahu, jika kakaknya sekarang sedang menahan sakit yang teramat. Terlihat dari dahinya yang berkerut samar.

Hyesun yang tahu anaknya harus segera diperiksa oleh dokter, hendak menekan tombol di dekat ranjang. Namun suara Jisoo menghentikannya.

"Gwenchana, Eomma. Aku sudah baik-baik saja."

Sulung Ahn itu melemparkan senyuma pada sang ibu. Yang sebenarnya itu adalah senyuman paksa.

Setelah tertidur cukup lama, ketika bangun Jisoo mulai sadar. Dia begitu kekanak-kanakan dan egois karena menempatkan Lisa di posisi yang sulit.

Dia tidak tahu, dari mana asal sikap itu. Tapi kini, dia benar-benar menyesalinya. Tidak seharusnya dia membuat Lisa frustasi.

Dia akan meminta maaf pada Lisa nanti. Dia begitu menyayangi Lisa, dan melihat keputus asaan pada adik bungsunya itu membuat hati Jisoo cukup sakit.

"Aku akan menerima pengobatan apa pun tanpa Lisa. Aku sudah memikirkannya matang-matang."

Jennie, Hyesun, dan Jaehyun saling pandang. Mereka cukup terkejut karena Jisoo berubah pikiran begitu cepat.

Menarik napasnya dalam-dalam, Jisoo memberanikan diri untuk menceritakan perihal kondisi Lisa sekarang. Walau tidak berbahaya, tapi keluarganya harus tahu. Sekecil apa pun masalah Lisa, adiknya itu memang seharusnya memberitahukan keluarganya. Bukan malah memendamnya sendiri.

"Apakah dia tak bisa menjadi dokter bedah lagi? Apakah sungguh tidak dapat diobati, Unnie?" suara Jennie bergetar saat bertanya pada sang kakak.

Pantas saja kemarin Lisa begitu frustasi hingga memutuskan untuk melampiaskannya pada alkohol. Sang adik benar-benar di ambang keputusasaan.

Jennie sangat tahu bagaimana perjuangan Lisa hingga bisa menjadi dokter bedah di usia sangat muda. Jennie benar-benar merasa sedih karena pasti Lisa begitu terpuruk.

"Appa akan mencari pengobatan terbaik untuk adik kalian. Dia akan tetap menjadi dokter bedah terbaik disini." Jaehyun menekankan setiap kalimatnya.

Dia tentu tak akan membiarkan Lisa melepaskan berjuangannya selama ini begitu saja. Sebagai ayah, dia akan melakukan yang terbaik untuk Lisa. Dia memiliki segalanya, bagi Jaehyun tak akan sulit membuat Lisa sembuh.

"Tapi Appa, Lisa bilang tremornya tak bisa sembuh." Jisoo kembali berucap

Bibir Jaehyun terbuka hendak menyahut, namun suara pintu yang terbuka secara kasar membuatnya menoleh kaget.

Lampyridae ✔Where stories live. Discover now