41

135 34 5
                                    

"N-Nakyung..."

NGIIIIIIIIIIIIIINGGGG

Hyunjin mengepalkan tangannya kuat-kuat ketika mendengar suara itu. Ia benar-benar benci dengan suara itu. Suara pembawa sial!

"Chan, tahan. Kita tidak tahu apa yang terjadi pada Nakyung. Tapi jangan gegabah—"

"Kau tidak lihat keadaan mereka sekarang? Mereka jauh lebih parah dari kita semua!" desis Haechan.

Karena memang seperti itu kenyataannya. Renjun membawa tubuh Nakyung dengan kedua lengannya. Apakah perempuan itu masih hidup? Tidak ada yang tahu selain Renjun sendiri.

Wajah Renjun dipenuhi darah dan di beberapa bagian tubuhnya tampak kehitaman. Seperti terbakar sesuatu.

"Kita tidak tahu apakah Nakyung masih hidup atau tidak!" kata Haechan lagi.

Hyunjin mendecak, "Kau tidak bisa membaca situasi saat ini?!"

"Tapi sejak tadi kita hanya berdiri diam tanpa melakukan apapun! Persetan dengan ini semua! Aku akan menghampiri—"

"The last phase will be canceled for today's game. This virtual game is finished and soon we'll open the exit door. Thank you for playing,"

Haechan mendecih remeh, "Bagus jika mereka membatalkan last phase. Aku akan ke mereka sekarang,"

Lelaki itu langsung berlari menghampiri Renjun dan Nakyung. Dia sampai, tepat sebelum Renjun ambruk ke tanah.

"JUN!"

Dengan sigap, Haechan menahan tubuh kedua temannya itu. Hyunjin, Mark, dan Guanlin yang baru tiba pun ikut membantu.

Haechan membantu Renjun untuk berbaring di tanah, sementara Nakyung dibawa oleh Guanlin dan Mark.

Meski kedua mata Renjun tertutup, lelaki itu masih sadar sepenuhnya. Lama-kelamaan, sebulir air mata mengalir di pipinya dan makin lama makin deras.

"M-maafin gue... Hiks... M-maaf,"

"Jun? Kenapa?" tanya Haechan pelan.

Renjun menggelengkan kepalanya cepat, "M-maaf..."

"Chan," panggil Hyunjin pelan.

Haechan menoleh dan matanya langsung membulat. Pandangannya langsung terkunci pada Nakyung yang dibaringkan di antara Guanlin dan Mark.

"N-Nakyung... A-apa—"

Sebagian besar tubuh Nakyung tampak dipenuhi dengan warna hitam. Yang lebih parah lagi, kaki kanan perempuan itu...

Sudah hancur. Mereka bisa melihat dengan jelas warna kemerahan dari dagingnya.

Tiba-tiba saja Renjun berteriak histeris, membuat mereka berempat menoleh ke arah lelaki itu.

"Bunuh gue... BUNUH GUE CEPET! GUE MAU MATI! MATI! BUNUH GUE CHAN!"

Haechan segera menahan tangan Renjun yang tampak ingin mencabik-cabik tubuhnya sendiri. Renjun meronta-ronta, meskipun tenaganya kalah dari Haechan.

"HYUNJIN BAKAR GUE! MARK LEMPAR GUE DARI ATAP! GUANLIN POTONG BADAN GUE! GUE NGGAK MAU HIDUP! MAU MATI—"

Haechan langsung memeluk tubuh temannya itu. Hatinya sakit ketika mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut temannya itu. Air mata pun ikut menetes dari matanya.

"J-Jun... Jangan mati ya? Kita m-masih butuh kamu. Renjun—"

"G-gue gagal chan! Gue gagal. Gue nggak pantes hidup. Bunuh gue..." lirih Renjun pasrah.

[3-4] ATTACK's Series: AFTER ATTACK-BEFORE ATTACKWhere stories live. Discover now