02

106 23 5
                                    

Taeyong mengusap keringat yang mengucur dari dahinya. Hari ini dia bangun sedikit terlambat daripada biasanya, membuatnya harus berlari menuju sekolah.

Tapi menurut perhitungannya, seharusnya dia belum terlambat. Mungkin ada sekitar 5-7 menit sebelum gerbang ditutup.

Dia tersenyum miring ketika perkiraannya benar. Gerbang masih terbuka. Taeyong segera mempercepat langkahnya.

Grek grek grek! Klang!

Taeyong langsung berhenti berlari dan menatap satpam yang berdiri di depannya itu dengan tatapan datar.

Dadanya naik turun tidak teratur karena kelelahan setelah berlari sejauh kurang lebih 1 kilometer.

"Maaf pak. Tapi saya belum terlambat. Jadi bisa tolong bukakan pagarnya?"

Sudah kubilang kan kalau semua orang di sekolahnya membenci Taeyong, bahkan satpamnya sekalipun.

"Ini sudah 5 menit sebelum bel berbunyi. Kau terlambat," kata satpam itu tegas.

Jauh di belakang satpam itu, Taeyong bisa melihat seorang Kim Doyoung dengan lagak berkuasanya, tengah menatapnya dengan tatapan remeh.

Bahkan Taeyong bisa melihat bahwa Doyoung mengatainya "Bodoh" tanpa suara.

Taeyong merotasikan bola matanya malas, "Oke terserah. Lagipula saya juga tidak ingin sekolah untuk hari ini. Terimakasih sudah mempermudahnya pak..."

Taeyong berbalik dan berjalan dengan santai, meninggalkan satpam yang shock terskakmat itu.

Sudah dibilang bahwa Taeyong itu jenius...dan kejam. Kau berbuat jahat padanya, dia bisa membalasmu berkali-kali lipat. Tidak tahu kapan dia akan membalasnya, tapi balas dendam itu akan selalu ada.

Hidup sendiri sejak umur 5 tahun, membuat Taeyong benar-benar mandiri. Katakanlah bahwa hidupnya sudah seperti acara survival.

Dia tinggal di salah satu panti asuhan karena rumah orangtuanya sudah dihancurkan oleh pemerintah—karena dia menolak untuk menerima fasilitas premium dari mereka.

Beruntung panti asuhan itu cukup baik untuk memberinya sebuah kamar dan makanan.

Ya sebenarnya, hidup Taeyong tidak sepenuhnya sendiri. Setiap sebulan sekali, ia selalu mendapat kiriman uang entah dari siapa.

Hanya tertulis "To Mr. Lee" di bagian amplopnya.

Entahlah. Mungkin itu dari orangtua ibu atau ayahnya. Bisa juga dari adik-adik ayahnya. Yang jelas bukan dari adik keenam dan ketujuh, karena percayalah mereka masih seumuran dengan Taeyong sekarang.

Gap dari umur mereka, terkadang membuat Taeyong bingung.

Sebenarnya dia masih punya sisa keluarga di luar sana. Tapi mereka tidak pernah menampakkan diri di depan Taeyong. Hanya sebatas amplop berisi uang itu.

Jumlah yang diberikan pun hanya cukup untuk membayar sekolah dan seperempat dari kebutuhan sehari-harinya.

Miris sekali hidup seorang Lee Taeyong yang notabenenya sudah terkenal karena kejeniusannya di umur 7 tahun.

Hidup tidak melulu soal harta kekayaan. Tapi cukup dengan otak yang pintar, kau bisa mengusai dunia dengan mudah.

"Trus sekarang, gue enaknya ngapain?" gumam Taeyong.

Sebenarnya dia bisa saja berlari ke bagian belakang sekolah dan memanjat pagarnya untuk masuk ke dalam. Tapi hari ini ia terlalu malas untuk melakukan itu.

"Hei! Minggir!"

Sret!

Taeyong dengan sigap menghindar ketika seseorang hendak melempar sekardus berisi sampah.

Dia menatap orang itu—atau lebih tepatnya ke arah kardus yang dibuang oleh orang tadi. Entah kenapa seperti ada sesuatu yang menarik di kardus itu.

Ketika orang itu sudah berjalan pergi, Taeyong menghampiri kardus yang terbuka itu.

Tidak peduli jika orang-orang menatapnya aneh karena tampak seperti orang tidak punya kerjaan dan akhirnya mengais-ngais sampah.

Tapi seperti dugaannya, kardus ini berisi barang-barang bekas yang sebenarnya masih layak pakai atau bisa didaur ulang.

"Bodoh! Kenapa hape sebagus ini dibuang sih? Cuman retak dikit di layarnya kok. Ini mah masih bisa dinyalain. Dasar—eh apa nih?"

Taeyong meletakkan kembali ponsel yang tadi dia temukan dan mengambil benda lain yang menarik perhatiannya.

"...Buku?"

Dia membuka lembaran buku itu, "Masih kosong semua dong! Wah nggak waras yang buang,"

Taeyong meneliti seluruh bagian buku itu. Kondisinya benar-benar masih bagus dan memang sudah seharusnya tidak dibuang.

"Kalo gue ambil, nggak keitung dosa mencuri kan ya?" gumamnya.

Taeyong segera mengambil buku itu dan berjalan pergi. Jika benda itu tidak berguna bagi pemilik lamanya, setidaknya bisa berguna bagi dirinya.

Kita bukannya tidak berguna. Hanya saja kita belum menemukan orang yang tepat untuk mengapresiasinya.

 Hanya saja kita belum menemukan orang yang tepat untuk mengapresiasinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hidup sebagai Lee Taeyong itu...susah :)

Thx for ur support, jaga kesehatan, and love y'all ♡(∩o∩)♡

[3-4] ATTACK's Series: AFTER ATTACK-BEFORE ATTACKWhere stories live. Discover now