flight 2✈️

4.5K 468 15
                                    

See You Captain
Kamu hanya pergi lebih jauh

"Dama belum keluar kamar. Dia juga belum makan," cemas Dania yang ikut terpukul, istri Dimas kakak Dama.

"Ngga papa, biarkan dulu... dia masih butuh waktu. Mungkin nanti juga akan keluar," ujar Dimas memberi pengertian.

Dama yang sejak kemarin masih sangat terpukul atas kejadian yang menimpa. Tanti, sang ibu pun juga begitu. Hanya saja ia harus mencoba lebih tegar untuk anak-anaknya agar tak terus terlarut dalam keruhnya kehilangan.

Sakit itu pasti, tapi ia yakin. Seiring waktu pasti akan terobati.

"Bu Tanti, di luar ada tamu," kata seorang wanita dengan gamis cokelat pada Tanti yang berada di antara anak dan menantunya.

Di rumah itu masih ramai sanak saudara juga tetangga yang turut berbela sungkawa dan membantu Tanti dan anak-anaknya sampai tujuh harian nanti.

Tanti pun mengangguk bersama dengan Dimas dan Dania.

Di ruang tamu, tikar masih di gelar. Sehingga tamu yang ada bisa duduk lesehan di bawah.

"Selamat siang," ujar lelaki bertubuh tinggi dengan seragam khas, berjabat tangan pada Dimas yang juga menjabatnya.

"Siang Capt," balas Dimas ramah.

"Sebelumnya kami turut berduka atas berpulangnya Almarhum Capt. Tirto. Kami sangat berduka sedalam-dalamnya," lanjutnya lagi mewakili rekan-rekannya yang juga turut datang bersamanya.

"Beliau orang baik. Semoga di tempatkan di sisi terbaik pula."

Dari sini jelas terlihat. Bukan hanya keluarga yang kehilangan.

Namun, belum sempat mereka berbincang lama mereka sudah dikejutkan dengan suara histeris dari dalam. Sepertinya dari kamar Dama.

Prang!

Mereka langsung berlari tergesa ke arah ruangan asal suara itu.

Bunyi benda dilempar semakin jelas. Tangis itu kini hadir lagi. Pedih. Sangat pedih untuk siapapun yang mendengarnya.

"Ayah!" pekikan kencang dari dalam kamar.

"Dama! Buka!" Seru Dimas yang terus membuka pintu yang sialnya sejak kemarin terkunci rapat.

"Dama! Buka nak!" Tanti tak lagi kuasa. Ia begitu terluka melihat keluarganya seperti ini. Kini, ia bahkan tak dapat membendung kesedihannya.

Prihatin, itulah yang dirasakan orang-orang sekeliling mereka. Melihat keadaan keluarga yang dulunya begitu tentram dan lengkap dnegan bahagia.

Prang!

Suasana semakin kacau. Jalan satu-satunya sebelum semakin parah adalah mendobrak. Namun nahas, tenaga Dimas bahkan tak kuasa untuk melakukannya.

"Biar saya," ujar pria dibelakang Dimas,  yang kemudian disetujui.

Brak!

Sekali dengan dorongan keras, pintu berhasil dibuka. Namun sayang semua terlambat. Dama sudah telah lemah tak sadarkan diri di atas lantai dingin dengan serpihan kaca berserakan di lantai kamarnya.

"Astaghfirullah Dama!" Seru Dania di tengah isaknya.

"Bawa ke klinik," ujar lelaki itu yang sigap langsung membopong tubuh Dama yang rapuh.

---

"Secara fisik tidak ada yang perlu terlalu dikhawatirkan. Tapi secara mental dan psikisnya, saya harus mengatakan ini bisa menjadi taruhan," dokter menjelaskan keadaan Dama.

Sangat sakit saat seorang ibu mendengar hal tersebut, namun Dama lebih membutuhkan kekuatan seorang ibu daripada pilunya. Apapun demi kembalinya Dama.

Dania yang sedari tadi menunggu di depan pintu ruang dokter tak dapat menahan khawatirnya, "Dama ngga papa, kan, ma?"

Tanpa menjawab Tanti hanya memeluk Dania, terisak di bahu menantunya, "Mama takut," lirihnya.

Dimas duduk lemas di kursi tunggu bersama seseorang yang juga tak beranjak pulang sedari tadi.

"Dia ngga pernah sesakit ini," ujar Dimas bercerita pada seseorang itu.

"Tapi sekarang dia hampir kehilangan jiwanya," lanjutnya.

Seseorang itu terkejut dengan pernyataan Dimas, "dia akan baik-baik saja, saya akan bantu untuk itu," ujarnya sembari menepuk pundak Dimas.

---

Bersambung...


Part 2 selesai.

Jangan lupa follow wattpad akuuu💙

Jangan lupa follow wattpad akuuu💙

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
 See You Captain!(END)Where stories live. Discover now