flight 28 ✈️

1.1K 154 3
                                    


Stevan Pasaribu ~ Belum Siap Kehilangan

See You Captain
kamu hanya pergi lebih jauh

"Saya akan berjuang untuk mendapatkan air itu!"


Lututnya serasa melemas saat Alfan mengucapkan hal itu dan pergi begitu saja.

"Dia akan pergi?"

Dalam benak Dama sudah merancau kemana-mana. Tak bisa ia bayangkan bagaimana jadinya. Alfan yang pergi setelah mengucapkan hal itu, malah menjadi bayang-bayang menyakitkan untuk Dama. Seolah Alfan akan benar-benar pergi saat ia telah mendapatkan buah perjuangannya.

Ia tidak siap untuk kehilangan seseorang yang baru ia kenal untuk secepat ini. Iya, ia hanya tidak siap kehilangan orang yang ia kenal. Sekali lagi ingatkan itu pada Dama.

Namun nyatanya, matanya menyorot kosong jauh ke jalan yang telah Alfan lewati. Mendadak ada ketakutan yang ia rasakan. Jika hal itu benar-benar terjadi, maka ia juga harus siap untuk menyaksikan Alfan yang lebih bahagia dengan pilihannya.

Dia harus siap. Bagaimanapun Alfan punya jalan hidupnya sendiri. Ia juga tidak akan mungkin selamanya berada di sisi Dama.

"Gapapa, semua baik-baik aja." Batinnya menerima.

Kakinya membawanya masuk ke dalam kamar yang sunyi. Bukannya malah tenang, ia justru menjadi frustasi sendiri.

"Dama?!" suara Dimas dari luar kamarnya membuatnya menghentikan aktifitasnya.

Buku dan alat rias sudah berserakan dimana-mana. Bahkan beberapa darinya sudah ada yang pecah.

Pintu terus digedor dengan brutal. Namun tak juga membuatnya kunjung keluar. Ia tidak menangis, sungguh. Hanya saja, pikirannya mendadak rumit hingga ia harus melampiaskannya.

Di luar, Dima dan Dania tak henti-hentinya memanggil. Hujan hang semula hampir terang kini kembali mengguyur, hingga meredam suara keduanya.

"Dama? Buka!"

Pintu dibuka menampilkan kelegaan dari Dimas dan Dania yang sudah menaruh cemas sedari tadi.

"Dama ngga papa," ujarnya setengah berbohong, ia hanya tidak ingin menjadi beban lagi.

Dania yang tidak percaya pun nekat masuk ke dalam kamar dan menemukan barang-barang berserakan dengan serpihan kaca dari botol-botol parfum di lantai.

"Dama ngga papa kok, beneran," ujarnya lagi kembali meyakinkan. Walau ia sendiri tahu, tidak mudah untuk mengelabui Dimas dan Dania.

Namun seolah alam tak mendukungnya, ia tak bisa menyembunyikan rasa sesak dengan air mata yang jatuh begitu saja.

"Dama, lihat mbak," ujar Dania dengan lembut setelah Dimas meninggalkan keduanya untuk memberikan ruang lebih.

Dama tetap saja diam. Air matanya terus saja luruh tanpa suara ataupun isaknya.

Dania yang tidak mendapatkan respon hanya mampu termenung di sampingnya. Rasa khawatirnya kembali, seolah memori lama akan menghampiri lagi.

"Kamu boleh cerita sama mbak. Asal jangan seperti ini Dama."

Dama masih enggan untuk bersuara, ia sendiri pun bingung tentang dirinya yang seperti ini. Tentang hati dan rasanya. Kini seolah menampar dan menjatuhkannya secara serempak.

---

"Saya akan berjuang."

Kalimat singkat yang ia teguhkan untuk menguatkan langkahnya, mengisi apik di dalam benak Alfan.

Alfan sudah membulatkan tekatnya untuk pantang mundur, apapun kondisinya. Apapun konsekuensinya. Ia tak akan mengulur waktu lebih lama lagi untuk menunggu. Ia telah banyak membuang waktu untuk berfikir tanpa dengan tindakan yang selama ini ia inginkan.

Esok, segala yang ia pendam akan ia utarakan. Tidak peduli apapun yang menjadi jawabanya.

Dalam sepanjang perjalanan yang membawanya kembali ke rumah, ia tak sekali pun melunturkan senyum. Senyum yang selalu ia berikan pada seseorang yang sudah berani mengacaukan hatinya. Dan belum pernah ia berikan pada siapapun selainnya.

Drrrt

"Halo?"

Bersambung...

Bersambung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
 See You Captain!(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang