flight 26 ✈️

1.1K 166 6
                                    

Mayangsari ~ Ku Tak Baik-Baik Saja

See You Captain
kamu hanya pergi lebih jauh



Air mata itu lolos begitu saja di pipinya, walau tak deras tapi setetesnya itu cukup memilukan.

Ini kali kedua, air mata itu jatuh begitu saja hanya karena satu orang yang entahlah bagaimana Dama mendeskripsikannya.

Alfan melewatinya begitu saja padahal ia melihat ada Dama yang jelas-jelas tersenyum padanya.

Bukankah ini cukup untuk di katakan sakit?

Siang berganti dengan cahaya kuning kemerahan di ufuk barat bumi. Senja telah datang dan siap untuk di gantikan malam, namun Dama sama sekali belum meninggalkan tempat itu.

Terdiam di dalam mobil dengan alunan lagu yang semakin membawanya hanyut dalam suasana hati.

Perutnya yang sedari tadi berbunyi ia biarkan begitu saja sampai rasanya menjadi perih. Matanya masih menyelinap kesana kemari, mencari keberadaan sosok yang harus ia akui, ia cukup penting untuk Dama.

Jika ia salah, ia akan meminta maaf.
Jika pun ia benar, ia juga tetap akan meminta maaf.

Asalkan jangan mendiamkannya, itu sulit untuk Dama.

Dan waktu mengantarkan ku padamu

Sampai kini akhirnya kita bersama

Sejak dulu sampai masa sekarang

Ku tak baik baik saja tanpamu

Kepalanya tenggelam di antara lengannya yang bertumpu di atas stir, pikirannya kacau, hatinya seakan merumit.

Harus ia akui, ia merasa kurang saat Alfan bertindak seperti ini. Tidak rela saja, saat orang yang ia kenal jelas-jelas menjauhinya.

Ingat, sebatas orang yang ia kenal.


Meski tak terjadi satu peristiwa pun

Namun ku tlah merasa akan ada kisah denganmu

Setahun lebih waktu menghantarkannya pada pertemuan dengan lelaki ribet itu, dan baru kali ini ia merasakan sesaknya di acuhkan.

Lalu bagaimana dengan Alfan yang selama ini dengan terang-terangan ia tolak kehadirannya.

Apakah seperti ini rasanya datang dan di paksa pergi ?

Sementara di sebrang, lelaki lengkap dengan seragamnya yang masih melekat sejak berjam-jam yang lalu. Masih dengan betah duduk di persembunyiannya. Matanya menyorot ke arah salah satu mobil yang telah ia awasi sejak tadi.

"Belum mau pulang?" Salah satu rekannya bertanya, pasalnya tidak biasa lelaki itu tidak cepat-cepat pulang dan malah masih betah dengan posisi yang sama dan tempat yang sama.

"Sebentar lagi," ujarnya yang entah sebentar yang ia maksud itu sebentar yang mana. Sebab sudah lebih dari tiga kali ia tetap menjawab dengan kata yang sama.

Malam datang, namun masih belum ada tanda-tanda mobil itu bergerak.

Langkah panjangnya berayun cepat ke tujuan. Setengah berlari dengan sepatu berlapis kulit mengkilapnya untuk semakin medekat.

Tubuhnya mematung saat mendapati penghuni mobil nampak tertidur di dalamnya. Dan itu dapat ia lihat dari kaca yang ia intip.

"Dama..." Suara lembut menenangkan namun tetap terkesan dalam dan tegas, memanggil-manggil gadis tidur itu.

Dama melenguh, dan terbangun dari tidurnya yang ternyata telah melewati senja yang telah berganti malam sekarang. Kepalanya menoleh kesal mencari seseorang yang dengan berani telah mengusik tidurnya.

Namun matanya malah menangkap seseorang yang sempat mampir di mimpinya. Hatinya berkata ia masih bermimpi, namun logikanya menuntun ke realita.

Dibukannya pintu mobil dengan tergesa. Lalu mendekap erat tubuh tinggi tegap milik Alfan.

"Maaf," berulang kali kata itu keluar dengan lancar dari mulut Dama. Sementara tangannya, memeluk erat Alfan yang kini mematung di tempat.

"Maafin Dama yang ngga selalu jadi pendengar yang baik," kali ini bukan hanya ucapan dengan nada bersalah yang keluar, melainkan isakan kecil yang dengan jelas Alfan dengar.

"Maaf-..."

"Kenapa, hm? Ada sesuatu yang buat kamu sedih?" Alfan melonggarkan rangkulan Dama pada tubuhnya, menarik dagu gadis itu untuk sedikit mendongak dan mengusap air matanya yang turun.

"Jangan jauhin Dama," ujar Dama yang lagi-lagi membuat Alfan membeku. Entah bagaimana ia harus mengekspresikan hatinya.

Ia ingin tersenyum sepanjang hari, ia ingin melompat saking senangnya, bahkan ingin terbang.

"Orang yang Dama kenal, ngga boleh jauhin Dama."

Namun, hampir saja ia terlena hingga terjatuh.
Bukankah memang benar, jika mereka sebenarnya hanya saling mengenal.

"Orang yang dikenal."

Bukan mereka yang saling memiliki. Atau saling beruntung karena sama-sama memiliki.

"Dama akan bantu capt buat menggenggam air itu. Dama akan bantu capt buat memeluknya," ujar Dama yang lebih mengarah ke janji.

"Tapi sayang, saya salah. Air tidak akan bisa saya genggam."

Bersambung...



🧡🥀
See you next part!

🧡🥀See you next part!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
 See You Captain!(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang