flight 9✈️

2.2K 286 30
                                    

See You Captain
kamu hanya pergi lebih jauh

Hari ini memang sudah sore, tapi entah mengapa Dama ingin sekali datang ke tempat ini. Di mana lagi jika bukan ke bandara. Singkat saja dengan alasan ia rindu saat menjemput ayahnya dulu.

Kali ini ia tidak sendiri, ada Dania yang menemaninya. Memastikan bahwa iparnya baik-baik saja.

"Dama, ada pesawat naik!" Ujar Dania yang juga duduk bersama Dama di depan mobil.

Dama tersenyum lalu memejamkan matanya diikuti Dania. Kebiasaan Dama yang selalu menaruh harap pada pesawat yang baru saja mengudara. Dengan harap-harap pesawat itu akan terbang membawa harapannya.

"Buat harapan apa, nih?" Tanya Dania yang telah membuka matanya terlebih dahulu, sangat penasaran dengan apa yang iparnya itu harapkan.

Dama membalas dengan senyum. "Ngga ada hal lain selain buat ketemu Ayah." Ujarnya yang membuat Dania menyesal dengan pertanyaannya, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain dengan mata yang telah berembun.

Setelah beberapa saat dalam sunyi, tak terasa langit pun telah berubah menjadi oranye. Matahari telah menyingsing ke tempat istirahatnya, meninggalkan langit dan membiarkan dalam gelap untuknya beristirahat.

"Mau pulang?" Tawar Dania yang baru saja melirik arlodjinya yang melingkar di tangan. Hampir dua jam di sana, namun tidak terasa.

Dama menoleh, lalu mengalihkan pandangannya. Seperti sedang mencari, namun tidak ia ketemukan sesuatu itu.

"Boleh sebentar lagi?"

"Tentu." Balas Dania dengan senyumnya. Ia tidak akan memaksa atau melarang Dama, selama ia melihat Dama dalam keadaan baik.

Hawa dingin menusuk, lalu lalang kendaraan keluar masuk walau sudah petang. Banyak dari mereka yang mungkin akan terbang malam ini.

Dania telah masuk ke dalam mobil akibat telponnya yang terus berdering. Dimas memang tidak tahu suasana.

Dama menyangga tubuhnya di atas dua tangan, duduk di depan bagian mobil dengan mata terus menatap langit yang malam ini cerah. Pesawat pun dapat ia lihat dengan jelas mengudara di atas. Membiarkan matanya menikmati pemandangan di sana.

Hingga tanpa sadar, aroma parfum yang tidak asing memenuhi udara yang ia hirup. Diam ia menikmatinya tanpa tahu bahwa seseorang tengah menatapnya dengan sorot tak terbaca

"Dama..."

Ah suara itu, mengapa muncul lagi. Namun kali ini justru ia terkejut, ternyata suara tadi adalah nyata, dan pemiliknya benar-benar berdiri di depannya.

Ia beringsut merapikan duduknya. Berkali-kali berinteraksi dengan sosok itu membuatnya mau tidak mau jadi hafal dengannya. Ah, bukan berinteraksi. Lebih tepatnya ia dominan menjadi pendengar atau pura-pura mendengar ocehan lelaki itu.

Dari penampilannya Dama sedikit tahu, mungkin lelaki itu baru saja selesai bekerja.

Alfan tersenyum mendapati Dama yang tak memalingkan wajah darinya. Dugaanya memang tidak salah. Itu Dama. Si gadis yang mendadak meracuni otaknya. Tidak sia-sia, ia membereskan pekerjaannya lebih cepat meski dengan tergesa-gesa dan mengeluh napas hampir tercekat.

"Seharusnya kamu tidak perlu menunggu saya datang sampai seperti ini. Apa tidak dingin? Apa kamu tidak digigit nyamuk? Bukankah sore ini sangat dingin? Hm ...?" Kumat. Alfan sudah kumat.

"Apa tidak bisa kamu berhenti menduga-duga?" Tegas Dama, Alfan langsung kicep.

"Oke, saya terlalu semangat saat melihat kamu disini." Ujarnya.

Dama kembali menjadi pendengar.

Semangat?

"Sebenarnya saya memang lelah, tapi tidak jadi. Jadwal saya bulan ini memang padat, jadi saya jarang menemui kamu. Apakah tidak apa-apa?"

Dama tercengang. Bagaimana bisa Alfan memikirkan tentang tidak dapat menemuinya. Sungguh berbalik dengan Dama yang telah menyusun aneka rencana agar bisa menghindar darinya.

Dari dalam mobil, Dania mengulas senyumnya. Walau sempat kaget dengan kedatangan Alfan yang tidak ia duga sampai panggilan dari Dimas berakhir.

Alfan turut mendudukan diri di sampingnya. Membuat Dama semakin jelas bisa menghirup aroma tubuh lelaki itu. Aroma yang tidak bisa di bilang terlalu wangi. Pas saja rasanya.

Tanpa sadar pertanyaan konyolnya lolos begitu saja. "Beli parfum dimana?"

Speechless. Begitu saja ia langsung kagum pada Dama, selain sosok yang tidak mudah ia tebak, Dama juga sosok yang jujur dan tidak segan mengeluarkan isi pikirannya. Walau tak urung, dari pertanyaan itu, Alfan mati-matin menahan tawanya.

Hal sesepele itukah yang menjadi penting untuk Dama?

Bersambung...


Bersambung

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
 See You Captain!(END)Where stories live. Discover now