flight 39✈️

1K 136 3
                                    

Bandara Kyoto, Japan

"Gila, gue kira lo cuma bercanda!"

"Lo yang gila!"

"Udah buruan. Kelamaan."

Hari ini, Satria dengan tergesa langsung memesan tiket menuju Jepang.

Dan alhasil petang ini ia telah sampai di sana.

Setelah penuturan Tara melalui telepon semalam, ia menjadi cemas sendiri dengan keadaan gadis itu. Siapa lagi jika bukan Dama.

"Na, tapi lo ngga bercanda kan?"tanyanya yang meragukan kedua temannya.

"Lo pikir semalam Tara bilang gitu cuma ngawur. Lo yang ngawur! Buruan masuk!"

Dug.

Dengan perasaan yang amat dongkol Rauna terpaksa menendang Satria agar lebih masuk lagi ke dalam mobilnya.

"Ngga ngotak!" gerutu Satria yang merasakan nyeri di pangkal pinggangnya akibat kelaukan Rauna yang terbilang sadis itu.

"Bisa diam, tuan Satria yang terhormat?" ujar Rauna dengan suara yang di buat-buat.

Seketika pun Satria langsung memasang tampangnya yang berwibawa.

"Good!" Rauna menjentikkan jarinya di depan Satria.

Mobil di pacu dengan kecepatan yang tinggi. Hingga beberapa kali menyalip kendaraan besar.

Di sana sedang musim dingin. Dan jalanan pastinya licin. Namun tidak untuk Rauna, ia terus melajukan mobilnya dengan cepat. Mengabaikan penumpangnya yang sedari tadi sudah mengumpat.

Ciiiiittt.

"Turun," ujarnya santai tanpa peduli dengan Satria yang menahan rasa pusing akibat beberapa kali terkantuk-kantuk di kaca sampingnya.

"Lo emang ngga pernah ngotak," cecarnya.

"Gue gini karena darurat, ya tuhan," ujarnya berusaha sesabar mungkin.

Sebenarnya bukan keadaanya yang darurat, melainkan kondisi perutnya yang sudah meronta-ronta ingin segera di isi.

Satria turun dengan tergesa, mencoba merelakskan tubuhnya.

Sedangkan di dalam, Tara masih saja menjaga Dama yang sedari tadi belum juga keluar dari kamar. Ralat dari semalam.

Ia jadi penasaran dengan apa yang membuat gadis itu menjadi sosok yang seperti ini.

Di ruang yang mereka gunakan untuk berkumpul semalam, hpnya masih tergeletak di sana.

Tara menjadi penasaran, namun ia tak ingin lancang. Cukup Rauna saja yang dengan berani. Ia memilih tidak.

"Dama, makan yuk."

"Kamu mau susu ngga? Aku buat dua loh."

"Kamu ngga mau mandi dulu gitu? Aku siapin air anget ya?"

Lagi-lagi ia harus menghela nafas lelah. Semuanya nihil, ia bahkan tidak mendapatkan sepatah kata pun jawaban.

Pintu di buka, menampilakan wajah tengil Rauna yang sudah di tebak ia pasti akan segera makan.

"Taraaaa, lo udah masak kan?"

"Hm."

"Okay, Una mau makan!" soraknya dan hampir berlalu dari pandangan Tara.

"Satria mana?" tanyanya yang sedari tadi belum juga melihat kedatangan lelaki itu seperti yang di katakanya semalam.

"Lagi di depan."

 See You Captain!(END)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora