flight 42✈️

941 132 5
                                    

"UNA AWAS!" pekiknya yang seketika membuat Rauna dan Tara mengalihkan fokusnya ke jalan.

Brak!

Semua terasa cepat dan begitu saja terjadi tanpa permisi. Beberapa mobil di sekitarnya bahkan berhenti untuk memastikan keadaan.

Sahut-sahutan sirine dari polisi menggema di TKP setelah beberapa saat kejadian berlangsung. Terlihat dari beberapa mereka yang mencoba mengevakuasi korban yang berada di antara puing-puing mobil yang hampir semuanya tak berbentuk.

Garis polisi di pasang guna ketertiban di sekitarnya untuk kepetingan pemeriksaan di kejadian. Asap mengepul dari mobil itu, kaca berserak di aspal yang hampir tertutup salju tipis, darah pun tak kalah tercecernya di sana dan menimbulkan bau anyir yang cukup bisa terendus dari beberapa meter.

Bukankah cukup untuk menggambarkan parahnya kecelakaan tersebut?

"Alhamdulillah bukan kita," ujar Rauna sembari mengelus dadanya.

Sementara Dama dan Tara masih berada di lamunannya.

"Woy! Bukan kita!" seru Rauna yang sedari tadi mendapati ekspresi shok dari kedua penumpangnya.

"Itu beneran bukan kita yang mati?" Tara bergumam dengan pendanaan kosong.

"Bukan Tar," sahut Dama pelan dari belakang yang sama halnya belum mempercayai adanya kejadian itu.

"Kalian mau mati? Kalau gitu ngapain tadi Una banting stir kalau kalian aja mau mati?!" sungut Rauna yang pada akhirnya membuat keduanya mendapatkan kesadaran kembali.

Dama menghela nafas lega sembari menyandarkan punggungnya di punggung kursi.

Berbeda dengan Tara yang sudah melayangkan tangannya ke pundak Rauna dengan cukup keras.

"Lo emang gila!" kesalnya.

Rauna menekuk bibirnya ke bawah," "kalau gue gila, gak mungkin kita masih selamat. Santan," ejeknya.

"Tara, gue Ta. ra. Bukan Kara!" sungutnya.

"Kalian bisa akur sebentar aja dulu ngga?" suara dari belakang menginterupsi.

Mereka sama-sama diam. Dama yang masih berusaha menenangkan dirinya sendiri dan Tara, Rauna yang sibuk saling mencibir tanpa suara.

"Eh, Dama mau kemana?!" teriak Tara dari dalam mobil kala pintu belakang di buka oleh Dama yang langsung melangkahkan kakinya ke titik kecelakaan, sedikit jauh dari posisi mereka.

"Wah mampus! Bos bisa miting kuping kita!" Rauna yang tanpa pikir panjang, langsung turut mengikuti Dama yang telah berada di antar kerumunan.

Langkah kaki Dama memelan dan membelah kerumunan di sana. Menyaksikan bagaimana hancurnya mobil-mobil itu yang tak lagi utuh.

Hati Dama berdenyut ngilu kala satu dari beberapa korban berhasil di keluarkan dari himpitan puing-puing mobil yang telah tak berbentuk.

Air matanya tiba-tiba menetes begitu saja tanpa permisi saat korban yang sama sekali tak bisa ia lihat tersebut dibawa petugas melewati kerumunan dan di arahkan ke salah satu ambulans di sana.

Antara lega karena bisa mendapatkan pertolongan segera dan antara sedih saat membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang tidak pernah di harapkan.

"Dama, ngapain sih?"

Rauna yang telah sampai pun sempat termenung saat melihat Dama seperti ini.

Mungkinkah ini karena kelembutan hati, atau ... hal lain?

Dengan cepat Dama mengusap sisa air matanya," kasihan."

Rauna merangkulnya, hingga membuatnya kembali menitikkan air mata.

 See You Captain!(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang