flight 25✈️

1.1K 166 5
                                    

Afgan~ Sudah

See You Captain
kamu hanya pergi lebih jauh

Sejak malam itu, delapan belas hari yang lalu. Kini Alfan bagai hilang di telan bumi. Entah karena jadwal penerbangannya, atau mungkin sengaja menjauhi Dama.

Selama delapan belas hari pula, Dama dibuat uring-uringan sendiri.

Apa dia tidak menjadi tempat yang baik untuk Alfan bercerita?

Apa jawabannya salah?

Apa ia mengatakan hal yang tidak pantas?

Hingga membuat Alfan tidak muncul lagi di hadapannya.

Selama itu pula, ia lebih sering bolak-balik ke bandara hingga dua kali sehari, hanya untuk menunggu Alfan yang entah baru datang atau akan pergi kembali.

Entah kata-kata apa yang ia persiapkan untuk menemui lelaki itu. Mungkin meminta maaf? Atau mungkin kembali menawarkan diri sebagai pendengar yang baik.

"Ngapain marah-marah terus? Heran deh mbak." Ujar Dania yang sudah sangat-sangat bosan melihat kelakuan iparnya yang belakangan ini mudah emosi.

Dama hanya menggeleng dan melenggang pergi masuk begitu saja ke dalam kamar. Ini lah situasi yang ia benci. Situasi yang membuatnya merasa bersalah atas kesalahan yang ia sendiri sebenarnya tidak tahu.

"Dama!" Dania memanggil dari luar dengan cukup keras. Mau tak mau Dama pun membukakan pintu untuknya.

Ah, ia jadi ingat jika ia dipanggil seperti ini biasanya karena lelaki itu datang atau mencarinya. Mencari?

"Kenapa?" Sepertinya Dama salah, Dania datang bukan untuk memanggil karena ada tamu tak di undang seperti biasa.

"Ngga kenapa-kenapa," jawab Dama yang antara jujur dan bohong ia tidak mengerti juga.

"Mau cerita?"

"Mau cerita?"

Ah kenapa juga ia jadi ingat lelaki itu kembali, bukannya bagus ia malah terbebaskan dengan tidak adanya Alfan yang selalu muncul tiba-tiba.

Dama menggeleng, ragu sebenarnya untuk bercerita. Takut ditertawai atau malah takut Dania akan salah paham dengan maksudnya.

"Hm... mbak tahu, pasti karena pilgan, kan? Hayo ngaku?!" Tebak Dania yang hampir menyentuh angka seratus persen benar!

"Apaan sih, engga. Ngapain juga mikirin dia?"

"Ya, barang kali kamu kangen." Goda Dania yang malah membuat Dama ingin sekali menggelindingkan badannya dari kasur jika tidak mengingat Dania yang kini sedang berbadan dua.

Namun daripada menjawab, Dama memilih untuk diam dan bergelut dengan pikiran dan hatinya untuk menemukan kepingan puzzle yang sering membuatnya tersulut emosi begitu mudah.

"Mbak simpan nomor telpon orang itu ngga?" Mungkin inilah hasil dari otak dan hatinya.

Orang itu.

Dania yang awalnya bingung kini malah terkejut. "Ha! Jadi udah setahun lebih dan kamu ngga punya nomornya?! Parah." Hebohnya dengan gelengan kepala tidak percaya.

Dama mendengus kesal, yang tadinya hanya kesal kini bercampur malu setengah mati.
"Punya ngga? Kalau ngga punya yaudah sana..." Usirnya.

Masih dengan senyum usilnya Dania seolah ingin memancing reaksi Dama selanjutnya.
"Pernah punya tapi..."

"Udahlah, sana-sana keluar!"

Seperginya Dania dari dalam kamarnya, Dama terus berguling-guling di atas kasur dengan gusar. Sudah beberapa hari pula ia tidak bisa merasakan tidurnya dengan tenang.

Ia ingin menulis, namun hatinya sedang kacau. Moodnya jadi tidak baik untuk menulis. Ia hanya ingin ceritanya kembali di dengar, bukan untuk sekedar menjadi tulisan.

Lagi-lagi cerita terakhir Alfan selalu membayanginya dikala sepi.

Tentang gadis itu, gadis yang mengisi penuh hati Alfan. Gadis beruntung yang dapat masuk di cerita Alfan. Seperti air dan kehidupan untuk seorang Alfan.

Lalu, apakah sekarang lelaki itu telah mendapatkan airnya? Hingga ia lupa dengan Dama?

Apa air yang selama ini ia butuhkan telah ia temukan?

---

"Buru-buru lagi? Kenapa sih?" Tanti yang selalu mendapati putrinya yang tergesa-gesa di sepanjang pagi membuatnya selalu heran.

Dama itu tidak bekerja, tapi akhir-akhir ini malah melebihi dari seorang pekerja yang takut macet atau terlambat ngantor.

"Penting," lagi-lagi hanya jawaban itu yang didapat oleh Tanti, Dimas, dan Dania, sebelum Dama dengan langkah tergesanya meninggalkan pekarangan rumah.

Jam menunjukkan pukul setengah enam, dan ia akan sampai ditujuan pukul enam lebih nantinya. Itupun jika di sepanjang perjalanan mendukungnya.

Nahas sekali, hari ini ia tidak beruntung. Nyatanya ia sampai di tujuan hampir jam tujuh.

Dihadapannya, hilir mudik orang-orang sibuk yang kesana kemari seperti menjadi sarapan di paginya.

Satu jam, dua jam menunggu itu masih wajar. Namun kini ia telah menunggu hampir tujuh jam. Seperti orang linglung di antara ribuan orang yang datang dan pergi, hanya untuk menunggu seseorang.
Lapar tak dirasa, lelah pun ia terlihat biasa. Seperti sudah menjadi hal yang lazim untuknya.

"Mungkin belum untuk hari ini." Batinnya yang sebenarnya kecewa.

Hampir saja ia meninggalkan tempat itu, namun langkahnya terhenti saat matanya tak sengaja menangkap seseorang yang terlihat sibuk dengan beberapa orang di sekitarnya.

Senyum mengembang dari Dama yang merasakan kelegaan, dan buah dari kesabarannya.

Apakah seperti ini rasanya?

Namun, apa ini? Tangannya bahkan telah siap untuk melambai ke arahnya.

Namun tanpa sedikitpun niat untuk melihat, dia melenggang begitu saja lewat di depannya.

Tanpa senyum dan sapanya seperti biasa? Apakah secepat itu untuk orang berubah? Atau ia telah tersingkirkan?

Bersambung...

PENDAPAT KALIAN TENTANG PART INI?

PERASAAN KALIAN TENTANG PART INI?

PESAN BUAT DAMA?

PESAN BUAT ALFAN?

PESAN BUAT DIRIKU??


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
 See You Captain!(END)Where stories live. Discover now