flight 20✈️

1.3K 192 11
                                    

Btw aku lembur buat edit tipis ni tulisan, biar kalian ngga sakit mata🥲

MAKASIH UDAH BACAAAA LOVE YU🤌

Mayangsari ~ Ku Tak Baik Baik Saja Tanpamu


See You Captain
kamu hanya pergi lebih jauh


Malam datang, serasa lebih cepat dari biasanya. Sepulangnya dari bandara tadi siang, nampaknya pemilik dari sebuah kamar yang sedang tertutup rapat, tak kunjung juga keluar dari persinggahannya.

"Dama." Berkali-kali Dania mengetuk pintu namun tak kunjung juga Dama membukanya.

Perasaan cemas kembali hadir, mengingat sudah terlalu lama Dama mendekam dalam kamar.

"Dama!" Untuk kesekian kalinya, Dania mengetuk pintu itu dengan brutal. Andai saja pintu tidak di kunci, pasti sudah dari tadi ia bisa masuk.

Akhirnya kesabaran Dania berbuah manis. Dugaannya salah, dan dia sangat lega saat apa yang ada di pikirannya ternyata hanyalah bagian dari praduganya, akan Dama yang kembali seperti dulu lagi. Nyatanya Dama kini keluar dari dalam kamar dengan keadaan muka bantal. Apakah selama itu Dama tertidur hingga ia tidak sadar bahwa siang sudah berganti malam.

"Ada tamu di luar. Nyariin kamu. Buruan rapi-rapi terus keluar. Kasihan dari sore udah nongkrong di sini." Ujar Dania dan Dama hanya memasang ekspresi bingung.

Siapa yang datang bertamu, dia sama sekali tidak memiliki janji dengan siapapun.

Tidak butuh waktu lama untuk sekadar menyisir rambutnya. Dama akhirnya keluar. Bibirnya menganga saat tahu siapa yang datang bertamu malam ini.

"Selamat malam." Sapanya tak lupa dengan senyum terbaik yang selalu ia tampakkan pada Dama.

Antara terkejut dan kagum. Dama ternyata sama sekali tidak bisa membedakan mana perasaannya.

"Baru bangun tidur ya?" Tanyanya yang membuat Dama reflek mengusap sudut bibirnya. Siapa tahu ada sisa liur berbekas di sana.

Tanpa ia sadari, tingkahnya ternyata membuat Alfan terkekeh di tempatnya. Nyatanya selama satu bulan tidak bertemu dengan gadis itu, membuatnya tersiksa antara rindu yang ia rasa dan perasaan was-was akan keadaan Dama selama ini.

Menanggapi pertanyaan Alfan, Dama hanya mengangguk kaku. Antara malu atau apapun yang ia rasa dan hanya ia yang tahu.

"Kamu tidak berniat kesini?" Melihat Dama yang hanya bergeming di tempat,membuat Alfan gemas sendiri.

Belum sempat Ia mencapai bangkunya, kejadian di luar nalar terjadi padanya.

Grep.

"Maaf, tapi biarkan seperti ini, sebentar saja."

Dengan spontan Alfan memeluk tubuh Dama saat melewati banku sampingnya. Gerakan cepat yang dilakukan Alfan, seketika serasa membuat darah Dama berhenti mengalir. Jantungnya berdegup cepat namun serasa tak memompa darah dengan baik, hingga membuatnya gemetar sendiri.

"Kamu gadis nakal, berhari-hari kamu seenaknya datang dalam pikiran saya." Ujar Alfan dengan terkekeh.

Sadar jika ini posisi yang salah, dengan sekuat tenaga Dama pun melepasnya. "Lancang banget sih!" Gerutunya.

Ia tidak marah, hanya saja ia kesal. Alfan memang sudah seberani ini.

Sama halnya dengan Dama, Alfan pun tidak marah dengan perkataanya. Ia sendiri sadar jika ini adalah hal yang tidak pantas. Namun rindu telah mengalahkannya.

"Bagaimana kabar kamu?" Setelah hening beberapa saat, akhirnya Alfan lah yang membuka obrolan. Sedangkan Dama hanya diam termenung entah apa yang ia pikirkan.

"Baik."

"Syukurlah, jika kamu memang baik-baik saja." Alfan kembali mengulas senyum. Dan untuk kesekian kalinya, Dama harus mengakui bahwa sebaik-baiknya pemilik senyum terindah hanyalah Alfan.

"Kamu tidak mau menanyakan kabar saya, hm?"

Dama menggeleng sebagai jawaban, bukan karena ia sungkan. Namun baginya, adanya Alfan di hadapannya sudah cukup menjawab bahwa lelaki itu baik-baik saja.

"Haus ngga?" Dari sekian pertanyaan yang ada, Dama justru lebih memilih menanyakan hal tersebut. Padahal sudah jelas, jika di depan Alfan telah tersaji secangkir teh.

"Tidak. Ini saya sudah minum."

"Kenapa ngga haus?"

"Memang kenapa kalau saya haus? Kamu mau buatkan saya minum lagi, hm?"

"Harusnya, setelah banyak bicara kamu haus. Dama capek denger kamu ngomong terus."

Hampir saja Alfan melayang karena mengira bahwa Dama akan perhatian padanya. Nyatanya, Salah Besar!

Dan, baiklah sepertinya kali ini ia harus diam.
Namun, ada satu lagi yang harus ia lakukan.

"Cerita pada saya, dan saya akan diam." Kembali tersenyum. Entah untuk berapa kali ia tersenyum begitu lebar.

Sesi cerita pun dimulai. Bahkan Dama sudah tidak keberatan lagi untuk berbagi dengan Alfan. Asal itu masih  wajar dan tidak menyangkutkan semua hal yang tidak seharunya ia bagikan.

"Hari ini, tepat satu tahun Ayah pergi."

"Itu artinya, sudah satu tahun juga saya menemukanmu Dama."

———

Bercerita dengan Alfan rupanya sudah menjadi hal biasa bagi Dama. Entah sejak kapan ia bisa sebiasa ini.

Jika buku adalah tempatnya bercerita tanpa telinga. Maka Alfan adalah tempatnya menuangkan rasa dengan suara.

"Apakah malam-malammu terlewati dengan baik?" Pertanyaan Alfan yang langsung di angguki Dama lengkap dengan senyumnya. Sangat sayang untuk dilewatkan.

"Jauh lebih baik dari sebelumya. Setiap malam yang dulunya Dama gunakan untuk menangis dan menghabiskan berbagai obat untuk tidur sekarang telah berganti. Perlahan, Dama mulai mengganti malam-malam itu."

"Berbagi melalui aksara."

Bersambung...

Setelah aku baca lagi, ini part agak hahehoh yaaa ternyata.

Tp gpp, soalnya part selanjutnya seruuu🤣

Yg mau dipeluk Alfan, ya vote sama komennya jangan lupa, atuhlahhh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Yg mau dipeluk Alfan, ya vote sama komennya jangan lupa, atuhlahhh.

 See You Captain!(END)Where stories live. Discover now