flight 13✈️

1.6K 219 1
                                    

See You Captain
kamu hanya pergi lebih jauh

Hamparan pasir putih kecoklatan berbaur dengan debur ombak yang menyapa setiap bulirnya. Angin yang sepoi-sepoi seolah turut menyambut kedatangan dua manusia berbeda jenis itu.

Tidak sia-sia dua jam mereka habiskan di perjalanan untuk tiba di tempat ini.

Cukup sepi bahkan hanya ada beberapa turis asing yang hilir mudik di pantai itu, memang bukan hari libur juga. Jadi bisa dikatakan ini adalah hari yang cukup baik untuk berpuas di pantai tanpa harus berebut dengan pengunjung lain untuk dapat bermain di pantai.

Namun rupanya semenjak kedatangannya dua puluh menit yang lalu, Dama belum juga beranjak dari tempat berteduh yang telah disewa untuk menitipkan barang pribadi miliknya dan Alfan. Padahal di sana, Alfan sudah seperti seorang anak TK yang baru saja mendapat kartu bebas bermain air oleh orang tuanya.

Ia merasa udara ini seolah memutar kembali memorinya di masa lalu. Saat pertama kalinya ia bermain di pantai, pertama kalinya ia diajarkan membuat istana dari pasir, berlarian kesana kemari yang berakhir membuat mendiang ayahnya turut berlari mengejarnya, dan masih banyak lagi kenangannya bersama ayahnya.

Hingga beberapa saat senyumnya beriringan dengan air matanya yang juga turut jatuh.

"Hei."

Dengan lembut Alfan menyeka air mata Dama dengan sesekali memberi kekuatan padanya.

"Sampai kapan kamu akan seperti ini? Apa tidak ada hal lain yang bisa kamu berikan padanya selain air mata? Bolehkan jika ia lebih memilih senyummu daripada air matamu, Dama?" Ujar Alfan yang paham akan kondisi Dama.

Hampir delapan bulan ternyata tidak cukup untuk membuat Dama keluar dari jerat kesedihan. Nyatanya usahanya kembali gagal saat air mata Dama kembali jatuh.

Dama meraih tangan Alfan yang masih bertengger di pipinya, menggenggamnya seolah meminta kekuatan yang juga dibalas oleh Alfan yang mengelus pelan ibu jari Dama.

Ada rasa nyaman yang datang melebihi rasa nyaman karena sepoi angin pantai saat itu, yang perlahan dapat Dama rasakan.

"Terimakasih." Ujar Dama yang kali ini memberikan senyum terbaiknya hingga membuat Alfan turut tersenyum senang.

"Baju saya sudah terlanjur basah, amat sangat disayangkan jika air pantai itu hanya bermain-main dengan pasir." Kode Alfan yang kali ini Dama dapat mengerti.

Memang Ribet.

"Ayo, Dama juga pengen main." Putus Dama yang kemudian berjalan jauh lebih di depan dari pada Alfan.

Hari yang mulai siang dengan matahari yang amat menyengat rupanya tak menyurutkan semangat dua manusia yang kini tengah disibukkan dengan perang air mendadak.

Seolah air mata tadi kini telah terbayar oleh tawa yang telah lama hilang.

"Capt. stop!" Titah Dama yang sama sekali tidak di gubris oleh Alfan yang masih menyerangnya dengan menciptakan air.

"Tidak, ini seru! Saya harus menang lagi!" Ujar Alfan sembari menghindari Dama yang juga menyerangnya.

"Kali ini harus Dama yang menang!" Dama berseru dengan tak terimanya.

Hingga pada akhirnya kedua manusia itu berbaring di atas hamparan pasir sambil mengatur nafasnya yang terengah-engah. Dama yang beralaskan lengan Alfan dengan nyaman dan aman.

"Aku yang menang! Jadi Capt harus tepatin janji." Ujar Dama yang hanya di balas gumaman oleh Alfan dengan mata terpejam. Dan Dama yang justru bertepuk tangan riang walau jawaban dari Alfan memang kurang memuaskan.

Pada akhirnya perempuan memang selalu menang dan benar bukan.

"Pasirnya itu harus ditekan biar padat jadinya ngga gampang hancur." Gerutu Dama yang sedari tadi frustasi akibat ketidak mahirnya Alfan dalam membuat istana pasir.

"Tadi juga sudah saya tekan. Tapi pasirnya memang sok jual mahal sama saya." Jawab Alfan dengan bibir yang sudah tertekuk.

Permintaan Dama atas kemenangannya memang tidak sulit, namun akan menjadi lebih rumit saat Alfan yang melakukannya.

"Ck. Malah nyalahin pasir lagi." Ketus Dama sembari membenarkan istana pasir yang ia anggap sebagai maha karyanya.

"Saya ngga pandai kalau buat seperti ini. Tapi saya pandai kalau buat istana yang ada isinya." Jelas Alfan.

"Istana? Ada isinya?" Beo Dama.

Alfan mengangguk dengan senyum sumringahnya. "Isinya kita." Jawabnya yang justru membuat Dama tertawa heran.

"Dama sama Capt itu bukan kartun seperti di film-film. Yang ketemu, jatuh cinta, terus nikah dan tinggal di istana." Ujar Dama yang masih fokus pada kesibukannya dengan pasir itu.

"Jadi?"

"Jadi,... Apa?"

"Jadi kita harusnya seperti apa?"

"Teman,mungkin." Jawab Dama sedikit ragu.

Alfan menghela nafas lelah saat mendengar jawaban Dama.

"Tapi jika saya ingin menjadi yang lebih dari teman untuk kamu, apa boleh?"

Bersambung...


Udah aku bilang cerita ini ada bumbu-bumbu senetronnyaa😭

Maafin, aku emang ngga jago bikin yang romantis-romantis. Jadi, seadanya aja🤌😭


Yg ga vote sm komen, dikejar Alfan!

Yg ga vote sm komen, dikejar Alfan!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
 See You Captain!(END)Where stories live. Discover now