flight 7✈️

2.7K 321 19
                                    

See You Captain
kamu hanya pergi lebih jauh

Tetes air yang turun ke bumi membuat seluruh permukaan menjadi basah. Di dalam kamar yang dibiarkan gelap tanpa lampu, Dama melamun menghadap jendela yang memperlihatkan pemandangan luar.

Jam memang belum menunjukkan waktu malam. Bahkan sore ini terasa datang lebih cepat. Namun sudah gelap akibat mendung dan matahari yang mengalah padanya.

"Kenapa ngga makan?" Dania masuk dan turut duduk di depan jendela yang dibiarkan terbuka lebar.

"Ada gudheg." Jawab Dama masih dengan tatapannya yang kosong.

Ia mengelus rambut Dama dengan sayang. Meletakkan kepalanya di bahu Dama dan merangkulnya. Bagi Dania, Dama sama saja dengan adik untuknya. Dia sahabat, dia juga obat untuk Dania. Tapi kini Dania kehilangan Dama.

Mungkin sekarang yang di sampingnya bukan Dama lagi, dan entahlah siapa dia sebenarnya.

"Dulu, kamu suka banget sama gudheg. Bahkan kamu pernah seharian engga makan nasi dan cuma milih ngegado gudheg. Abis itu perut kamu melilit. Ingat kan?"

"Sekarang engga lagi Mbak." Ia tersenyum pedih. "Aku udah beda."

Dania menggeleng kuat. Dama tidak boleh berbeda. Apalagi yang dimaksud adalah dia, Dama yang menyedihkan dan Dama yang menyakitkan.

Ia tidak rela Dama berubah seperti itu.

"Enggak, kamu ngga boleh berbeda." Dania mengeratkan rangkulannya. Tidak dapat ditahan lagi. Isaknya kini keluar.

"Dama, di luar ada yang mencari." Tanti juga masuk ke dalam kamar. Namun pemandangan dihadapannya membuat dadanya perih. Sedih, pasti. Melihat anaknya masih saja terus terpuruk.

"Ada kapten Alfan." Ujar Tanti menjelaskan, saat tahu maksud dari tatapan bingung dari Dama.

Dania pun segera melepaskan rangkulannya, dengan Dama yang mengusap jejak air mata di pipi Dania, "Jangan nangis, Dama udah ngga papa." Lalu ia segera berdiri.

"Hai." Sapa Alfan dengan senyum, bahkan Dama sempat tertegun melihat senyum itu. Tulus.

Ia hanya mengangguk lalu menunduk, duduk berhadapan dengan Alfan ternyata tidak cukup baik. Ia merasa canggung. Lebih dari hari sebelumnya.

"Apa kabar? Kalo saya baik-baik aja, sehat juga." Ujar Alfan dengan sangat PD yang membuat Dama menyerngit, aneh.

"Baik." Jawabnya singkat.

"Kamu ngga balik tanya ke saya? Bagaimana kabar saya? Tumben saya ke sini? Kenapa saya udah lama ngga kesini?" Cerocos Alfan yang ia sendiri sadar bahwa berubah menjadi sosok yang cerewet belakangan ini.

Apa dia secerewet itu? Batin Dama heran.

"Lihat kamu datang ke sini, berati sehat. Jadi ngga perlu ditanya lagi." Jawab Dama.

Baiklah. Rupanya Alfan harus terbiasa dengan sifat Dama yang irit bicara. Atau malas berbicara dengannya.

"Ehem... Sepertinya banyak bicara membuat kerongkongan saya kering. Apa kamu tidak mau menawarkan minum untuk saya?" Sindir Alfan yang juga membuat Dama tersadar bahwa sedari tadi ia menganggurkan tamu di rumahnya.

Ia beringsut berdiri. "Minum apa?" Tanyanya to the poin.

Alfan langsung sumringah. Tidak cukup susah untuk membuat gadis ini peka rupanya. "Apapun. Asal air dan bisa saya minum." Senyumnya kian melebar.

"Apapun? Asal air?" Tanya Dama lagi memastikan. Dan Alfan hanya mengangguk tak lupa dengan senyumnya yang sedari tadi betah ia ukir.

Dama tersenyum. Lalu mengambil gelas yang memang tersedia di meja itu.

Alfan yang melihat tindakan Dama, hanya bisa mendelik kaget. Dama memang terlalu sulit untuk ia tebak.

"Selamat menikmati." Ujar Dama yang datang dengan menggeletakkan gelas di atas meja dengan smirknya.

Satu gelas air dari akuarium telah tersaji untuk Alfan yang meminta "apapun asal air dan asal diminum".

Rupanya Alfan harus menjadikan ini pengalaman, agar tak salah bicara dengan Dama. Ia bahkan bergidik ngeri melihat air dalam gelas itu. Apa tenggorokannya akan baik-baik saja setelah meminum itu. Jangankan tenggorokan, lidah saja mungkin belum tentu akan menerimanya.

"Air. Bisa di minum kan?" Ujar Dama, puas melihat ekspresi cengo Alfan. "Ayo minum, Kapten?" Ucapnya dengan manis. Sangat manis, namun kali ini Alfan akan terbunuh saking manisnya.

Alfan bahkan sampai kaget berkali lipat. Apa Dama yang asli memang semenyeramkan itu, dibalik Dama yang saat lalu terlihat menyedihkan?

Dengan gemetar tangan Alfan menggapai gelas itu. Dia masih merasa jantan. Dan tidak akan lari dari ucapannya sendiri.

Di sisi Dama, ia sangat kaget melihat aksi manusia di depannya. Bisa-bisanya ia nekat. Apa sehaus itu yang dia rasakan sampai air akuarium nekat akan ia minum. Apa banyak bicara menimbulkan efek segila ini.

"Kamu gila? Ini air ikan. Harusnya kalo mau minum ya bilang yang bener." Ujar Dama dengan merebut gelas itu yang hampir ditenggak Alfan, walau sayang air di dalamnya banyak yang jatuh di mana-mana.

Kaget. Namun ia justru tersenyum. Ingatkan sekali lagi padanya 'bahwa Dama adalah makhluk yang sulit ditebak'.

Satu sisi Dama kini ia tahu. Dama tidak setega itu.

Bersambung...


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
 See You Captain!(END)Where stories live. Discover now