flight 31✈️

1.1K 171 8
                                    


Mahalini X Nuca ~ Aku Yang Salah


See You Captain
kamu hanya pergi lebih jauh


Matahari bahkan belum menampakkan diri sepenuhnya, namun Dama telah berada di tengah ramainya mereka yang datang dan pergi.

Berharap kali ini ada jawaban dari semua yang ia nanti.
Tidak peduli sepagi apa saat itu, ia tetap akan berdiri mengabaikan dinginnya subuh.

Dilihatnya dari kejauhan, segerombol orang dengan seragam tugasnya mengingatkan kembali pada Dama tentang Alfan.

"Loh, Dama? Ngapain disini masih malam loh?" Tanya salah satu parmugari yang ia sendiri mengenal Dama, begitu juga sebaliknya.

Dama hanya tersenyum canggung. Ia sendiri juga bingung dengan hal ini.
"Capt Alfan mana?" Tanyanya dengan pelan.

"Loh, Capt masih libur. Empat hari lagi baru dia tugas lagi." Jelasnya yang justru membuat Dama semakin kecewa.

Kali ini, batinnya makin menyesak. Satu bulan Alfan tanpa memunculkan diri di hadapannya. Ini tidak biasa.

"Kalau kamu cari Capt, mending pas dia masuk aja." Ujarannya dengan ramah dan hanya diangguki Dama.

Akhirnya setelah perbincangan singkatnya tadi, Dama memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Ia hanya tidak mau untuk kecewa. Padahal ia tahu, ia akan sangat kecewa.

Disandarkannya kepala pada tangan yang bertumpu pada stir. Kepalanya mendadak pusing, perutnya juga perih. Sebulan terakhir ternyata membawa dampak buruk padanya.
Tidurnya tidak berkualitas dan pola makannya menjadi kacau.

Ia ingat, sedari kemarin ia belum makan apapun selain sarapan bersama Dania.

Lama berkelana mencari rumah makan yang sudah buka diawal jam enam ternyata cukup sulit, sebelum akhirnya ia menemukan rumah makan lesehan yang menyajikan sarapan pagi.

"Bu, nasi ramesnya satu sama teh tawar satu juga ya." Pesannya.

"Bu tambah teh tawar tubruknya satu ya."

Di sampingnya seorang perempuan dengan paras cantiknya juga turut mengatre. Cantik dan nampak lebih dewasa darinya, mungkin seperti inilah gambaran dari wanita idaman terlebih yang sering diceritakan Alfan padanya.

Jangankan Alfan, Dama yang melihatnya pun bisa tertarik.

Setelah mendapatkan pesanannya, Dama pun beranjak ke banku yang masih kosong. Kebetulan terletak tidak jauh dari pintu masuk.

"Ini tehnya a'."

Rupanya perempuan itu duduk tak jauh dari tempatnya, buktinya ia masih mendengar jelas suaranya.

"Makasih." Disusul dengan suara seorang pria.

Uhuk.

Uhuk.

"Mbak minumnya." Ujar pelayan di sana yang panik sembari menyodorkan gelas minum untuk Dama. Beberapa pengunjung di sana pun juga turut menoleh saat Dama belum juga berhenti terbatuk.

"Mbak minum dulu. Pelan-pelan..."

Seketika, darah Dama seakan berhenti mengalir. Suara itu tidak asing. Dan sekarang ia benar-benar nyata.

Dama tidak bisa menyembunyikan raut wajah terkejutnya, saat seorang pria memberinya air putih.

Sama halnya dengan Dama, lelaki itu juga terkejut di tempatnya.

"Capt?" Ujar Dama dengan suara yang amat pelan, tenggorokannya cukup sakit karna tersedak.

"A' ,airnya!" ujar seorang wanita, yang juga turut membantu membantu Dama.

Alfan yang semula mematung seketika tersadar dan dengan segera memberikan air putih di tangannya pada Dama.

Beberapa orang yang berkerumun, satu persatu meninggalkan tempat. Dan kini tersisa Dama, Alfan, dan seorang wanita yang asing bagi Dama.

"Terima kasih."

Entah sepanjang kata yang Dama rangkai jauh-jauh hari untuk ia katakan pada Alfan, kini hilang begitu saja di benaknya.

Alfan dan perempuan itu, cukup menjadi jawaban bagi Dama selama ini.

Alfan sudah menemukan airnya , dan perempuan itulah air untuk Alfan. Dama cukup mengerti.

"Sama-sama teh, lain kali lebih hati-hati ya?" Perempuan itu menjawab, suaranya bahkan sudah bisa menggambarkan bagaimana parasnya. Indah dan cantik.

Dama hanya mengangguk, antara tidak ingin lagi berkepanjangan dan juga tenggorokannya yang masih cukup sakit.

Sementara Alfan, hanya mampu memperhatikan Dama dengan sorot mata tak terbaca. Diam di tempat tanpa suara.

"A' lanjut lagi yuk makannya. Teh, kita ke belakang dulu ya." Pamit perempuan itu dengan sopan. Tangannya bahkan dengan indah meraih tangan Alfan.

Sekarang, rasa sakitnya tidak hanya di fisik. Tapi dibatin juga.

Dama beranjak, nafsu makannya sudah hilang. Ia tidak ingin juga menanggung sesak. Ini, menyakitkan untuknya.

Di tutupnya pintu mobil dengan pelan. Air matanya seketika luruh tanpa permisi, isak yang tadi ia tahan, kini tak dapat lagi ia bungkam.

Di sepanjang jalanan pagi yang lumayan macet ini, ia meluapkan sesak yang ia tahan. Teka-teki satu bulannya kemarin, hari ini terjawab sudah.

Orang yang ia kenal kini telah mendapatkan airnya.
Ia tidak boleh egois dengan Alfan, ia bukan siapa-siapa untuknya.

---

Sementara di lain tempat, seorang lelaki masih juga termenung. Hatinya tidak baik-baik saja. Tapi harus mencoba terlihat untuk selalu baik dengan siapa saja.

"A' kenapa belum dimakan? Mau ganti yang lain?"

Alfan hanya menggeleng, nafsu makannya sudah hilang sedari tadi.

"Kita pulang ke rumah mbah uti."

Alfan langsung berdiri tanpa memedulikan perempuan itu yang masih mencoba membujuknya untuk makan.

---

Di bawah langit pagi, ia duduk menekuk lututnya. Ia tenggelamkan kepalanya disana dan menangis tanpa suara.

Tempat ini masih sepi, jadi ia bebas mau seperti apa.

Dadanya masih sesak, itu artinya ia belum puas menangis. Berulangkali ia memukul dadanya, namun tetap sama. Tak ada yang berubah.

Alfan telah meninggalkannya, dan ia tak akan mudah untuk membawanya kembali. Jawaban dari segala pertanyaan kini terjawab sudah.

Apa yang dipinjam harus ia kembalikan.

"Mbak, kalau nangis jangan disini."


Bersambung...

Bersambung

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
 See You Captain!(END)Where stories live. Discover now