flight 5✈️

3.2K 363 6
                                    

See You Captain
kamu hanya pergi lebih jauh

"Terima kasih sudah datang." Tanti menyambut setiap tamu yang datang dengan ramah.

Hari ini adalah peringatan 100 hari meninggalnya suami. Sedikitnya ia mengundang 100 tetangga untuk acara ini. Ditambah dengan rekan-rekan mendiang suaminya.

"Ma, Dama ..." Suara Dania parau. Matanya sembab seperti menangis.

Tanpa menunggu lanjutan ucapan Dania, Tanti langsung tergesa masuk ke dalam kamar dengan pintu yang telah rusak dan sengaja belum diperbaiki. Dengan alasan yang mereka takutkan.

Dama, gadis itu kembali menangis sesak. Kepingan memori dengan ayahnya seolah memutar kembali.

Tanti merengkuh tubuh rapuh putrinya, menyalurkan setiap kasih sayangnya untuk Dama.

"Ayah."

Hari yang seharusnya lebih baik kini justru mengembalikan keluarga itu pada rasa kehilangan yang menyakitkan.

Di luar, tamu sudah penuh. Dimas dan Dania berada di sana menggantikan Tanti yang sedari tadi masih di dalam kamar Dama.

"Selamat datang, Capt. Terima kasih sudah menyempatkan waktunya." Sambut Dimas pada Alfan yang baru saja datang dengan beberapa rekan mendiang sang ayah.

Bagi Dimas, saat ini Alfan lah yang paling dekat dengannya setelah Captain Fihan, rekan ayahnya juga.

"Terimakasih sudah datang, Capt." Sambut Tanti yang baru saja tiba di teras.

Matanya yang sembab dan bercak air mata yang tertinggal di pipinya membuat Alfan jadi menduga-duga.

"Kamu tolong temani Dama. Dia tidak mau keluar." Ujar Tanti pada Dania yang masih bisa didengar Alfan yang beranjak duduk.

Dengan sigap ia berdiri kembali. "Boleh saya bertemu Dama?" Yang langsung di angguki Tanti.

Hampir dua minggu ini ia memang tidak berkunjung ke rumah mendiang rekannya, yang disebabkan jadwal penerbangannya. Hal itu semakin membuatnya memikirkan Dama.

"Hai. Sudah lama tidak bertemu bukan?" Sapanya yang kini berjongkok di hadapan Dama ditemani Dania.

Dama mendongak, ia tahu suara itu. Bahkan harum tubuhnya ia tahu. Namun sayang. Lain di pengelihatannya.

"Ayah." Ujar Dama tidak percaya yang langsung memeluk tubuh Alfan erat. Seolah ia memeluk ayahnya.

"Jangan pergi." Pintanya dengan suara yang amat menyesakkan. "Tolong ayah, jangan pergi."

Alfan membeku seketika. Namun kemudian juga membalas pelukan Dama. Menyalurkan kekuatan padanya. Walau ia tahu, Dama sedang berada dalam ilusinya yang belum merelakan kepergian ayahnya.

"Dia tidak pergi. Dia bersamamu."

"Dia akan selalu bersamamu. Jangan risau." Ujar Alfan dengan tulus.

Ia bahkan dengan rela menjadikan bahunya tempat Dama bersandar. Bahkan ia bisa merasakan bajunya basah dengan air mata pilu Dama.

Mengusap pelan bahu Dama. Membuat Dama menjadi lebih tenang.

"Jangan menangis lagi Dama. Air matamu semakin membuat ayahmu pedih di sana. Kamu harus bisa bangkit. Langkahmu masih panjang." Ujar Alfan terus menerus.

Lama mendengarkan akhirnya Dama sadar, bukan ayahnya yang ia peluk. Buru-buru ia melepas. Namun sayang, Alfan menahan. Begitu menenangkan dan hangat berada dalam dekapan Alfan. Pelukan paling menenangkan yang pernah ia dapat setelah dari Ayahnya.

"Terimakasih." Ujar Dama dalam sadarnya dengan isak yang masih sama, enggan melepas pelukan itu.

Bersambung...

Bersambung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
 See You Captain!(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang