Chapter 32 - Kegetiran

74 23 32
                                    

Chapter 32

Kegetiran

"Lo udah banyak bantu gue, Dan. Gue benci keadaan ini. Gue benci sekaligus takut. Gue takut semakin dekat sama lo. Gue takut." - Stevlanka

Stevlanka memiliki satu ketakutan. Ia takut hidupnya akan berakhir ketika ia belum bisa mewujudkan janjinya. Janji yang mungkin bisa membuat seseorang tenang di sana. Stevlanka hidup sebagai harapan seseorang yang mengirimkan masa lalu mereka pada mimpinya. Pada awalnya mimpi ini seolah beban, namun kini ia sadar, mereka membutuhkan bantuan darinya untuk meluruskan masa lalu yang masih menjadi misteri.

Stevlanka menjadikan masa lalu mereka sebagai pelampiasan untuk melupakan masa lalunya sendiri. Masa lalu yang begitu menyakitkan. Seberapa besar kemauannya untuk melupakan masa lalu itu, pada akhirnya pun akan kembali teringat. Seperti sekarang. Perlahan masa lalu kelam itu menggerogoti. Stevlanka merasakan rasa sakit ini ketika keadaannya terpuruk. Tubuhnya terbaring di atas lantai berada tak jauh dari tubuh Tiana.

Apa gue juga akan berakhir di sini?

"Vla!"

Mata Stevlanka mengerjap mendengar suara itu. Suara yang benar-benar ia kenali. Laki-laki bertopi hitam bisa dilihatnya samar-samar. Bibir Stevlanka bergumam, "Ardanu."

Ardanu mendekati gadis itu, menepuk pelan pipinya. "Vla, lo bisa denger gue? Kita keluar dari sini, ya?" Ardanu mencoba mengangkat tubuh Stevlanka.

"Tiana, Dan," ucap Stevlanka lirih.

"Iya, setelah lo."

"Tiana ...." Stevlanka mengulangi ucapannya.

Tepat setelah itu Alkar datang sambil terbatuk-batuk. Ia mendekati tubuh Tiana. "Ardanu, lo bawa Vla, biar gue bawa Tiana."

Pada akhirnya mereka berhasil keluar dari rumah Tiana. Banyak warga yang mendekat. Kulit mereka yang pada awalnya serasa terbakar, kini bisa sedikit lega terkena hembusan angin. Salah satu warga memberikan air putih dan handuk basah untuk Stevlanka, Ardanu, dan Alkar. Tiana yang tak sadarkan diri dan gadis itu telah dilarikan ke rumah sakit.

"Ada yang luka, Vla?" tanya Alkar pada Stevlanka. Gadis itu menggeleng. Ia memikirkan keadaan Tiana. Tatapan Alkar tertuju pda Ardanu yang sedari tadi hanya diam. "Lo, kok, bisa di sini?"

Pertanyaan Alkar membuat Stevlanka juga menoleh pada Ardanu. Stevlanka tidak kaget jika Ardanu berada di sini karena sudah pasti mimpi yang ceritakan adalah kejadian saat ini. "Makasih, Dan. Lo udah—"

"Jelasin ke gue, apa yang sebenernya terjadi?" tanya Ardanu memotong ucapan Stevlanka. Nada suaranya tenang, tetapi begitu dingin penuh penekanan.

"Lo nggak tahu situasi, ya, Dan?" sambar Alkar. Sementara, Ardanu hanya meliriknya. "Jangan tanya aneh-aneh dulu, bisa?"

"Gue cuma mau menyelamatkan nyawa seseorang. Gue minta bantuan Alkar buat membantu korban bully di sekolah lama gue, yang waktu itu gue ceritain ke lo," jawab Stevlanka sambil menunduk melihat ia memainkan jari-jarinya.

Jadi, lo lebih milih Alkar untuk membantu lo, Vla?

"Gue pengen tahu keadaan Tiana," gumam Stevlanka.

"Lo bisa ke rumah sakit besok, gue antar lo pulang sekarang." Ardanu bangkit, kemudian menarik tangan Stevlanka.

"Dan, tapi ..."

"Kapan lo peduli sama diri lo sendiri, Vla? Masih ada hari besok," tegas Ardanu.

Alkar juga bangkit dari duduknya. Ia seperti orang yang tidak terlihat karena tidak ada yang menanggapi ucapannya. Ia berkata, "Gue rasa lo harus pulang, Vla. Biar gue urus masalah Tiana. Lo istirahat aja di rumah. Kita masih punya harapan." Tersenyum pada Stevlanka.

DELUSIONSWhere stories live. Discover now