Chapter 35 - Telah Padu

73 15 7
                                    

Telah Padu

"Gue nggak bisa lihat lo kayak gini."- Ardanu.

Stevlanka membuka matanya perlahan. Wajahnya sedikit pucat. Caranya menarik napas masih terasa berat. Matanya melirik ke samping, merasakan jika tangannya digenggam oleh seseorang. Ardanu tengah terlelap dengan bantalan satu tangannya yang lain. Laki-laki itu masih mengenakan seragam. Sama sekali belum mengganti pakainyannya. Stevlanka melihat wajah lelahnya Ardanu. Bibirnya terangkat membentuk senyuman. Tiba-tiba ia teringat kejadian di bukit tadi sore. Ketika Ardanu mengecup keningnya. Detik-detik itu rasanya seperti kembali terulang di kepalanya.

Di mana semua kata-kata tidak terucap. Terperanjat hingga tidak tahu bagaimana dia harus bergerak. Yang dirasakan hanya sebuah ketenangan yang mampu menyamarkan keresahan walaupun hanya sekian detik. Seolah-olah ketenangan itu teralirkan.

Senyum di bibirnya lenyap seketika. Hal lain mengusik pikirannya. Hanya satu kata yang terlintaskan. Gagal. Kekecewaan telah menyelimuti Stevlanka. Semuanya terlihat mudah ketika ia ingin mengungkap siapa Karisma yang sebenarnya. Namun, selalu gagal. Karisma selalu memiliki rencana yang tidak terduga. Entah bagaimana caranya tiba-tiba melakukan sesuatu hal yang gila tanpa sebuah penyesalan.

Stevlanka ingin bertemu dengan Raya dan juga Tiana untuk meminta maaf karena dirinya telah gagal mengungkap semuanya. Stevlanka seperti orang bodoh yang mengetahui si pelaku, namun ia tidak bisa melakukan apa pun. Air matanya menetes dari sudut matanya ketika memejam. Ia mengigit bibirnya agar meredam isak tangisnya.

Gue harus apa?

Pendengaran Ardanu menangkap suara tangis yang tertahan. Ia membuka matanya, menegakkan tubuhnya. Matanya membulat ketika melihat Stevlanka yang sudah berderai air mata.

"Stevlanka?" tanya Ardanu beranjak dari duduknya. Tubuhnya sedikit membungkuk. "Ada apa?"

Stevlanka tidak menjawab.

"Lo mimpi buruk?" Ardanu mengusap rambut Stevlanka berusaha menenangkan. "Hei, ada gue di sini."

Stevlanka menggelengkan kepalanya lemah. "Bukan cuma mimpi, tapi hidup gue pun juga sama. Sama-sama buruknya."

Gadis itu menatap Ardanu dengan mata berair. "Gue bingung gimana caranya menempatkan diri gue sendiri. Gue liat semuanya, tapi gue justru nggak bisa melakukan apa pun. Gue nggak mau punya penglihatan ini kalau cuma akan berakhir kaya gini, Dan." Stevlanka mengguncang lengan Ardanu. Sementara, Ardanu juga bingung harus mengatakan apa. Berhadapan dengan Stevlanka di saat gadis itu sedang terpuruk adalah suatu hal yang ingin Ardanu hindari. Ia benar-benar merasa terganggu melihat Stevlanka yang tertekan. Sehingga Ardanu hanya bisa membungkukkan tubuhnya lagi, hingga bisa memeluk Stevlanka.

"Gue bener-bener capek," lirih Stevlanka dengan suranya yang serak.

Ardanu melepaskan rengkuhannya. Sedikit menjauhkan tubuhnya. "Gue yang bakal menemani masa-masa capek lo, sampe bener-bener hilang."

Stevlanka menatap Ardanu dengan jarak dekat. Setiap air mata yang menetes, tangan Ardanu selalu terulur mengusap lembut. Tatapan mereka kembali beradu. Pada akhirnya harus berhenti, karena suara decitan pintu terbuka. Ardanu maupun Stevlanka sama-sama menoleh. Seketika Ardanu terdorong terbelakang, bahkan hampir tersungkur ke belakang. Bagaimana bisa Ayah Stevlanka muncul dengan sangat tiba-tiba?

Ardanu berusaha menutupi kegelisahannya. Sementara Stevlanka melirik sekilas ke arah pintu, kemudian membuang muka. Menghapus air matanya menggunakan punggung tangan.

Menatap Ardanu. "Ayah gue ada di sini?"

Ardanu mengangguk.

"Kamu bisa keluar sebentar? Ada yang mau saya bicarakan dengan Stevlanka," ujar Ayah Stevlanka pada Ardanu ketika sudah berada di samping ranjang putrinya.

DELUSIONSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang